
Oleh: Zaroni
Senior Consultant
Supply Chain Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan terhadap bencana alam di dunia, baik dari segi jumlah maupun intensitas. Sepanjang tahun 2024, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.107 kejadian bencana di seluruh wilayah Indonesia, dengan banjir sebagai bencana paling dominan (BNPB, 2024).
Frekuensi yang tinggi akan bencana-bencara yang terjadi di Indonesia menuntut sistem penanggulangan bencana yang responsif dan adaptif, terlebih dalam aspek manajemen logistik. Manajemen logistik bencana mencakup perencanaan, penyediaan, pengangkutan, dan distribusi bantuan kepada masyarakat terdampak.
Namun, pengimplementasian di tingkat daerah masih menghadapi berbagai kendala seperti kapasitas institusional yang terbatas, koordinasi antar lembaga yang lemah, dan ketidakterpaduan sistem pelaporan (Nugroho & Sihotang, 2023). Kondisi ini mempengaruhi kecepatan dan ketepatan distribusi bantuan, sehingga berpotensi memperburuk dampak bencana bagi masyarakat.
Mengapa Sinergi dan Kapasitas Penting dalam Logistik Bencana?
Manajemen logistik bencana merupakan proses kompleks yang melibatkan berbagai pihak dan tahapan, mulai dari pengumpulan informasi kebutuhan, pengadaan logistik, penyimpanan, hingga distribusi akhir kepada penerima bantuan. Untuk menjamin kelancaran proses ini, diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga non-pemerintah seperti LSM dan sektor swasta.
Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan kapasitas daerah dalam mengelola logistik secara mandiri. Banyak daerah yang belum memiliki gudang logistik standar, tenaga kerja terlatih, serta perangkat teknologi informasi yang memadai (Permana dkk., 2022). Selain itu, ketidaktersediaan sistem pelaporan logistik yang terstandardisasi menyulitkan pengambilan keputusan dalam situasi darurat. Peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan serta pemanfaatan teknologi menjadi prasyarat mutlak bagi efektivitas manajemen logistik bencana di Indonesia.
Studi Kasus: Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Tengah merupakan wilayah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana alam dan sosial. Berdasarkan data BPBD Kalimantan Tengah, wilayah ini kerap mengalami banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), angin puting beliung, serta konflik horizontal yang dapat memicu pengungsian massal (BPBD Kalteng, 2024).
Untuk memperkuat kesiapsiagaan logistik, Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah menyelenggarakan kegiatan Penyusunan Laporan Logistik Barang Persediaan Penanggulangan Bencana pada 8–10 Desember 2024 di Kota Palangka Raya (MMC Kalteng, 2024). Kegiatan ini menjadi salah satu bentuk inisiatif daerah dalam memperbaiki sistem pelaporan dan pengelolaan logistik bencana.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun persepsi dan pemahaman yang sama antar pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota dalam penyusunan laporan logistik. Laporan yang akurat diperlukan untuk memetakan kebutuhan, memantau stok barang, dan menyusun rencana distribusi yang efisien dan berbasis data (Kalimantan Post, 2024).

Pada kejadian yang sudah-sudah, perbedaan format dan metode pelaporan antar daerah menjadi hambatan dalam konsolidasi informasi di tingkat provinsi. Dengan dilakukan pelatihan dan pendampingan, diharapkan pemerintah daerah dapat lebih proaktif dan mandiri dalam mengelola pelaporan logistik bencana.
Salah satu aspek penting dalam kegiatan tersebut adalah pengenalan dan pelatihan penggunaan aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Logistik (SIPL) yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial RI. Aplikasi ini menyediakan fitur untuk pencatatan stok logistik, pemetaan distribusi, serta pelaporan kebutuhan secara daring dan real-time (Kemensos RI, 2023).
Dinas Sosial Kalimantan Tengah menginisiasi penggunaan aplikasi ini di seluruh kabupaten/kota sebagai langkah menuju digitalisasi manajemen logistik. Penggunaan SIPL diharapkan dapat meminimalisir kesalahan pencatatan, mempercepat komunikasi antar level pemerintahan, dan meningkatkan akuntabilitas distribusi bantuan (MMC Kalteng, 2024).
