Aturan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan mengenai penggunaan mata uang rupiah untuk semua transaksi di pelabuhan sepertinya sulit diterapkan di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia II. Perusahaan pelat merah itu menilai, penerapan keseluruhan aktivitas pelabuhan dengan menggunakan mata uang rupiah justru akan mempermahal ongkos yang dikeluarkan konsumen.
Mereka menegaskan kalau aktivitas pelabuhan yang dilakukannya selama ini tidak mempengaruhi pergerakan kurs yang terjadi belakangan ini. “Buat apa diterapkan kalau akhirnya ini justru membuat mahal semua pihak,” kata Dirut Pelindo II RJ Lino kepada Kontan, Selasa (17/3/2015).
Menurut dia, pendapatannya dalam bentuk dollar AS selama ini hanya diperoleh dari perusahaan pelayaran untuk aktivitas luar negeri. Pemilik barang yang akan mengekspor atau mengimpor barangnya ke luar negeri maka ia harus membayar container handling charge (CHC) dan surcharge dalam bentuk dollar kepada shipping line yang rata-rata perusahaan asing.
Meski Pelindo II masih menerima pendapatan dalam bentuk dollar AS, Lino memastikan jumlah tersebut tidak besar. Ia lalu mencontohkan, jika biasanya shipping line asing itu menerapkan biaya sekitar 1.500 dollar AS per TEU untuk ekspor tujuan Eropa atau USA, maka pada kenyataannya Pelindo II hanya menerima pembayaran dari shipphing line tersebut sebesar 83 dollar AS atau sekitar 5,5 persen.
Kata Lino penerapan tarif dalam bentuk dollar AS ini sudah diizinkan oleh Undang-undang. Menurut dia, jika tarif dikenakan dalam bentuk rupiah, ketentuan itu justru akan mempengaruhi minat investor asing yang hendak berinveasi.
Sumber dan berita selengkapnya:
http://suaracargo.com/2015/03/18/3047/