
Oleh: Zaroni
Senior Consultant
Supply Chain Indonesia
Penilaian (assessment) atau sering disebut kaji cepat adalah komponen penting dari perencanaan dan implementasi tanggap darurat. Kaji cepat memberikan informasi di mana tanggap darurat dirancang dan disesuaikan. Sementara informasi yang baik tidak menjamin respons yang baik, informasi yang buruk hampir pasti menghasilkan respons yang buruk. (UNDAC, 2006, Disaster Assessment)
Kaji cepat yang akurat tergantung pada perencanaan, desain, dan persiapan yang menyeluruh. Dalam keadaan normal, sarana untuk mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi yang diperlukan harus ditetapkan sebagai bagian dari perencanaan pra-bencana. Kesiapsiagaan memastikan tidak ada waktu yang hilang untuk merevisi prosedur atau respons ketika bencana melanda.
Kaji cepat memungkinkan TRC Logistik dan Peralatan untuk memahami dampak bencana terhadap lingkungan, bagaimana hal itu mempengaruhi populasi, dan bagaimana operasional logistik harus disiapkan.
Definisi dan Tujuan Pengkajian Cepat
Pengkajian cepat adalah penilaian yang dilakukan segera setelah ada informasi awal adanya ancaman atau kejadian darurat bencana untuk memberikan informasi secara cepat, tepat dan akurat. Tujuannya adalah untuk memberikan rekomendasi akurat bagi para pengambil keputusan untuk mengatasi atau mengurangi efek yang tidak diinginkan dari suatu peristiwa bencana secara tepat waktu dan efisien.
Tujuan pengkajian cepat untuk mendapatkan informasi mengenai:
- Permasalahan kedaruratan bencana yang terjadi.
- Respons yang telah dilakukan oleh masyarakat dan petugas setempat.
- Kebutuhan penanganan darurat bencana dan skala prioritasnya.
- Kebutuhan sumber daya untuk penanganan darurat bencana disesuaikan dengan standar yang berlaku.
Pengkajian cepat dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang memadai bagi para pengambil keputusan di tingkat kabupaten/kota dalam mengantisipasi dan menindaklanjuti ancaman atau kejadian bencana yang terjadi.
Informasi yang dihasilkan dari pengkajian cepat berfungsi untuk menggambarkan status tanggap darurat. Informasi hasil kaji cepat untuk menggambarkan status tanggap darurat:
- Kronologis kejadian bencana.
- Potensi ancaman bencana ikutan dan susulan.
- Wilayah yang terdampak.
- Penduduk yang terdampak, berdasarkan:
a. Wilayah terdampak.
b. Demografi penduduk yang terancam: jenis kelamin, rumah tangga/kepala keluarga, kelompok rentan: bayi (usia 0-11 bulan), balita (usia 1-4 tahun), anak (usia 5 tahun – sebelum 18 tahun), ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia (> 60 tahun), kelompok berkebutuhan khusus, dan WUS (Wanita Usia Subur). - Korban, berdasarkan:
a. Angka kematian (angka kematian kasar dan angka kematian balita).
b. Luka (luka berat dan luka ringan).
c. Sakit menurut jenis penyakit akibat bencana.
d. Belum ditemukan dan hilang.
e. Penduduk yang terdampak tetapi tidak mengungsi (jumlah, menurut jenis kelamin, penduduk yang mengungsi/dikarantina, dengan berdasarkan: 1) titik lokasi pengungsian/wilayah karantina. - Demografi: jenis kelamin, rumah tangga/kepala keluarga, kelompok rentan: bayi (usia 0-11 bulan), balita (usia 1-4 tahun), anak (usia 5 tahun – sebelum 18 tahun), ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia (> 60 tahun), kelompok berkebutuhan khusus, dan WUS (Wanita Usia Subur). Informasi ini tidak diperlukan apabila tidak terdapat.
- Penduduk yang mengungsi/dikarantina.
- Kerusakan, yang meliputi:
a. Rumah tidak layak huni akibat bencana.
b. Prasarana fisik: jalan, jembatan, tanggul, bandara, pelabuhan, tempat ibadah, sekolah, kantor pemerintah, pasar, dan lain-lain.
c. Sarana utilitas seperti: jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan air bersih, tempat pengisian bahan bakar umum.
d. Kerusakan lahan (pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan). - Status tingkat pendidikan dan sosial penduduk terdampak, berdasarkan:
a. Persentase penduduk buta huruf.
b. Persentase penduduk miskin.
c. Kebiasaan makan (pola makanan pokok).
d. Ketersediaan pangan penduduk terdampak. - Kesehatan, berdasarkan:
a. Cakupan imunisasi bayi dan status gizi balita di daerah.
b. Data endemisitas penyakit menular potensial di daerah.
c. Data cakupan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan (air bersih dan sanitasi) dengan mengidentifikasi ketersediaan yang ada.
d. Data fasilitas kesehatan masyarakat yang dapat difungsikan (poskesdes, puskesmas pembantu, dan puskesmas).
e. Data fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit) yang dapat difungsikan dengan memperhitungkan kapasitas (tempat tidur dan BOR). - Ketersediaan sarana yang dapat dimanfaatkan (sarana angkutan, sarana penerangan/genset, alat berat, dan lain-lain).
- Ketersediaan peta jalur evakuasi.
- Akses menuju lokasi wilayah terdampak dan tempat pengungsian.
- Tindakan awal yang dilakukan oleh masyarakat, relawan, petugas lokal, dan organisasi non pemerintah di wilayah terdampak.
