Proses digitalisasi logistik domestik dinilai paling penuh tantangan dibandingkan dengan digitalisasi logistik untuk perdagangan luar negeri alias ekspor dan impor serta proses perdagangan cross border sekalipun. Hal ini karena masih banyaknya pemain konvensional di tingkat lokal.
Asisten Deputi Bidang Logistik Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Erwin Raza, menuturkan bahwa lebih rumit membangun digitalisasi untuk bisnis proses logistik domestik.
“Digitalisasi domestik itu lebih rumit, mulai dari inland atau transportasi darat, permasalahannya sangat rumit. Terkait dengan dokumen saja kita tidak ada standardisasinya dan bagaimana digitalisasinya. Belum lagi, [menyangkut] tracking atau pelacakannya,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (28/2).
Dia juga menyebut bahwa sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai standardisasi dan pelacakan dalam logistik domestik.
“Sekarang ini lebih luas lagi, karena ada yang proses bisnisnya konvensional ada yang elektronik. Apalagi bicara digitalisasi, mengubah pola pikir semua. Mau tidak mau saling membangun kepercayaan, karena kepercayaan itu penting,” katanya
Konsultan Senior Supply Chain Indonesia (SCI), Zaroni Samadi, menilai dalam rangka membangun digitalisasi logistik dibutuhkan prakondisi berupa persiapan standardisasi proses logistik dan edukasi perubahan pola pikir.
Dia menjelaskan sistem e-logistics atau digitalisasi logistik sangat dibutuhkan guna meningkatkan kinerja terutama bagi pengguna jasa logistik. “E-logistics diharapkan dapat mempercepat proses informasi pergerakan material atau produk, aliran informasi, cash flow, dan aliran informasi dokumen logistik,” ungkapnya.
Sumber dan berita selengkapnya:
Bisnis Indonesia, edisi cetak Jumat, 1 Maret 2019.
Salam,
Divisi Informasi