Hasil dari kegiatan tersebut menunjukkan peningkatan koordinasi antar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, terutama dalam pelaporan logistik bencana. Beberapa kabupaten seperti Kapuas dan Kotawaringin Timur berhasil menyusun laporan logistik yang lebih terstruktur dan tepat waktu dibanding sebelumnya.
Selain itu, pemahaman peserta mengenai pentingnya manajemen logistik yang efisien juga meningkat, terlihat dari inisiatif beberapa daerah untuk menyiapkan gudang logistik mandiri dan pelatihan petugas lapangan (MMC Kalteng, 2024). Ke depan, kegiatan semacam ini dapat menjadi model bagi provinsi lain untuk memperkuat sistem logistik mereka secara kolaboratif dan berbasis teknologi.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan dari studi kasus di Kalimantan Tengah, rekomendasi strategis dapat diambil untuk memperkuat sistem logistik bencana nasional. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- Penguatan Kapasitas Daerah: Pemerintah pusat melalui Kemensos dan BNPB perlu menyediakan pelatihan teknis, pendampingan institusional, dan alokasi anggaran khusus untuk pembangunan fasilitas logistik di daerah. Selain itu, peningkatan kapasitas SDM juga harus menjadi prioritas utama dalam rangka mempercepat respons bencana (Permana dkk., 2022).
- Standardisasi Sistem Pelaporan: Perlu ada peraturan nasional yang mengatur format dan standar pelaporan logistik bencana yang wajib diikuti oleh seluruh daerah. Hal ini penting untuk memastikan data yang dikumpulkan memiliki kualitas yang dapat diandalkan untuk perencanaan bantuan skala nasional (Nugroho & Sihotang, 2023).
- Pemanfaatan Teknologi Informasi: Pemerintah daerah didorong untuk mengintegrasikan sistem informasi ke dalam manajemen logistik mereka. Integrasi ini harus disertai dengan pelatihan berkelanjutan agar sistem dapat digunakan secara optimal (Kemensos RI, 2023).
- Peningkatan Koordinasi Antar Lembaga: Diperlukan pembentukan forum koordinasi logistik bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, yang melibatkan Dinas Sosial, BPBD, dan organisasi relawan. Forum ini dapat digunakan untuk berbagi data, menyusun rencana kontinjensi bersama, serta melakukan simulasi distribusi logistik secara berkala (BPBD Kalteng, 2024).

Manajemen logistik bencana merupakan aspek krusial dalam upaya penanggulangan bencana yang efektif dan manusiawi. Studi kasus di Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas daerah dan pemanfaatan teknologi informasi secara signifikan dapat memperbaiki sistem pelaporan dan distribusi bantuan. Ke depan, pendekatan kolaboratif dan berbasis data seperti ini perlu direplikasi di provinsi lain untuk mewujudkan sistem logistik bencana yang tangguh dan responsif di seluruh Indonesia.
Referensi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2024). Data bencana 2024. https://bnpb.go.id
BPBD Kalimantan Tengah. (2024). Laporan tahunan penanggulangan bencana Kalimantan Tengah.
Kalimantan Post. (2024, Desember 10). Penyusunan laporan logistik di Kalimantan Tengah. https://kalimantanpost.com
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2023). Manual pengguna SIPL: Sistem Informasi Pengelolaan Logistik. https://kemensos.go.id
MMC Kalteng. (2024). Berita kegiatan Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah. https://mmc.kalteng.go.id
Nugroho, D., & Sihotang, D. (2023). Evaluasi sistem logistik bencana di Indonesia: Kelembagaan, tantangan, dan peluang. Jurnal Manajemen Bencana, 9(2), 115–130.
Permana, R., Suryani, D., & Wulandari, M. (2022). Penguatan kapasitas daerah dalam menghadapi bencana: Studi di kawasan rawan banjir. Jurnal Administrasi Publik, 18(3), 245–262.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Peningkatan Kapasitas dan Sinergi Lintas Lembaga dalam Manajemen Logistik Bencana di Indonesia (316.6 KiB, 18 hits)