Penanganan jasa kepelabuhanan yang berasal dari kegiatan importasi barang berstatus less than container load (LCL) di kawasan pergudangan pelabuhan Tanjung Priok berkontribusi pada melambungnya biaya logistik nasional hingga mencapai ratusan milliar rupiah per tahun.
Sekretaris Dewan Pelabuhan Tanjung Priok Subandi mengatakan beban biaya logistik itu muncul akibat tidak adanya pengawasan dari instansi teknis terkait dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
“Hitungan kami (Dewan Pelabuhan Priok), biaya tinggi logistik yang muncul dalam penanganan kargo LCL di Priok itu setiap tahunnya bisa mencapai ratusan milliar rupiah,”ujarnya kepada Bisnis, Kamis (15/10/2015).
Dia mengasumsikan, kargo berstatus LCL di pelabuhan Tanjung Priok rata-rata mencapai 1.200-1.500 kontainer per bulan atau 14.400-18.000 kontainer per tahunnya.
Adapun importasi LCL merupakan kegiatan importasi yang umumnya dilakukan menggunakan kontainer yang pemilik barangnya lebih dari satu perusahaan. Pada umumnya, kata dia, bisa saja dalam satu kontainer tersebut dimiliki oleh 5-10 perusahaan importir/consigne berstatus LCL.
Sumber dan berita selengkapnya:
http://suaracargo.com/2015/10/16/bpp-ginsi-cargo-berstatus-lcl-harus-ditangani-lebih-serius/