Oleh: Rudy Sangian | Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Kegiatan dipelabuhan tidak terlepas dari kegiatan ekspor impor, dalam proses di kegiatan ini, dikarenakan barang yang dikirim atau didatangkan antar lintas negara, maka sering sekali menimbulkan permasalahan salah satunya adalah permasalahan dokumen, hal ini sangat berpengaruh terhadap dwelling time di Pelabuhan.
Mata rantai inbound untuk kegiatan impor di pelabuhan mencakup 3 gerakan, yaitu:
- Gerakan fisik kapal
- Gerakan fisik barang
- Gerakan dokumen
Pengertian dwelling time dilihat dari masing-masing ketiga poin di atas adalah:
- Waktu inap barang pada gerakan fisik kapal mulai dari kapal pada posisi labuh sampai dengan kapal pada posisi bertambat.
- Waktu inap barang pada gerakan fisik barang setelah dibongkar dari kapal (impor) dan ditempatkan di lini I quay yard.
Tidaklah tepat menggunakan istilah pre-customs-clearance, customs clearance dan post-customs clearance karena:
- Dwelling time itu tidak hanya pada barang-barang dalam pengawasan Pabean, tetapi ada juga barang-barang domestik yang berpengaruh terhadap kapasitas/daya tampung lini I quay yard sehingga berpengaruh kepada dwelling time. Luas lahan lini I quay yard Priok sebesar 152.3 Ha itu tidak hanya menumpuk barang-barang dalam pengawasan Bea Cukai tetapi ada juga barang-barang domestik.
- Pada kotak pre-customs-clearance, lebih banyak gerakan fisik kapal dan Bea Cukai tidak punya kewenangan selain KSOP dibawah Kemenhub untuk menerbitkan SPOG, Sehingga, ada kata customs pada pre-customs-clearance itu menjadikan terminologi-nya tidak tepat.
- Pada kotak post-customs-clearance, Bea Cukai hanya beperan pada pertanggungjawaban barang yang diawasinya dan menerbitkan SPPB, demikian pula Operator Pelabuhan (Pelindo I, II, III dan IV) hanya sebagai aktor yang melayani dan setelah Pengguna Jasa membayar jasa penumpukan kontainer dan lo–lo maka selebihnya bukan lagi kuasa Operator Pelabuhan. Jika SPPB dan SP2 sudah terbit maka selebihnya itu adalah dalam kuasa dan profesionalisme penyedia jasa logistik untuk berkoordinasi dengan perusahaan truk mengambil barang-barang di lini I quay yard secepatnya. Dengan demikian ada kata customs pada post-customs-clearance itu menjadikan terminologi-nya tidak tepat.
Penjelasan di atas ini nyata di lapangan tetapi di Indonesia masih menggunakan istilah asing, seperti: pre-customs-clearance, customs clearance dan post-customs-clearance untuk menyelesaikan permasalahan dwelling time pelabuhan di Indonesia khususnya di Priok.
Mari kita lihat gambar di bawah ini, mengenai pengurusan dokumen diserahkan dan diselesaikan terlebih dahulu sebelum kapal datang di pelabuhan (bertambat).
A. MEMBAYAR BIAYA TERLEBIH DAHULU UNTUK LAMANYA KAPAL BERTAMBAT
Waktu kapal bertambat di dermaga tidak dapat dipastikan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
- Cuaca saat itu tidak mendukung kegiatan bongkar
- Ketersediaan alat terbatas atau alat tiba-tiba rusak
- Ketersediaan lahan bongkar di lini I quay yard
- Kepastian kedatangan truk di pelabuhan
Seberapa besarkah seseorang harus membayar jasa tambat kapal sementara lamanya kapal berada di tambatan itu tidak dapat dipastikan oleh karena keempat hal tersebut di atas, dengan demikian, esensi dokumen diserahkan sebelum kapal datang itu tidak menyelesaikan dwelling time.
B. MEMBAYAR BIAYA TERLEBIH DAHULU UNTUK BARANG YANG AKAN DISIMPAN DI LINI I QUAY YARD
Lamanya barang di lini I quay yard dipengaruhi oleh lamanya barang diperiksa oleh Bea Cukai, jika barang terkena SPJM.
Berapa besarkah seseorang harus membayar jasa penumpukan kontainer di lini I quay yard sementara lamanya barang yang terkena SPJM itu tidak dapat dipastikan karena tergantung pada jenis komoditi impor tersebut, misalnya contoh yang ekstrim, yaitu: bahan kimia di dalam packaging kontainer tersebut, jika dicampurkan dengan bahan kimia lainnya dapat dijadikan bom dan sebagainya, dengan demikian, esensi dokumen diserahkan sebelum kapal datang itu tidak menyelesaikan dwelling time.
C. MEMBAYAR BIAYA TERLEBIH DAHULU UNTUK PAJAK IMPOR AGAR BARANG CEPAT KELUAR
Importir tidak mungkin langsung dapat SPPB terlebih dahulu sekalipun sudah di-exercise oleh Bea Cukai sebelumnya baik secara kertas (manual atau elektronik), sementara petugas Bea Cukai belum melihat barang-barang tersebut (jika diperlukan). “Keistimewaan” jalur ini jika disetujui dan dibakukan menjadi suatu SOP yang standard oleh seluruh instansi pemerintah maka mekanisme standard tersebut dapat menjadi celah bagi pelaku usaha lainnya untuk banyak hal dan akhirnya berpotensi pada sisi keamanan dan potensi kehilangan pendapatan pajak impor, dengan demikian, esensi dokumen diserahkan sebelum kapal datang itu tidak menyelesaikan dwelling time.
PENGERTIAN JALUR PRIORITAS
Filosofi kepabeanan saat ini terhadap mereka yang memiliki jalur prioritas bukanlah berarti Bea Cukai tidak dapat memberhentikan alur barang jika dicurigai adanya mekanisme pelanggaran. Artinya jika dicurigai maka SPPB tidak diterbitkan oleh Bea Cukai.
Dengan demikian, esensi dokumen diserahkan sebelum kapal datang itu tidak menyelesaikan dwelling time.
Maka hal ini sesungguhnya bukanlah penyelesaian dwelling time sebagaimana penjelasan saya di atas mengenai bayar dulu semua kewajiban administrasi dan Pajak Impor.
SOLUSI DWELLING TIME YANG BERKENAAN DENGAN ADMINISTRASI DOKUMEN PELABUHAN DAN PABEAN
Perkataan simplifikasi birokrasi layanan pelabuhan dan pabean ini sering kita lihat pada berbagai pernyataan banyak orang di media masa, namun sesungguhnya mereka yang menyatakan hal itu akan diuji penjelasannya dalam berbagai forum seminar dan workshop dan dari situ kita dapat menilai kedalaman pemahamannya.
Dengan demikian, esensi dokumen diserahkan sebelum kapal datang itu tidak menyelesaikan dwelling time.
Download Artikel ini:
Kegiatan Ekspor Impor di Pelabuhan (555.2 KiB, 2,741 hits)