Togar M. Simatupang
(Sekolah Bisnis dan Manajemen – Institut Teknologi Bandung)
Setijadi
(Logistics & Supply Chain Center – Universitas Widyatama)
Pendahuluan
Fenomena logistik merupakan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh setiap orang dalam pemenuhan kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Sebagai contoh, setiap rumah tangga mengatur kapan dan berapa banyak membeli bahan makanan, menyimpan, mengolah, dan mengkonsumsi makanan tersebut.
Dunia bisnis tidak terlepas dari kegiatan logistik untuk membeli bahan baku yang akan diolah dan dijual atau langsung membeli barang dagangan yang akan dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Perusahaan tambang melakukan perkiraan deposit dan menentukan cara terbaik untuk menambang supaya dapat memaksimumkan perolehan mineral berharga.
Logistik juga menjadi bagian penting dalam sektor pertanian. Petani kerap melakukan kegiatan logistik semisal penentuan komoditas yang akan ditanam, pengadaan faktor-faktor produksi termasuk pupuk dan pestisida, cara memanen, cara mengolah, sampai pada pengantaran hasil panen ke tangan konsumen.
Selain itu, urusan logistik juga terkait dengan kegiatan pemilihan umum yang perlu menentukan lokasi pemungutan suara, menyediakan kotak suara dan tinta, menyimpan sementara barang bukti, sampai mengumumkan hasil penghitungan suara. Sebagai tambahan, logistik merupakan penentu keberhasilan dalam operasi kemanusiaan tatkala bencana alam terjadi.
Kelancaran logistik menentukan efektivitas penyelamatan dan rehabilitasi.
Kegiatan logistik telah menjadi kegiatan rutin yang sering diremehkan. Seakan-akan kegiatan logistik dapat dilakukan tanpa keahlian tertentu yang penting permintaan ada dan perintah pengadaan diberikan maka urusan logistik akan beres dengan sendirinya. Urusan penciptaan permintaan dan pemenuhan permintaan adalah dua hal yang berbeda.
Memang keduanya memerlukan koordinasi tetapi masing-masing memerlukan keahlian tersendiri. Keahlian logistik terdiri dari kompetensi dan pengetahuan tentang kebutuhan barang, pengadaan barang, negosiasi kontrak, pengangkutan, penyimpanan, penggunaan, hingga pembuangan.
Perhatian terhadap logistik menjadi begitu tinggi tatkala terjadi krisis pangan, barang kosong di toko, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), atau ketidaktersediaan bahan baku di dalam negeri.
Pemborosan menjadi akibat langsung dari salah kelola logistik. Sebagai contoh, kelangkaan BBM membuat para pengguna harus antri berjam-jam dan para pebisnis kehilangan produksi. Krisis logistik pangan tentunya lebih parah lagi sampai dapat mengakibatkan kelaparan massal dan kematian.
Memasuki era globalisasi ini, logistik tidak lagi dapat dipandang secara reaktif. Dalam artian, bila ada masalah maka logistik yang dicari. Paradigma baru adalah mengantisipasi prospek dan tantangan di depan sehingga dapat terwujudkan logistik sebagai bagian penting dalam pengambilan keputusan baik pada tataran kebijakan maupun tataran operasional yang dilakukan sehari-hari oleh pebisnis atau komunitas. Dengan kata lain, logistik menjadi salah satu unsur penting dalam mendongkrak daya saing.
Sektor logistik secara makro menentukan daya saing suatu negara. Bila daya saing diartikan sebagai perbandingan produktivitas dan biaya, maka daya saing dapat diukur melalui persentasi ongkos logistik terhadap pendapatan nasional bruto suatu negara. Semakin rendah ongkos logistik maka semakin baik daya saing negara tersebut.
Negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang mengeluarkan ongkos logistik antara 9 hingga 12 persen dari pendapatan nasional bruto (PDB). The Economist pada tahun 2006 memperkirakan ongkos logistik Cina sebesar 21% dari PDB, Thailand sebesar 18%, Singapura sebesar 7%, India sebesar 13%, Masyarakat Eropa sebesar 11%, Jepang sebesar 11%, dan Amerika Serikat sebesar 9%. Ongkos logistik Malaysia diperkirakan sebesar 12-13% dari PDB dan Vietnam sebesar 19-20%. Bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, ongkos logistik Indonesia diperkirakan sekitar 20-25% dari PDB. Jika dihitung dengan PDB tahun 2010 sebesar Rp 2.310,7 triliun atas dasar harga konstan, maka ongkos logistik Indonesia sekitar Rp 500 triliun. Suatu nilai yang tidak sedikit sehingga diperlukan perhatian khusus.
