JAKARTA, KOMPAS – Ketergantungan Indonesia terhadap kapal impor hingga saat ini masih tinggi. Pemerintah harus memberikan dukungan kebijakan, terutama fiskal, agar industri galangan kapal dalam negeri mampu menggarap besarnya potensi kebutuhan kapal di Indonesia.
“Tanpa dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, Indonesia hanya akan menjadi pasar,” kata Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy K Logam di Jakarta, Rabu (13/8).
Menurut Eddy, pelaksanaan asas kabotase yang merujuk pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 merupakan langkah awal positif dalam mendorong peningkatan populasi kapal berbendera Indonesia.
Indonesia posisi ketiga
Sebagai perbandingan, kata Eddy, industri galangan kapal di negara lain tidak terbebani cukai dan PPN komponen kapal. Industri galangan kapal Indonesia saat ini berada di posisi ketiga setelah Malaysia dan Vietnam.
Jenis kapal yang diproduksi Malaysia, Vietnam, dan Indonesia, misalnya, tanker, kapal tunda, tongkang, kargo, dan kapal penunjang kegiatan terkait minyak dan gas. Harga kapal produksi Malaysia dan Vietnam saat ini lebih murah 5-11 persen dibandingkan kapal produksi galangan kapal Indonesia.
“Apabila bea masuk dan PPN komponen kapal dihapus, dalam dua tahun kapasitas nasional terpasang dapat dioptimalkan hingga 100 persen. Dalam kurun waktu tersebut, industri galangan kapal Indonesia akan mampu melewati Vietnam dan Malaysia.
Penerapan asas kabotase
Tingkat utilisasi pemeliharaan atau reparasi kapal saat ini sudah memenuhi kapasitas nasional terpasang yang sebesar 12 juta DWT per tahun.
Menurut Eddy, optimalnya kapasitas nasional terpasang untuk pemeliharaan atau reparasi kapal tersebut merupakan dampak positif penerapan asas kabotase.
Sumber dan berita selengkapnya:
Kompas, edisi cetak 14 Agustus 2014