- Kebutuhan mendesak untuk penanganan darurat bencana, yang terdiri dari:
a. Pencarian dan pertolongan korban.
b. Evakuasi korban, pengungsi, dan kelompok rentan.
c. Pemenuhan kebutuhan dasar (air bersih, sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan sementara/shelter).
d. Perbaikan fungsi prasarana dan sarana vital.
Waktu pengkajian cepat untuk status tanggap darurat dilakukan paling lambat 1 x 24 jam setelah informasi awal terjadinya bencana yang diterima berdasarkan laporan oleh masyarakat maupun petugas lokal.
Tempat pelaksanaan pengkajian cepat status tanggap darurat, dilakukan di:
- Wilayah terdampak langsung bencana.
- Wilayah yang tidak terdampak langsung bencana namun terdapat pengungsian.
- Wilayah sekitar lokasi bencana yang memiliki potensi dapat membantu penanganan darurat bencana.
Pengkajian cepat dilakukan oleh petugas yang tergabung dalam TRC PB kabupaten/kota, dengan susunan tim:
- Ketua tim
- Anggota:
a. Anggota yang kompeten mengkaji bidang kesehatan;
b. Anggota yang kompeten mengkaji bidang sosial;
c. Anggota yang kompeten mengkaji bidang infrastruktur;
d. Anggota yang kompeten dalam pengelolaan data dan informasi;
e. Anggota yang kompeten dalam pengkajian bidang logistik dan peralatan;
f. Anggota tenaga pendukung.
Tahapan Pengkajian Cepat
Salah satu tahapan kaji cepat untuk penanggulangan bencana merujuk pada fase darurat Inter Agency Standing Committee (IASC). Setiap fase memiliki kekhasan dan prioritasnya sendiri. Dalam situasi darurat, proses kaji cepat sengaja dipersingkat untuk mempercepat dan memfasilitasi respons segera. Berikut ini jenis kaji cepat berdasarkan tahapannya.

Sumber: https://bpbd.bulelengkab.go.id/
- Pengkajian awal (initial assessment)
Pengkajian awal adalah pengkajian yang dilakukan pada jam-jam pertama setelah bencana, biasanya dalam 72 jam pertama. Maksud dari pengkajian awal memberikan gambaran singkat tentang situasi pada saat ada lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Pengkajian awal tidak boleh dikacaukan dengan laporan situasi terperinci, tetapi hanya dianggap sebagai sorotan fakta utama dan kesenjangan dalam informasi. - Pengkajian cepat (rapid assessment)
Dipandu oleh pengkajian awal dan menggabungkan perkembangan baru, pengkajian cepat umumnya dihasilkan dalam dua minggu pertama keadaan darurat. Pengkajian cepat memberikan informasi tentang kebutuhan, kemungkinan strategi penanggulangan bencana dan persyaratan sumber daya yang dibutuhkan.
Pengkajian cepat terdiri dari pengkajian situasional, sumber daya, dan kebutuhan pada tahap awal dan kritis bencana dan dimaksudkan untuk menentukan jenis respons bantuan segera yang diperlukan.
Pengkajian cepat bertujuan untuk mengidentifikasi:
a. Dampak bencana terhadap masyarakat dan infrastrukturnya, dan kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dampak bencana.
b. Segmen populasi yang paling rentan yang perlu ditargetkan untuk mendapatkan bantuan.
c. Tingkat respons terhadap yang terkena dampak dan kapasitas internalnya untuk mengatasi situasi.
d. Kebutuhan bantuan logistik dan peralatan yang paling mendesak dan cara untuk memenuhinya dengan paling efektif.
e. Mekanisme koordinasi.
f. Membuat rekomendasi prioritas untuk tindakan dan sumber daya yang dibutuhkan dalam respons segera.
g. Perhatian khusus mengenai perkembangan situasi.
h. Memberi perhatian pada wilayah geografis/sektor substantif yang membutuhkan penilaian mendalam. - Pengkajian mendalam (indepth assessment)
Pengkajian mendalam harus dilakukan setelah pengkajian awal dan cepat hanya jika kesenjangan informasi telah diidentifikasi, di mana informasi lebih lanjut diperlukan untuk menginformasikan pengambilan keputusan
Pengkajian awal dan cepat memberikan dasar untuk pengkajian mendalam berikutnya, tetapi tidak mengulangi temuan pengkajian sebelumnya. Selama pengkajian mendalam, penting untuk fokus pada perubahan situasional sebelum dan sesudah bencana.
Setiap pengkajian mendalam harus mempertimbangkan keadaan individu dan faktor-faktor yang relevan, kesenjangan yang diidentifikasi, dan kebutuhan informasi aktual. - Pengkajian berkelanjutan (continual assessment)
Pengkajian berkelanjutan melibatkan pembaruan informasi secara teratur tentang situasi dan mencari umpan balik yang relevan dari penerima manfaat untuk memfasilitasi pengambilan keputusan kegiatan jangka panjang. Pengkajian berkelanjutan yang efektif membantu menemukan perubahan saat terjadi.
Referensi
Logistics Cluster, Logistics Assessments and Planning, 2019.
Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 04 tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Logistik dan Peralatan.
Sphere Association. The Sphere Handbook: Humanitarian Charter and Minimum Standards in Humanitarian Response, fourth edition, Geneva, Switzerland, 2018.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pengkajian Cepat Pada Keadaan Darurat Bencana Nomor 3 Tahun 2022.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Pengkajian Cepat, Aspek Penting dalam Logistik Penanggulangan Bencana (520.1 KiB, 9 hits)
You must be logged in to post a comment.