Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP. | Head of Consulting Division at Supply Chain Indonesia
Produk halal telah menjadi kebutuhan penting bagi pemeluk agama Islam. Negara perlu menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya dengan memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. Pengertian produk dalam hal ini adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. Produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya. Oleh karena itu, UU mewajibkan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Suatu produk disebut produk halal bila sesuai dengan syariat Islam. Halal adalah segala sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat untuk dikonsumsi. “Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS al-A’raf [7]: 157). “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terbaik di bumi.” (QS al-Baqarah [2]: 168).
Mengacu syariat Islam, kriteria halal:
- Halal zatnya, yaitu produk yang halal menurut zatnya adalah produk yang dari dasarnya halal untuk dikonsumsi, dan telah ditetapkan kehalalannya dalam Alquran dan Hadits.
- Halal cara memperolehnya, yaitu produk yang diperoleh dengan cara yang baik dan sah. Produk akan menjadi haram apabila cara memperolehnya dengan jalan yang batil karena itu bisa merugikan orang lain dan dilarang oleh syariat.
- Halal cara pengolahannya, yaitu produk yang semula halal dan akan menjadi haram apabila cara pengolahannya tidak sesuai dengan syariat agama. Banyak sekali produk yang asalnya halal, tetapi karena pengolahannya yang tidak benar menyebabkan makanan itu menjadi haram.
Kriteria ketiga mensyaratkan adanya proses produk halal, yang mencakup rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.
Dari lingkup rangkaian kegiatan ini diperlukan suatu sistem rantai pasok yang menjamin proses produk halal. Di Indonesia pengakuan kehalalan suatu produk dikeluarkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI dengan memberikan sertifikasi produk halal. Tanda kehalalan suatu produk ditunjukkan dengan pemberian label halal.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 atau sebanyak 207.175.708 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, kebutuhan akan produk halal di Indonesia tentu memiliki nilai ekonomi yang sangat besar.
Selain itu, dalam beberapa tahun mendatang permintaan akan produk halal semakin meningkat, tidak hanya karena populasi penduduk muslim di Indonesia yang besar dan kesadaran akan menjalankan ajaran agama semakin meningkat, namun juga didorong oleh beberapa faktor antara lain: pasar bebas, perdagangan lintas negara, dan peningkatan ekonomi halal di seluruh dunia.
Peningkatan permintaan produk halal yang semakin meningkat mendorong kebutuhan pentingnya logistik halal. Sebagai bagian dari manajemen rantai pasok produk halal, logistik halal berperan penting dalam proses penyimpanan, transportasi, dan distribusi produk-produk halal ke konsumen. Sistem logistik halal harus menjamin bahwa produk-produk tetap terjamin kehalalannya selama proses kegiatan logistik, baik di gudang, depo, terminal, alat angkut, dan pengemasan.
Logistik halal merupakan proses mengelola pengadaan, pergerakan, penyimpanan, dan penanganan material, ternak, dan persediaan barang setengah jadi baik makanan dan bukan makanan bersama dengan informasi terkait dan aliran dokumentasi melalui organisasi perusahaan dan rantai pasok yang patuh terhadap prinsip-prinsip umum syariah (Malaysia Institute of Transport). Tieman, Vorst, dan Ghazali (2012) menjelaskan prinsip-prinsip dalam logistik halal bahwa produk halal dipisahkan dari produk non-halal untuk:
- Menghindarkan kontaminasi.
- Menghindarkan kesalahan.
- Menjamin konsistensi dengan syariah dan harapan pelanggan Muslim.
Dalam konteks sistem manajemen rantai pasok, proses produk halal mencakup kegiatan: produksi, pengolahan dan pengemasan, penyimpanan, dan peritelan produk sampai ke pelanggan.
Proses produk halal mensyaratkan lokasi, tempat, dan alat pengolahan produk halal wajib dipisahkan dengan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk tidak halal. Selain itu UU mensyaratkan agar lokasi, tempat, dan alat pengolahan produk halal: dijaga kebersihan dan higienitasnya, bebas dari najis dan bebas dari bahan tidak halal. Aktivitas halal akan mengendalikan proses logistik halal di pergudangan, transportasi, dan depo.
Pengembangan Logistik Halal di Indonesia
Gerakan logistik halal telah diinisiasi oleh Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) yang mendukung logistik halal (Bisnis Indonesia, 15 Desember 2015), dan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) melalui anak perusahaan IPC Logistic Services akan menggarap pelabuhan halal pertama di Indonesia (Kompas, 26 Oktober 2015).
