Oleh: Tedy Herdian, S.Kom, M.M.
Deputy Port Facility Security Officer | TPK Koja
Dosen | Institut Transportasi dan Logistik Trisakti
Jasa kepelabuhanan merupakan salah satu kunci perkembangan transportasi laut dan sistem logistik menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia. Kondisi jasa kepelabuhanan yang baik dan berdaya saing global dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi efisiensi pelayanan kepelabuhanan.
Pelabuhan Indonesia terus mengalami pembenahan. Pengembangan infrastruktur pelabuhan, penggunaan sistem teknologi, dan manajemen pengelolaan merupakan tuntutan dalam memenuhi persaingan yang keras.
Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. Hal tersebut dibuktikan dengan usaha untuk mengefisienkan operasi pelabuhan, termasuk efisiensi waktu bongkar muat dan penggunaan area terminal peti kemas.
Permasalahan yang Dihadapi oleh Pelaku Logistik di Indonesia
Pelaku logistik masih mengeluhkan beberapa permasalahan yang mereka alami dalam melakukan bisnis mereka. Pada umumnya masalah tersebut disebabkan oleh keterbatasan fasilitas untuk kargo di pelabuhan.
Aturan yang diterapkan pada fasilitas pelabuhan belum terfokus pada kapal pengangkut kargo. Sebagai contoh, apabila kapal pengangkut semen atau pengangkut sembako hendak bersandar, kapal-kapal tersebut akan didahulukan untuk bersandar dan kapal pengangkut kargo akan diperintahkan untuk mengantri (dipinggirkan).
Rencana Kementerian Koordinator (Menko) Bidang Maritim untuk Pengembangan Pelabuhan
Pemerintah akan menetapkan pembangunan tujuh pelabuhan sebagai hub internasional untuk memangkas biaya logistik. Pemerintah juga memperkirakan keberadaan tujuh pelabuhan ini akan memudahkan aktivitas ekspor dan impor Indonesia dan negara-negara barat di Eropa dan Amerika. Pemerintah juga akan menerbitkan mapping terkait kepentingan hub internasional tersebut.
Ketujuh pelabuhan yang akan dibangun adalah sebagai berikut1:
- Pelabuhan Belawan/Kuala Tanjung Sumatera
- Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta
- Pelabuhan Kijing Kalimantan Barat
- Pelabuhan Tanjung Perak Jawa Timur
- Pelabuhan Makassar Sulawesi Selatan
- Pelabuhan Bitung Sulawesi Utara
- Pelabuhan Sorong Papua Barat
Ekspor dan Impor Indonesia
Nilai ekspor Indonesia pada Januari 2019 menurun 3,24% dibanding Desember 2018, yaitu dari US$14.333,2 juta menjadi US$13.869,0 juta. Demikian juga apabila dibandingkan Januari 2018, ekspor menurun 4,70%. Penurunan ekspor Januari 2019 disebabkan oleh menurunnya ekspor migas 29,30%, yaitu dari US$1.746,4 juta menjadi US$1.234,7 juta. Sementara, ekspor nonmigas naik 0,38% dari US$12.586,8 juta menjadi US$12.634,3 juta.
Dari sisi volume, ekspor Indonesia Januari 2019 meningkat 3,72% dibanding Desember 2018 yang disebabkan peningkatan volume ekspor nonmigas 6,46%, sementara migas turun 33,51%. Dibandingkan dengan Januari 2018, volume total ekspor meningkat 13,57%, dengan nonmigas naik 16,70%, sedangkan migas turun 28,29%. Volume ekspor migas Januari 2019 terhadap Desember 2018 untuk hasil minyak, minyak mentah, dan gas turun masing-masing 28,81%, 74,53%, dan 23,69%.2
Nilai impor Indonesia Januari 2019 mencapai US$15.028,5 juta atau turun US$336,4 juta (2,19%) dibanding Desember 2018. Hal tersebut disebabkan oleh turunnya nilai impor migas dan nonmigas masing-masing sebesar US$335,8 juta (16,58%) dan US$0,6 juta (0,004%). Penurunan impor migas dipicu oleh turunnya seluruh komponen migas yaitu minyak mentah US$15,4 juta (3,27%), hasil minyak US$280,5 juta (20,98%), dan gas US$39,9 juta (18,34%).2 Jika dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, nilai impor pada Januari 2019 juga mengalami penurunan US$280,9 juta atau 1,83%. Penurunan terjadi pada impor migas sebesar US$569,7 juta (25,22%), walaupun impor nonmigas naik US$288,8 juta (2,21%). Lebih lanjut penurunan impor migas disebabkan oleh turunnya impor minyak mentah US$117,9 juta (20,55%), hasil minyak US$381,2 juta (26,52%), dan gas US$70,6 juta (28,44%).2
Dari penjelasan mengenai ekspor dan impor di atas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai ekspor. Penurunan juga terjadi pada impor di Indonesia.
Analisis
Rencana pembangunan tujuh pelabuhan hub internasional oleh pemerintah menimbulkan banyak pro dan kontra. Pemerintah memperkirakan bahwa dengan pembangunan ini, biaya logistik akan turun sebesar 35%-55%.
Atribut untuk menjadikan sebuah pelabuhan menjadi Pelabuhan Internasional memiliki banyak ragam. Salah satu diantaranya adalah dengan menjadi pelabuhan transhipment dan menjadi pelabuhan terbuka untuk perdagangan internasional.
