JAKARTA — Pelaku usaha logistik mendesak tarif bongkar muat kargo umum nonkontainer di Pelabuhan Tanjung Priok bisa dipangkas untuk menggairahkan perekonomian nasional.
Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengatakan melambungnya biaya logistik di Tanjung Priok akibat tarif bongkar muat kargo nonkontainer yang diberlakukan oleh perusahaan bongkar muat (PBM) sangat tinggi.
Selama ini, kegiatan bongkar muat kargo umum nonkontainer atau breakbulk di Priok lebih didominasi oleh barang kebutuhan pokok, industri pengolahan, dan untuk pengembangan infrastruktur di dalam negeri.
Menurutnya, penetapan penghitungan tarif bongkar muat di Priok itu ternyata juga mempertimbangkan adanya beban biaya sharing bongkar muat antara perusahaan bongkar muat (PBM) dan operator pelabuhan sebesar 40%.
“Selain itu juga adanya beban biaya dana pembinaan asosiasi sebesar Rp400 per ton terhadap biaya bongkar muat. [Kini] dana pembinaan saat ini sudah dihilangkan, tetapi tarif bongkar muat di Priok belum juga diturunkan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (18/5).
Sumber dan berita selengkapnya:
Bisnis Indonesia, edisi cetak Jumat, 19 Mei 2017
Salam,
Divisi Informasi