Di Indonesia saat ini pengembangan produk halal masih pada tahap sertifikasi dan pemberian label halal pada produk halal. Pengembangan logistik halal di Indonesia perlu diarahkan untuk sertifikasi logistik halal dalam sistem rantai pasok secara menyeluruh mulai dari pengadaan bahan baku, pergudangan, transportasi, dan distribusi, kemudian dikembangkan pada rantai nilai produk halal dengan membangun kawasan “halal logistics park”, kewirausahaan produk halal, kawasan “industri dan UKM produk halal”, dan pengembangan ekspor produk-produk halal, serta dukungan dari sistem keuangan atau perbankan syariah dalam pembiayaan produk-produk halal.
Pengembangan logistik halal di Indonesia perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan (Togar M. Simatupang, 2016). Selanjutnya, Togar (2016) menjelaskan bahwa setidaknya, pemangku kepentingan utama dalam mengembangkan logistik halal adalah:
1. Inisiator atau asosiasi logistik halal.
Inisiator melakukan campaign produk halal dan logistik halal ke berbagai segmen masyarakat, untuk menyadarkan pentingnya logistik halal untuk pengelolaan rantai pasok produk-produk.
2.Regulator
Pemerintah sebagai regulator sistem logistik halal perlu memberikan kebijakan sistem logistik halal, yang mencakup kebijakan infrastruktur, regulasi, standardisasi pergudangan logistik halal, standardisasi transportasi logistik halal, sertifikasi logistik halal, pengawasan, dan pembinaan pelaku usaha penyedia jasa logistik halal. Dalam melaksanakan fungsi ini, pemerintah dapat membentuk Badan Logistik Halal Indonesia.
3.Perguruan tinggi atau edukator
Perguruan tinggi berperan sebagai pusat studi dan riset logistik halal dan pengembangan kompetensi SDM dan organisasi logistik halal.
Riset logistik halal diarahkan untuk mengembangkan sistem logistik, infrastruktur, teknologi, dan proses bisnis logistik halal. Riset juga diarahkan untuk pengembangan pasar logistik halal, baik segmen pasar domestik maupun internasional.
4.Penyedia teknologi
Penyedia teknologi logistik halal akan memberikan dukungan teknologi, baik teknologi material handling, ICT, maupun transportasi yang diperlukan dalam proses operasi logistik halal.
5.Jasa penyedia logistik halal
Jasa penyedia logistik halal merupakan perusahaan 3PL yang menyediakan jasa pengelolaan logistik halal. Diperlukan standardisasi dan sertifikasi SDM dan organisasi perusahaan penyedia logistik halal ini.
6.Produsen
Produsen berperan penting sebagai penyedia produk-produk halal, dan memastikan bahwa produk-produk telah mendapat sertifikasi halal.
7.Pelanggan
Pelanggan sebagai pengguna produk halal memperoleh layanan dan produk halal sesuai standar dan sertifikasi produk halal dan logistik halal.
Dari aspek komersial, pengembangan logistik halal ini akan memberikan peluang bisnis (Togar, 2016):
- Jasa logistik (third-party logistics atau fourth-party logistics)
- Solusi teknologi informasi
- Jasa halal logistics park, pabrik, dan gudang
- Pengembangan dan pemeliharaan aset
- Jasa konsultan rantai pasok
- Perancangan dan pengadaan penanganan bahan dan sistem rak
- Pelatihan dan sertifikasi kompetensi
- Jasa pembersihan dan pemeliharaan fasilitas logistik
Pengembangan logistik halal di Indonesia dalam beberapa tahun mendatang perlu didorong dan diarahkan untuk pengelolaan logistik halal dalam sistem manajemen rantai pasok secara terintegrasi.
Cetak biru pengembangan logistik halal perlu segera disusun, sebagai rencana induk pengembangan logistik halal di Indonesia. Setidaknya, dalam penyusunan rencana induk ini mencakup beberapa isu penting: koordinasi kelembagaan, kebijakan dan regulasi, pengembangan industri, edukasi masyarakat, integritas halal, sektor prioritas, teknologi, kompetensi SDM, dan penelitian dan pengembangan. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mewujudkan logistik halal di Indonesia. Jalan panjang untuk implementasi logistik halal ini.
23 November 2016.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan/atau sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, serta tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI- Artikel Jalan Panjang Logistik Halal di Indonesia (659.0 KiB, 922 hits)