Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
METODE JAJAK PENDAPAT
Jajak pendapat dilakukan oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan Supply Chain Indonesia (SCI) melalui beberapa media sosial SCI pada 4-10 Januari 2016 dengan responden sebanyak 112 orang yang terdiri atas para praktisi, akademisi, birokrasi, pemerhati, dan pemangku kepentingan lainnya dalam sektor logistik. Sampling error jajak pendapat ini sebesar 5%. Hasil jajak pendapat tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat semua pemangku kepentingan sektor logistik Indonesia.
HASIL DAN ANALISIS JAJAK PENDAPAT
Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 48,2%, menyatakan bahwa kinerja sektor logistik Indonesia secara umum pada 2015 tetap dibandingkan dengan 2014. Penilaian ini dapat diperkuat dari data responden yang menyatakan kinerja sektor logistik 2015 lebih baik atau lebih buruk dari 2014 yang masing-masing berjumlah sama, yaitu 25,0%.
Pada 2015, volume bisnis logistik dan stabilitas iklim bisnis relatif tetap, sedangkan biaya logistik tetap tinggi karena inefisiensi pada sejumlah aktivitas. Tahun 2015 merupakan masa wait and see menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Selain itu, implementasi Sistem Logistik Nasional (Sislognas) pada 2015 (yang merupakan implementasi Tahap I 2011-2015) belum efektif.
Sebanyak 78,6% responden menyatakan tidak puas atas kinerja Pemerintah secara keseluruhan dalam meningkatkan kinerja sektor logistik Indonesia tahun 2015.
Ketidakpuasan antara lain terjadi karena para pihak belum melihat perencanaan pembangunan sektor logistik secara jelas. Selain itu, pembangunan infrastruktur belum memberikan dampak yang signifikan terhadap efisiensi logistik.
Sebanyak 58,9% responden yakin bahwa kinerja sektor logistik Indonesia akan membaik pada 2016, namun sebanyak 33,9% responden tidak yakin. Optimisme sebagian besar responden sejalan dengan rencana Pemerintah untuk mempercepat dan meningkatkan penyerapan anggaran yang akan berdampak terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemberlakuan MEA akan mendorong peningkatan volume logistik di Indonesia.
Sebagian responden yang tidak yakin terhadap perbaikan kinerja sektor logistik Indonesia 2016 berangkat dari kondisi kinerja tahun 2015.
Para pelaku usaha mempersiapkan berbagai strategi dalam memasuki tahun 2016, termasuk untuk menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi dalam MEA.
Faktor-faktor Pengaruh
Kinerja sektor logistik dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, yaitu: infrastruktur, regulasi, birokrasi, sumber daya manusia, teknologi informasi, dan jaringan kerja (network). Faktor-faktor tersebut berinteraksi secara dinamis.
Dari beberapa faktor tersebut, responden menyatakan infrastruktur dan regulasi sebagai dua faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja sektor logistik, dengan masing-masing mendapatkan penilaian sebesar 75,9% sebagai sangat berpengaruh.
Sebanyak 66,1% responden menyatakan birokrasi dan sumber daya manusia (SDM), masing-masing, sebagai faktor yang sangat berpengaruh berikutnya. Selanjutnya adalah teknologi informasi (64,3%) dan jaringan kerja (61,6%).
Pemerintah diharapkan dapat mengembangkan infrastruktur, berkaitan dengan jumlah dan kapasitas, dan penyebarannya. Selain itu, pengembangan infrastruktur perlu direncanakan sesuai dengan karakteristik geografis Indonesia yang membutuhkan sistem transportasi multimoda dengan transportasi laut sebagai backbone-nya.
Pada 2016 Pemerintah diharapkan memperbaiki sejumlah regulasi. Selain regulasi yang mendukung efisiensi logistik, diharapkan pula regulasi yang “memproteksi” pelaku usaha domestik. Selain itu, penegakan regulasi di lapangan sangat diharapkan. Misalnya, penegakan masalah overload yang berdampak terhadap kerusakan infrastruktur, kelancaran dan keselamatan lalu lintas, serta persaingan usaha.
Dalam subsektor jasa air cargo, regulasi harus selaras dengan berbagai regulasi internasional dari ICAO/IATA, European Union, dan FAA-USA. Selain itu, Indonesia harus meratifikasi the Montreal Convention 1999 dan menggunakan e-Freight Program dari IATA untuk pengesahannya.
Para pelaku usaha juga mengharapkan perbaikan dalam proses sosialisasi regulasi, baik kepada pelaku usaha maupun petugas pelaksana.
Proses perizinan diharapkan lebih transparan dan efisien, termasuk dengan penerapan sistem informasi secara terintegrasi.
Kebijakan dan sistem dinilai sudah semakin baik, namun masih perlu diikuti dengan peningkatan kinerja para personilnya, termasuk dalam proses kepabeanan. Pemerintah diharapkan bisa memberikan sanksi tegas kepada para oknum petugas yang menyalahgunakan kewenangannya, baik dalam proses administrasi maupun di lapangan.
Peningkatan kompetensi SDM perlu terus dilakukan berbagai pihak, termasuk dengan mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Sertifikasi profesi menjadi semakin penting dengan pemberlakuan MEA. Pemerintah didorong membuat cetak biru sistem pengupahan dalam jangka panjang.
Dalam perbaikan kinerja sektor logistik, teknologi informasi digunakan untuk mengintegrasikan proses-proses logistik perusahaan, termasuk proses antar wilayah. Selain itu, teknologi informasi juga dapat digunakan oleh Pemerintah untuk mengontrol arus barang agar lebih efisien.
Jaringan kerja antar perusahaan penyedia jasa logistik (PJL) menjadi daya saing yang semakin penting dalam globalisasi. Selain dengan pengembangan jaringan kerja global, PJL Indonesia harus terus mengembangkan kompetensinya, termasuk dengan menerapkan standardisasi proses dan teknis. Selain itu, kerja sama antar pelaku (prinsipal, distributor, transporter, warehouse operator, dll.) juga sangat penting untuk menciptakan efisiensi logistik.
Peranan Pemerintah sangat diharapkan untuk memfasilitasi pencapaian efisiensi logistik tersebut.