Ongkos logistik Indonesia yang tertinggi di Asia Tenggara merupakan cerminan kondisi sarana, teknologi, kompetensi sumber daya manusia, dan kebijakan logistik yang belum berkembang dengan optimum. Ongkos logistik yang tinggi turut menyumbang ekonomi biaya tinggi yang menyebabkan rendahnya daya saing produk-produk Indonesia. Keadaan ini memerlukan perhatian bersama dari semua pemegang kepentingan dalam bidang logistik. Perbaikan bidang logistik sudah mendesak apalagi dikaitkan dengan pembukaan pasar bebas dengan Cina dan India dalam waktu dekat.
Dengan mempertimbangkan pentingnya peranan logistik baik dalam peningkatan daya saing, maka diperlukan suatu upaya bersama untuk memajukan logistik Indonesia. Pertanyaan yang terlontar adalah apakah Indonesia mempunyai visi logistik bersama yang mendayagunakan logistik sebagai peningkatan daya saing? Tulisan ini bertujuan untuk mengangkat potret logistik Indonesia yang tertinggal dan pentingnya suatu wadah bagi para profesional dan ilmuwan untuk dapat berpartisipasi dalam mendorong kemajuan inovasi logistik di tanah air.
Potret Logistik Indonesia
Kinerja logistik Indonesia dalam peringkat internasional tidaklah membanggakan. Data yang dilansir oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa Indeks Kinerja Logistik Indonesia pada tahun 2010 berada pada peringkat 75 dari survei terhadap 155 negara. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga Indonesia jauh ketinggalan. Singapura menempati urutan ke 2 dunia. Sementara, Vietnam berada pada urutan 53, Filipina pada urutan 44, Thailand pada peringkat 35, dan Malaysia pada peringkat 29.
Rendahnya kinerja logistik Indonesia berdampak terhadap biaya ekonomi tinggi dan mutu pelayanan logistik yang buruk. Indonesia masih harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalannya dengan melakukan perbaikan yang serius pada urusan kepabeanan, prasarana, pengiriman internasional, kompetensi logistik, pelacakan dan penjejakan, dan ketepatan waktu.
Kegiatan logistik pemerintah sering dijadikan sorotan media massa lantaran adanya berbagai penyimpangan pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Jenis penyimpangan yang terjadi antara lain salah prosedur, data fiktif, penyuapan, dan penggelembungan harga. Pengadaan barang dan jasa memang rawan terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa sekitar 80 persen kasus yang ditangani berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Menurut laporan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), kebocoran setiap tahunnya di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah bisa mencapai paling sedikit 20-30 persen dari total anggaran pengadaan belanja barang dan jasa. Nilai kebocoran tersebut mencapai angka Rp 70 triliun. Angka tersebut belum memasukkan kebocoran yang terjadi di daerah.
Pentingnya logistik sebagai pemampu perputaran ekonomi secara kasat mata tercermin dalam Master Plan Pecepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) yang diterbitkan melalui Perpres Nomor 32 Tahun 2011. Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dilakukan melalui pendekatan koridor ekonomi. Harapan koridor ekonomi adalah peningkatan aliran barang dan orang pada suatu kawasan yang terjadi secara bersamaan dengan pengembangan telekomunikasi, energi, kepariwisataan, kesehatan, pendidikan, pertanian, prasarana, dan regulasi akan mendorong berkembangnya sektor swasta. MP3EI berusaha mengurangi hambatan usaha dan menarik investasi pada pembangunan sarana dan prasarana.
Apakah pembangunan sarana dan prasarana akan menciptakan simpul-simpul komersial, perbatasan, gerbang pasar, dan pertukaran? Kunci dari kesuksesan koridor ekonomi adalah kebijakan logistik. Kebijakan Logistik adalah proses perencanaan, fasilitasi, implementasi, pemantauan, dan pengendalian aliran dan penyimpanan barang dalam dan di antara sistem logistik dengan tujuan meningkatkan daya saing bisnis dan keunggulan bersaing daerah. Kebijakan logistik ini belum sepenuhnya menjadi perhatian dalam MP3EI. Koridor ekonomi adalah aras terakhir dari pengembangan logistik.
Aras Pengembangan Logistik dapat digambarkan ke dalam empata aras: Aras 1 – koridor angkutan: terhubung secara fisik, aras 2 – koridor angkutan antar moda: dukungan berbagai moda transportasi, aras 3 – koridor logistik: fasilitasi kelembagaan, teknologi informasi, dan keuangan, dan aras 4 – koridor ekonomi: transaksi dan investasi bisnis antar lokasi.
