Perusahaan perdagangan online atau e-commerce kemungkinan bakal mengenakan biaya tambahan kepada konsumen mulai tahun depan. Hal ini antara lain seiring berlakunya biaya transaksi pada sistem pembayaran menggunakan QR Indonesia Standard atau QRIS dan ketentuan baru terkait pajak dan bea masuk impor melalui e-commerce.
Sesuai ketentuan Bank Indonesia, biaya transaksi atau merchant discount rate (MDR) QRIS sebesar 0,7% bakal menjadi beban para pedagang pada Januari 2020. Adapun pemerintah mulai 31 Januari menurunkan batas nilai impor bebas bea masuk dari US$ 75 menjadi US$ 3 dan menghapus batasan nilai impor bebas pajak melalui e-commerce.
“Switching di Gerbang Pembayaran Nasional 1%, di QRIS 0,7%. Jadi sudah pasti QRIS lebih murah,” kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Pungky Wibowo, beberapa waktu lalu.
Selain itu, menurut aturan BI, terdapat keringanan tarif MDR QRIS diberikan untuk transaksi pembayaran pendidikan menjadi hanya 0,6% dan transaksi pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU menjadi 0,4%. Selain itu, transaksi terkait penyaluran bantuan sosial pemerintah juga dikecualikan atau tak dikenakan biaya MDR.
Saat ini, menurut Pungky, ada sekitar 100 ribu mitra pedagang yang mengimplementasikan QRIS. BI memperkirakan jumlahnya akan mencapai 2-3 juta pedagang pada 2030.
AVP Public Policy and Government Relations Bukalapak, Bima Laga, menjelaskan pihaknya menyambut positif dan siap menerapkan aturan yang telah ditetapkan regulator. Namun, ia enggan berkomentar terkait dampak kebijakan tersebut terhadap biaya tambahan yang mungkin dikenakan kepada konsumen atas transaksi pada platform tersebut.
“Bukalapak mewajibkan setiap barang yang diunggah harus sudah menunaikan seluruh kewajibannya,” ujar Bima kepada Katadata.co.id, Senin (30/12).
Sumber dan berita selengkapnya:
https://katadata.co.id/berita/2019/12/30/e-commerce-berpotensi-kenakan-biaya-tambahan-pada-2020
Salam,
Divisi Informasi