
Kebijakan Zero Over-Dimension Over-Load (ODOL) digulirkan Korlantas Polri demi mencegah kerusakan infrastruktur dan kecelakaan fatal. Data resmi menunjukkan 35 % kerusakan jalan tol nasional serta 28% kecelakaan berat di koridor utama di tahun 2024 disumbang oleh kendaraan berlebih dimensi dan tonase. Keausan aspal, retakan jembatan, dan korban jiwa menjadi beban bersama yang menuntut tindakan sistemik.
Pemerintah memetakan tiga fase implementasi Zero ODOL: sosialisasi (1–30 Juni 2025), peringatan tertulis (1–13 Juli 2025), dan penindakan hukum penuh mulai 14 Juli 2025. Fase sosialisasi mencakup pelatihan di 20 titik utama, namun laporan menunjukkan distribusi informasi dan akses fasilitas timbang bergerak belum merata hingga wilayah terluar dan tertinggal. Ketimpangan ini menimbulkan kegaduhan di lapangan.
Gelombang protes sopir truk muncul di berbagai daerah: mogok massal di Bandung, Trenggalek, Surabaya, hingga blokade Tol Palimanan pada 20 Juni 2025. Antrean kendaraan mencapai lima kilometer, merugikan logistik nasional hingga Rp 8 miliar per jam, dan menekan pendapatan sopir yang terpaksa menurunkan muatan demi mematuhi batas dimensi. Dilema antara mematuhi aturan dan menutup biaya operasional semakin akut.
Sebagai solusi ekonomi, Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) mengusulkan subsidi bahan bakar dan potongan pajak PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) bagi armada yang mematuhi standar ODOL, serta program kredit lunak BUMN untuk modifikasi sasis dan ban. Skema ini diharapkan menutup selisih biaya upgrade kendaraan, sehingga sopir tak terdorong membawa muatan berlebih demi menutupi operasional. “Regulasi tanpa kompensasi pragmatis hanya memperlebar kesenjangan, bukan menyelesaikan masalah,” kata Ketua JAN Romadhon Jasn kepada awak media, Senin (23/6/2025).
Sumber dan berita selengkapnya:
https://www.lead.co.id/zero-odol-menjaga-keselamatan-tanpa-menggadaikan-kehidupan-sopir/
Salam,
Divisi Informasi