Oleh: Setijadi | Chairman Supply Chain Indonesia
Pemerintah Indonesia mendapat pinjaman baru senilai US$300 juta dari Bank Dunia untuk membenahi sektor logistik agar proses perdagangan lebih efisien dan transparan. Pinjaman ini juga akan digunakan untuk memperkuat tata kelola dan operasional pelabuhan dan merangsang iklim usaha yang kompetitif bagi kalangan penyedia layanan logistik. Pinjaman itu merupakan yang kedua dalam program Indonesia Logistics Reform Development Policy Loan (DPL) yang pada tahap pertama disetujui pada November 2018 (bisnis.com, 29-6-2018).
Supply Chain Indonesia (SCI) melihat bahwa program-program reformasi logistik itu cukup baik untuk menjawab persoalan-persoalan penting dalam sistem logistik Indonesia.
Penguatan tata kelola dan operasional pelabuhan, misalnya, merupakan salah satu langkah penting dalam upaya peningkatan efisiensi logistik nasional.
Langkah tersebut sangat tepat sebagai tindak lanjut pembangunan infrastruktur pelabuhan. Ketersediaan infrastruktur dan fasilitas pelabuhan harus didukung dengan tata kelola dan operasional pelabuhan, serta SDM yang handal untuk mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas pelabuhan yang tinggi.
Fokus utama proyek terhadap pelabuhan cukup tepat karena sekitar 90% perdagangan internasional melalui jalur laut. Namun, bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, yang harus dikembangkan adalah sistem transportasi multimoda secara terintegrasi dengan transportasi laut sebagai backbone.
Selain kepelabuhanan dan aspek transportasi laut lainnya, perbaikan, dan pengembangan harus mencakup aspek-aspek semua moda transportasi dengan memperhatikan pergerakan barang secara end-to-end.
Program menumbuhkan lingkungan usaha yang kompetitif bagi penyedia layanan logistik juga sangat penting.
Pada saat ini, lingkungan usaha dalam beberapa bidang belum cukup kompetitif. Misalnya, dalam beberapa sektor masih terjadi masalah posisi dominan.
Selain itu, upaya peningkatan efisiensi dan transparansi proses perdagangan juga sangat diperlukan. Berdasarkan analisis SCI, harga barang yang mahal disebabkan bukan hanya oleh proses logistik yang belum efisien, namun juga karena masalah tata niaga dalam saluran distribusi.
Saluran distribusi beberapa komoditas terlalu panjang dengan pembagian margin keuntungan masing-masing pelaku yang tidak transparan dan tidak proporsional.
SCI berpendapat bahwa reformasi logistik nasional harus dirumuskan dalam suatu dokumen perencanaan jangka panjang secara komprehensif dalam suatu rencana induk (masterplan).
Rencana induk ini harus merupakan rencana pembangunan terintegrasi antar sektor dan antar wilayah. Program-program di dalamnya merupakan integrasi program antar kementerian/lembaga terkait, maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah.
Dengan demikian dokumen tersebut menjadi acuan bersama untuk para pihak terkait dalam perencanaan perbaikan dan pengembangan logistik nasional.
Rencana induk tersebut harus berorientasi ke outcome (bukan output). Sistem logistik yang dikembangkan harus berperan penting dalam peningkatan daya saing produk/komoditas dan kesejahteraan rakyat.
Bandung, 5 Juli 2018
Setijadi
Chairman | Supply Chain Indonesia
E-mail : setijadi@SupplyChainIndonesia.com
www.SupplyChainIndonesia.com
Download Catatan ini: Catatan SCI - Perlu Rencana Induk untuk "Indonesia Logistics Reform Development" (686.8 KiB, 155 hits)