Kerjasama antar unsur masyarakat dan profesional logistik serta dukungan jaminan hukum mutlak diperlukan dalam pelaksanaan MP3EI. Bila tidak maka prasaran MP3EI dikawatirkan akan terhenti di tengah jalan karena lemahnya koordinasi dan pemantauan, ego sektoral yang tinggi, dan partisipasi yang rendah dari pemerintah daerah. Kerjasama diperlukan bukan hanya dalam mencari pemecahan persoalan yang dihadapi tetapi juga dalam pengembangan kebijakan logistik dan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia bidang logistik.
Pengertian Logistik
Pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah logistik itu. Sejarah mencatat bahwa gerakan militer tergantung pada logistik dalam memenangkan suatu pertempuran. Baru beberapa dekade terakhir ini saja logistik menjadi perhatian banyak pemerintah dan kalangan dunia bisnis. Istilah logistik berasal dari kata logisticus dalam bahasa Latin yang berarti keahlian berhitung. Kamus Oxford mencatat logistik sebagai pengorganisasian secara rinci dan pelaksanaan operasi yang rumit.
Militer mengartikan logistik sebagai ilmu pergerakan, pasokan, dan pemeliharaan tenaga militer di medan operasi. Dunia bisnis melihat logistik sebagai pengelolaan aliran material mulai dari bahan baku sampai barang jadi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa logistik adalah aliran barang atau jasa mulai dari sumber sampai tujuan. Pengertian logistik yang lebih rinci adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian aliran yang efisien dan efektif dari barang atau jasa dan informasi terkait mulai dari titik asal sampai titik penggunaan untuk memenuhi keperluan pelanggan.
Kata kunci logistik adalah aliran dengan obyek barang atau jasa dengan tujuan menyediakan barang dengan jumlah yang tepat, waktu yang tepat, lokasi yang tepat, dan biaya yang tepat. Kegiatan utama logistik adalah pengadaan, penyimpanan, persediaan, pengangkutan, pergudangan, pengemasan, keamanan, dan penanganan barang dan jasa baik dalam bentuk bahan baku, barang antara, dan barang jadi.
Mengapa logistik penting dalam ekonomi? Transaksi dalam ekonomi menawarkan lima kegunaan utama, yaitu lokasi, waktu, jumlah, bentuk, dan kepemilikan.
Tiga kegunaan pertama adalah berkaitan dengan fungsi logistik. Kegunaan bentuk adalah fungsi produksi dan kegunaan kepemilikan adalah fungsi pemasaran. Logistik memungkinkan terjadinya proses produksi dengan menyediakan bahan baku yang diperlukan. Logistik juga memungkinkan terhadinya proses pembelian degan mengantarkan produk ke tangan pengguna.
Logistik memegang peranan penting dalam penentuan daya saing suatu organisasi. Daya saing dapat dilihat dari dua dimensi yaitu keunggulan nilai (pelanggan bukan membeli produk tetapi membeli nilai) dan keunggulan biaya (setiap kegiatan memerlukan biaya). Secara sederhana bila masing-masing dimensi mempunyai skala tinggi dan rendah.
Maka kondisi “biasa saja” akan terjadi bila organisasi memiliki keunggulan yang rendah pada nilai dan biaya. Sementara kondisi “lebih murah” terjadi bila organisasi mempunyai keunggulan biaya. Sebuah organisasi akan disebut “lebih baik” bila mempunyai keunggulan nilai yang dapat memuaskan pelanggannya. Organisasi “unggul” terjadi bila mempunyai keunggulan yang tinggi baik pada nilai maupun biaya.
Peran logistik dalam mencapai “lebih murah” adalah proses rekayasa ulang logistik untuk mengurangi biaya, antara lain dengan pengaturan kapasitas, skala ekonomi, logistik ramping, dan pengurangan persediaan.
Strategi “lebih baik” dapat dilaksanakan dengan menggunakan keandalan dan ketanggapan yang akurat untuk menjamin pemenuhan pesanan yang sempurna. Strategi antara adalah “lebih cepat” yang dapat diwujudkan dengan melakukan pengelolaan waktu ancang antara lain dengan menggunakan peramalan dengan data yang lebih baik, optimasi antrian, produksi dan distribusi tepat waktu, dan pemilihan moda transportasi.
