JAKARTA – Pemerintah perlu memberikan sanksi tegas kepada pebisnis yang melakukan transaksi angkutan laut ekspor impor dan biaya kepelabuhanan menggunakan mata uang asing untuk menekan berlanjutnya pelemahan rupiah.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengatakan pembayaran ongkos angkut pelayaran (freight) rute internasional dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok masih menggunakan mata uang dolar AS.
Selain itu, lanjutnya, pembayaran biaya kelebihan waktu penggunaan kontainer (demurrage), jaminan kerusakan peti kemas, termasuk biaya container handling charges (CHC) dan cost recovery juga masih menggunakan mata uang asing.
“Untuk freight, jaminan kontainer dan biaya demurrage yang dibayarkan kepada pelayaran asing melalui agennya di dalam negeri harus menggunakan dolar AS. Pada umumnya mereka [agen pelayaran] tidak mau menerima rupiah meskipun sudah dikonversikan dengan kurs yang berlaku,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (15/3).
Hal yang sama, kata dia, juga terjadi di Pelabuhan utama Tanjung Priok untuk transaksi biaya CHC masih menggunakan dolar AS.
Sumber dan berita selengkapnya:
Bisnis Indonesia, edisi cetak 16 Maret 2015