Oleh: Ir. Berty Argiyantari, M.M. | Trainer & Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 akan dimulai sebentar lagi. Tentunya kita semua sebagai pelaku bisnis di Indonesia akan dihadapkan pada tantangan baru yang menuntut dunia bisnis menjadi kompetitif.
Dalam hal ini, menyediakan produk yang terjangkau dengan biaya rendah, berkualitas tinggi dan cepat tersedia di pasar adalah permintaan konsumen yang harus dipenuhi jika perusahaan tetap ingin eksis dalam menghadapi ketatnya persaingan. Pada MEA 2015 nanti, kita tidak hanya bersaing dengan pelaku bisnis di dalam negeri, tetapi juga harus bisa bersaing dengan perusahaan di ASEAN. Tidak dapat dipungkiri, meningkatkan daya saing adalah hal mutlak yang harus dipenuhi.
Harus disadari untuk meningkatkan value, internal perusahaan saja tidak cukup namun juga melibatkan seluruh elemen dalam supply chain. Bila menilik kepada perusahaan kelas dunia seperti Walmart dan Toyota yang merupakan perusahaan terbaik di bidangnya, maka kunci keberhasilan mereka terletak pada keunggulan dalam mengelola end to end supply chain-nya secara terintegrasi. Mereka tentunya tidak bekerja sendirian dan berorientasi internal saja, tetapi juga kearah eksternal yang didukung oleh seluruh partner di dalam lini end to end supply chain-nya. Masing-masing pihak yang terlibat harus saling memberikan kontribusi positif dan bersinergi untuk mencapai “win-win benefit”.
Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh Walmart dan Toyota untuk mencapai keunggulan kompetitif adalah melakukan supplier collaboration yang mengutamakan kerja sama jangka panjang. Supplier collaboration diperlakukan sebagai sebuah aset strategi yang menguntungkan.
Kolaborasi berasal dari kata latin “co” dan “labore” yang artinya bekerja sama antar perusahaan yang saling membutuhkan satu sama lainnya dengan satu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kesuksesan sebuah kolaborasi tergantung pada bagaimana perusahaan mengembangkan kepercayaan antara kedua belah pihak sehingga bisa terjadi sharing information, perencanaan sistem dan pengembangan produk secara bersama dan terintegrasi sejak tahap awal. Dengan keterbukaan tersebut, maka dapat meningkatkan suppy chain visibility dan saling selaras yang dapat mencegah terjadinya bullwhip effect, yaitu meningkatnya variabilitas dan ketidakpastian demand dari downstream supply chain ke upstream supply chain. Semua aliran barang dan informasi dapat diprediksi dengan baik dan tingkat akurasi yang tinggi.
Sebagai maka keuntungan yang bisa diperoleh dengan adanya supplier kolaborasi adalah sebagai berikut:
- Menurunkan tingkat persediaan
- Menaikkan tingkat pemenuhan
- Menurunkan biaya
- Menurunkan tingkat out of stock
- Mempercepat lead time
- Meningkatkan tingkat layanan kepada pelanggan
- Mempercepat pengambilan keputusan
Salah satu cara ampuh untuk menjalankan kolaborasi supplier adalah melalui supplier portal. Dengan aplikasi ini, maka bisa mengurangi biaya transaksional. Interaksi dengan supplier dilakukan melalui bantuan teknologi dan mengurangi frekuensi tatap muka.
Supplier portal memungkinkan supplier bisa mengakses informasi secara langsung melalui sebuah web. Sebuah integrasi sistem dibangun antara customer dan supplier dengan menampilkan elemen kolaborasi seperti tingkat layanan yang diberikan (service level) dan juga tingkat persediaan yang diharapkan. Contoh aplikasi dalam penerapan supplier collaboration adalah:
- Supplier Managed Inventory, yang lebih dikenal dengan Vendor Managed Inventory (VMI)
- Pull system dengan kanban
Gambar: Global Konsep Vendor Managed Inventory (VMI)
Strategi Walmart untuk menekan biaya agar bisa memberikan harga murah kepada pelanggannya adalah melalui penerapan VMI dengan supplier-nya yaitu Procter & Gamble. Pada VMI, maka visibility akan meningkat dan P&G bisa memberikan sebuah value added service kepada Walmart dengan melakukan pengelolaan persediaan secara automatic replenishment. P&G diberi akses untuk melihat actual demand dan tingkat persediaan. Ketika persediaan mencapai titik minimal, maka secara otomatis P&G akan mengisi kembali persediaan tersebut. Tentunya biaya pemesanan akan turun drastis karena tidak lagi diperlukan monitor kedatangan yang dilakukan oleh personel bagian pengadaan setiap harinya. Keuntungan dari sisi supplier adalah terjalinnya kerjasama jangka panjang dan jumlah pesanan yang lebih pasti dan terencana sehingga meningkatkan jaminan penjualan dan cash flow dapat diatur dengan lebih baik.
Toyota adalah contoh perusahaan yang sukses menerapkan pengelolaan persediaan dengan pull system yaitu memproduksi barang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Tingkat persediaan sangat diminimalkan bahkan dihilangkan dengan mengatur kedatangan barang secara Just In Time (JIT). Dalam konsep JIT, persediaan adalah musuh besar yang harus dihilangkan. Sinyal akan adanya kebutuhan ditandai dengan diterbitkannya kartu kanban. Bahkan menyesuaikan perkembangan jaman, guna meningkatkan efisiensi saat ini digunakan kanban yang dikirim melalui internet yang dikenal dengan e-kanban. Pengendalian persedian dengan kanban jauh lebih simpel dibanding dengan proses pengadaan konvensional karena proses pemesanan yang singkat dengan jumlah pesanan yang disesuaikan dengan real demand. Di Jepang, lokasi supplier dengan pabrik Toyota didesain saling berdekatan untuk mempercepat pengiriman dan mempermudah komunikasi kedua belah pihak.
Secara umum, baik VMI maupun kanban, diperlukan pertukaran informasi secara terbuka dan kepercayaan antara kedua belah pihak agar bisa menghasilkan informasi permintaan yang lebih akurat. Kesuksesan kolaborasi supplier akan berkontribusi mengurangi total biaya end to end sebesar 2 – 3 % yang tentunya akan berdampak pada finansial perusahaan.
Download Artikel ini:
Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Melalui Kolaborasi Supplier (525.8 KiB, 977 hits)