Oleh: Prof. Togar M. Simatupang, Ph.D.
Rektor | Institut Teknologi Del
Senior Advisor | Supply Chain Indonesia
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah berusaha melakukan penertiban truk dengan ukuran maupun muatan lebih atau dikenal dengan kebijakan Zero ODOL (Over Dimension and Over Load). Kondisi nihil pelanggaran ODOL di jalan tol dan nasional dicanangkan terwujud pada tahun 2021 diawali dengan Surat Edaran Menteri Perhubungan No. 21 tanggal 11 Oktober 2019 tentang Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Loading) dan/atau Pelanggaran Ukuran Lebih (Over Dimension). Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari dukungan komitmen pemangku kepentingan, sosialisasi kepada para pemilik, pengemudi, sampai produsen, pengawasan melalui jembatan timbang daring, operasi penimbangan berat bergerak (weight in motion), fasilitas e-KIR, serta penindakan melalui normalisasi langsung dan e-tilang.
Namun upaya nihil ODOL tengah berada di persimpangan jalan dengan terkirimnya surat Kementerian Perindustrian kepada Kementerian Perhubungan agar dilakukannya moratorium penertiban ODOL hingga tahun 2024 (Bisnis, 10/01/2020). Alasan utama yang disampaikan adalah program nihil ODOL akan memperlemah daya saing industri dan cenderung menambah kepadatan moda transportasi darat. Pandangan Kementerian Perindustrian bukan hanya menimbulkan dilema bagi para pelaku yang sudah taat tetapi juga membuat distorsi penentu daya saing industri nasional.
Pandangan filosofis kepatuhan aturan non-ODOL adalah keselamatan berkenderaan di jalan raya. Sudah tepat UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menempatkan pelanggaran ODOL termasuk kejahatan. Perhatian pada aspek keselamatan bukan hanya pada proses angkut di jalan raya, tetapi mulai dari rancang bangun dan produksi kenderaan, sampai pada proses muat dan bongkar. Ketidakpatuhan angkutan truk terhadap ODOL berpengaruh besar pada tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan tol. Secara teknis truk ODOL sering berakhir pada insiden fatal seperti tabrak belakang karena truk berjalan lambat, pecah ban, ataupun rem blong.
Kepatuhan pada aturan ODOL bukanlah faktor pengurangan daya saing tetapi merupakan titik awal untuk meningkatkan efisiensi seperti pemborosan bahan bakar, kerusakan mesin, kesulitan interkoneksi antar moda, dan kerusakan jalan raya. Biaya yang ditimbulkan oleh unsur angkutan berkisar 5-40% dari harga jual barang yang tergantung pada jenis komoditasnya. Industri nasional dapat lebih kreatif untuk dapat melakukan efisiensi pada unsur rantai pasok lainnya di luar angkutan seperti pengadaan, produksi, perakitan, sampai penyimpanan.
Persoalan mendasar lainnya yang membuat ketidakpatuhan adalah perang harga antar penyedia jasa angkutan. Penyedia jasa angkutan mempunyai nilai tawar yang rendah dalam menentukan tarif jasa. Pemilik barang dengan mudah mendapatkan transporter lain dengan tarif yang lebih rendah. Bukan hanya tarif, pemilik barang juga dapat mendikte ukuran kenderaan maupun berat muatan dengan iming-iming kontrak jangka panjang. Transporter terpaksa mengikuti keinginan pemilik barang demi mengejar muatan untuk bisa tetap mengejar setoran atau membayar cicilan. Perang harga inilah yang menyebabkan rendahnya tingkat pengembalian investasi dan terlambatnya peremajaan kendaraan.
Solusi Digital
Kesimpangsiuran di lapangan terjadi karena penegakan yang tidak konsisten dan merata secara nasional. Ditambah lagi dengan adanya aturan jumlah berat yang diizinkan (JBI) yang tidak seragam satu daerah dengan daerah lainnya sampai dengan permainan sandera bahwa kepatuhan tergantung pada peningkatan kualitas jalan atau ikut patuh jika perusahaan besar juga taat. Pembenahan aturan perlu dilakukan secara komprehensif dan transparan.
Berkaitan dengan aturan, jalan keluar yang bisa ditempuh adalah menambahkan ketentuan tentang izin ODOL (over size and weight permits). Kementerian Perindustrian atau teknis lainnya perlu diperkenankan mengajukan izin ODOL sesuai dengan jenis komoditas dan spesifikasi teknologi. Izin ODOL disertai dengan kewajiban kompensasi yang sepadan untuk perbaikan jalan, asuransi, dan KIR aktif.
Perbaikan ketentuan izin, ratifikasi peraturan ODOL di daerah, serta transparansi pengawasan dan penegakan perlu dilakukan percepatan melalui pendekatan digital. Proses ratifikasi dapat dengan mudah dilakukan oleh daerah sehingga tercapai tingkat pemahaman dan implementasi yang efektif. Teknologi digital mempermudah deteksi pelanggaran secara dini dan pintu secara otomatis mencegat truk ODOL memasuki jalan tol ataupun nasional. Selain itu, teknologi digital membantu dalam penentuan tarif yang berkeadilan dan peningkatan utilitas kendaraan yang selama ini menjadi biang kerok perang harga. Penundaan hanyalah masa transisi uji coba solusi digital sehingga industri dapat melakukan persiapan tanpa menganulir kebijakan nihil ODOL.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Distraksi Kepatuhan Truk Nihil Kelebihan Dimensi dan Muatan (701.4 KiB, 32 hits)