Pelabuhan Transhipment
Sebuah pelabuhan dapat dinyatakan sebagai pelabuhan transhipment apabila memiliki lokasi geografi yang strategis. Negara tetangga yang lokasi geografis pelabuhannya dapat dijadikan rujukan adalah Singapura. Volume bongkar muat yang dicapai oleh pelabuhan di Singapura adalah berkisar sejumlah 30 juta TEUs per tahun. Dapat diartikan bahwa untuk menjadikan pelabuhan Indonesia sebagai pelabuhan internasional (transhipment), pelabuhan tersebut harus mampu melakukan aktivitas bongkar muat dengan jumlah yang kurang atau lebih setara dengan pelabuhan Singapura, yaitu sebanyak 30 juta TEUs per tahun.
Melihat kondisi nyata yang terjadi di pelabuhan di Indonesia, Pelabuhan Tanjung Priok adalah salah satu pelabuhan yang dirujuk untuk menjadi pelabuhan kelas internasional. Melihat kondisi nyata berdasarkan lima tahun terakhir, Pelabuhan Tanjung Priok hanya mampu melakukan bongkar muat sebanyak 6,2 – 7 juta TEUs per tahun, dengan rata-rata pertumbuhan volume hanya sebesar 11%.
Estimasi Jumlah Kontainer Pelabuhan Transhipment. Ongkos angkutan per TEUs konteiner akan semakin murah apabila kontainer diangkut dalam jumlah yang besar dan dibandingkan dengan rasio jarak per miles (atau km). Rata-rata kapasitas Mega Ship adalah sebesar 20.000 TEUs.
Adapun estimasi banyaknya pelabuhan yang disinggahi kapal besar tersebut; misalnya dimulai dari UK England, Selat Gibraltar – Terusan Suez [rutetrans-atlantic] – Selat Malaka – lalu ke [rute trans-pasific] sampai ke Los Angeles. Jumlah pelabuhan utama yang ditemukan dengan melewati rute tersebut adalah sebanyak 10 pelabuhan (sudah termasuk Pelabuhan Singapura dan Tanjung Priok). 3
Dengan begitu, dapat diperkirakan kapasitas sebuah kapal kategori Mega Ship yang menampung 20.000 TEUs dibagi dengan sejumlah 10 pelabuhan, maka rata-rata per pelabuhan akan menampung sebanyak 2000 TEUs, atau setara dengan 10% dari kapasitas kapal tersebut. Dengan begitu, setidaknya pelabuhan Tanjung Priok dan ke-6 pelabuhan yang hendak dijadikan sekelas dengan Pelabuhan Internasional harus mampu menampung sekurang-kurangnya 10% dari kapasitas kapal.
Persentase Minimal Volume Ekspor
Volume ekspor yang dicapai untuk Priok ketika kapal besar itu datang berdasarkan data riwayat kunjungan kapal besar tersebut di Priok adalah tidak melebihi dari 700 TEUs dan bersifat unpredictable (tidak dapat direncanakan).
Dengan kondisi ini maka 700 TEUs dibandingkan dengan jumlah bongkar muat minimal sebanyak 2000 TEUs untuk menjadi pelabuhan berkelas internasional tersebut masih terlalu jauh perbedaannya. Jika berlangsung terus demikian maka rasio skala ekonomis terhadap ongkos angkut per TEUs permiles itu hilang. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada lagi kunjungan kapal besar melakukan transhipment di Pelabuhan Tanjung Priok.
Disisi lain, beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk memotong biaya logistik dibandingkan dengan melakukan pembangunan pelabuhan yang akan memakan biaya antara lain usaha memperbaiki fasilitas pelabuhan yang ada dan mengembangkan sistem yang baik sehingga dapat digunakan untuk mempercepat proses ekspor dan impor tanpa mengurangi kualitas keamanan.
Selain itu, pembangunan pelabuhan baru juga akan menambah biaya lainnya. Dilihat dari nilai ekspor dan impor Indonesia yang menurun, hal ini akan menyebabkan kerugian yang besar. Kapasitas (daya tampung kontainer) pelabuhan untuk menjadi pelabuhan internasional besar. Apabila kapasitas yang dibangun kecil, hal ini menyebabkan kedatangan mother vessel menjadi tidak ekonomis.
Selain itu, dengan tersebarnya pelabuhan internasional, muatan kapal akan tersebar di beberapa pelabuhan. Apabila daerah yang di datangi mother vessel tersebut tidak dapat memenuhi muatan balik (impor) yang nilai muatannya hampir sama dengan nilai ekspor, maka biaya yang akan timbul untuk menutupi biaya perjalanan balik akan dimasukkan ke dalam nilai barang yang diterima (ekspor). Dengan begitu, harga barang ekspor akan semakin mahal.
Referensi:
- Merdeka.com, Tak Mau Bergantung Pada Singapura, RI Bangun 7 Pelabuhan Hub Internasional: https://www.merdeka.com/uang/tak-mau-bergantung-pada-singapura-ri-bangun-7-pelabuhan-hub-internasional.html Diakses pada: 5 Maret 2019 pukul 14.21
- BPS, Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Januari 2019. 2019;(17):1-16
- Sangian, Rudy, Rasio Trans-Port, 2019.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Pembangunan Tujuh Pelabuhan Indonesia sebagai Hub Internasional (952.8 KiB, 875 hits)