Oleh: Kyatmaja Lookman, CISCP | Director of PT Lookman Djaja
Saat ini, Indonesia masih mempunyai biaya logistik yang paling mahal diantara negara-negara ASEAN lainnya, biaya logistik di Indonesia mencapai 26% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pemerintah telah mencoba berbagai macam cara untuk menurunkan biaya logistik tersebut, bahkan menjadi prioritas utama yang harus diatasi, walaupun dalam praktek di lapangan seringkali menunjukkan kontradiksi seperti pengurusan KIR yang sangat lama, pengurusan SRUT yang lama, dsb. Hal ini adalah salah satu kendala yang harus diatasi karena akan mempersulit dan merugikan para pebisnis logistik di Indonesia, juga akan memperburuk keadaan perekonomian di Indonesia.
Rumus biaya agar menjadi murah itu sebenarnya terletak pada pengiriman dan ukuran kendaraan yang kita gunakan, jika kecepatan bertambah maka frekusensi bisa dilakukan lebih banyak. semakin banyak, maka fixed cost akan dibagi dengan jumlah ritase yang semakin banyak pula. ketika utilisasi meningkat maka harga akan turun, demikian juga dengan ukuran kendaraan yang kita pakai, semakin besar kendaraan yang kita pakai maka harga transport per satuan unit barang akan turun pula.
Sebagai contoh, biaya untuk pengiriman barang dari Singapore ke Jakarta berkisar 100USD per 20 feet, sedangkan dengan jarak yang sama biaya pengiriman barang dari Pekanbaru ke Jakarta berkisar Rp12-15 Juta per 20 feet. Hal ini terjadi dikarenakan frekuensi pengiriman barang dari Singapore ke Jakarta lebih tinggi dan ukuran kapal yang dipakai juga lebih besar, dibandingkan dengan pengiriman barang dari Pekanbaru ke Jakarta, yang pengirimannya sangat jarang dan kapal yang digunakanpun juga jauh lebih kecil. jika dilihat dari volume dan frekuensi, Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapore.
Konsep tol laut atau yang dikenal juga dengan pendulum nusantara merupakan ide yang sangat bagus, tetapi tanpa ada muatan balik apakah akan sustainable. Selain jarak dan volume, muatan balik (backhaulage) juga tidak kalah pentingnya karena biaya yang seharusnya bisa menutupi pengiriman, akan ditanggung kerugiannya oleh pengusaha kapal barang ketika tidak ada pengiriman sebaliknya.
Mahalnya biaya logistik di Indonesia terjadi karena adanya ketidakseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah. Pengiriman barang yang saat ini terjadi adalah masih berfokus di pulau Jawa, jika pengiriman dilakukan dengan frekuensi yang jarang dan dengan volume yang kecil ditambah dengan tidak adanya muatan balik, hal ini akan menyebabkan mahalnya biaya logistik di Indonesia. Yang harus kita lakukan saat ini adalah bagaimana kita mengembangkan potensi daerah sehingga daerah-daerah lain di seluruh nusantara ini bisa menjadi pusat-pusat tersendiri, jadi pengiriman bisa dilakukan secara bolak balik dan dalam jumlah yang besar juga dalam frekuensi yang sering.
Sebentar lagi kita akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), saya sudah pernah bertemu dengan beberapa perwakilan pemerintahan baik dari Hongkong, Thailand dan Singapore, mereka justru mengundang para pengusaha Indonesia untuk datang dan berinvestasi di negaranya. Tetapi saya tidak melihat itu di Indonesia, sudah saatnya para Kepala Daerah, Gubernur, Bupati, Walikota di daerah masing-masing untuk mengundang para pengusaha lokal untuk melakukan investasi di daerahnya diseluruh penjuru nusantara, atau lebih bagus lagi para Kepala Daerah tersebut mengadakan expo daerah untuk mengundang para pengusaha nasional agar datang dan mau untuk berinvestasi, ajakan tersebut harus berasal dari pemerintah daerah yang difasilitasi oleh pemerintah pusat, dahulukanlah investor dari pengusaha di Indonesia dibandingkan dengan para pengusaha asing. Tentunya dengan pembangunan daerah yang merata, ketimpangan daerah pusat dapat diatasi dan akhirnya biaya logistik kita akan menurun.
Download Artikel ini:
Logistics Cost dan Pemerataan Pembangunan (622.4 KiB, 580 hits)