Fast moving consumer goods (FMCG) merupakan barang-barang “non-durable” yang diperlukan untuk penggunaan sehari-hari. Konsumen biasanya membeli produk kategori ini sekurangnya sekali dalam sebulan. Di semua negara, konsumen mengeluarkan anggaran paling besar pada sektor ini.
FMCG merupakan salah satu sektor yang berkembang sangat cepat dan dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Untuk kuartal I tahun 2010, misalnya, data Nielsen menunjukkan bahwa produk FMCG tumbuh sebesar 8% dibanding periode yang sama tahun 2009. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal I 2009 yang hanya 5%.
Beberapa pemain besar dunia menguasai sektor ini, seperti Unilever, Procter & Gamble (P&G), dan Nestle.
Produk FMCG dapat dikelompokkan dalam tiga kategori produk, yaitu perawatan pribadi (personal care), perlengkapan rumah tangga (household care), serta makanan dan minuman (food & beverages). Produk perawatan pribadi seperti pasta gigi, shampoo, kosmetik, parfum, dll. Perlengkapan rumah tangga seperti sabun cuci, pembasmi serangga, dll. Food & beverages misalnya minuman ringan, teh, kopi, sayuran, dsb.
Karakteristik FMCG dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif konsumen dan perspektif pelaku pemasaran. Dari perspektif konsumen, karakteristik FMCG ditunjukkan dengan frekuensi pembelian produk yang tinggi, keterikatan yang rendah, dan harga yang murah. Dari perspektif produsen, karakteristiknya adalah volume penjualan yang tinggi, penggunaan saluran distribusi yang ekstensif, dan turnover persediaan yang tinggi.
Karakteristik FMCG di atas seringkali mengakibatkan munculnya permasalahan di sisi produsen. Volume penjualan yang tinggi, misalnya, menuntut produsen untuk dapat menjaga kapasitas produksinya. Kapasitas produksi ini tidak sekedar tersedianya kapasitas mesin dan tenaga kerja. Masalah ketersediaan kapasitas ini seringkali justru muncul dari sisi pasokan bahan mentah, baik dari aspek jenis dan jumlah pasokan, maupun kontinuitasnya. Pasokan bahan mentah yang perlu diperhatikan tidak hanya pada bahan utama saja. Keterlambatan proses produksi bisa terjadi karena ketidaktersediaan bahan pendukung. Bahkan, ketidaktersediaan material packaging, bisa mengakibatkan terganggunya proses produksi atau keterlambatan penyampaian produk ke retailer. Dari perspektif logistik, hal ini merupakan permasalahan aspek inbound logistics.
Di sisi lain, produsen juga menghadapi permasalahan pada aspek outbound logistics. Permasalahan bisa terjadi pada proses pemenuhan permintaan atau pengiriman produk jadi kepada retailer. Hal ini dapat terjadi karena berbagai penyebab, seperti ketidaktersediaan jenis dan jumlah produk yang diminta, ataupun tidak tersedianya armada pengiriman.