Pendekatan logistik berbeda dengan pendekatan tata niaga yang lebih melihat keseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Mekanisme tata niaga lebih banyak bertumpu pada pengaturan harga supaya terjadi kecocokan antara pasokan dan permintaan. Jika pasokan lebih banyak maka harga turun. Jika permintaan berlebih maka harga naik. Logistik melihat kelebihan permintaan berarti kehilangan pendapatan dan kelebihan penawaran berarti pemborosan sumber daya. Alat yang dipakai bukan hanya penyesuaian harga tetapi waktu dan kapasitas dari sistem logistik. Penyesuaian harga merupakan gejala masalah bukan solusi. Logistik membantu penggunaan sumber daya secara efisien, melakukan optimasi imbal-balik terhadap tujuan yang berbenturan, dan melakukan rancang ulang sistem logistik.
Logistik bukan hanya terjadi di dalam organisasi tetapi juga antar organisasi yang disebut dengan rantai pasokan. Rantai pasokan adalah jaringan logistik yang saling terkait dan dikelola oleh beberapa perusahaan mulai dari titik sumber sampai pada titik penggunaan. Penerapan jaringan logistik atau rantai pasokan menuntut organisasi-organisasi terkait melakukan koordinasi mengenai prioritas pelanggan, pengendalian produksi dan pengantaran produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan pengembangan sistem informasi yang terpadu.
Koordinasi antar pelaku di sepanjang rantai pasokan dapat mengurangi biaya persediaan dan pengangkutan sekaligus memperbaiki tingkat pelayanan.
Mengapa manajemen jaringan logistik begitu sulit dilaksanakan walaupun potensi manfaatnya nyata? Paling tidak ada tiga alasan mengapa manajemen jaringan logistik menjadi sulit. Pertama adalah perbedaan kepentingan antara pelaku yang terlibat.
Benturan kepentingan yang terbesar adalah pendapatan bagi sebuah pemain merupakan pengeluaran bagi yang lain. Belum lagi ada benturan dalam operasional misalnya mengantarkan barang dalam volume besar atau volume kecil. Alasan kedua adalah ketidakpastian yang terjadi di sepanjang rantai pasok, mulai dari ketidakpastian permintaan, ketersediaan bahan baku, keandalan mesin, sampai gangguan alam. Alasan ketiga adalah kerumitan sistem logistik semakin meningkat bukan saja jenis dan jumlah barang, banyaknya mitra bisnis, tetapi temasuk regulasi dan perkembangan teknologi.
Pemecahan masalah logistik memerlukan pendekatan antar disiplin. Manajemen dapat berkontribusi dalam perencanaan, pengendalian, dan perbaikan sistem logistik. Rekayasa diperlukan untuk komputasi dan optimasi. Sementara ekonomika diperlukan untuk alokasi sumber yang langka dan tata niaga yang efisien. Politik diperlukan dalam penentuan kebijakan logistik. Oleh karena itu, kegiatan dialog dan komunikasi antar pelaku logistik sangatkan diperlukan sehingga terwujud pertukaran gagasan dan komitmen untuk perbaikan logistik secara keseluruhan.
Masyarat Logistik Indonesia (MLI)
Perlunya suatu wadah bagi para profesional dan ilmuwan dalam rangka memajukan logistik Indonesia mulai bergulir sekitar dua tahun terakhir. Ketertinggalan logistik Indonesia yang menyumbang ekonomi biaya tinggi, kurangnya perhatian pada aspek logistik dalam bisnis dan pemerintahan, serta lemahnya dukungan terhadap pendidikan logistik merupakan alasan utama perlunya suatu wadah yang menghimpun berbagai unsur-unsur kekuatan bangsa.
Wadah yang diusulkan adalah Masyarakat Logistik Indonesia (MLI). MLI adalah merupakan organisasi profesional yang bersifat nirlaba dan independen sebagai wadah bagi para peneliti, pengajar, ilmuwan, praktisi, pengusaha, penentu kebijakan, pemerhati, dan pemangku kepentingan lainnya untuk pengembangan keilmuan, pendidikan, dan inovasi logistik di Indonesia. MLI beranggotakan perorangan dan/atau lembaga yang berminat pada pengembangan dan/atau penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keahlian di bidang logistik.
Apa misi MLI? Setiap anggota yang bergabung dengan MLI diharapkan mempunyai misi tanggung jawab sosial untuk:
(1) menyumbangkan pemikiran memajukan keilmuan, pendidikan, dan inovasi logistik,
(2) meningkatkan kompetensi bidang logistik sehingga mampu dan cakap dalam pengelolaan, perancangan, dan perbaikan sistem logistik,
(3) mendorong terjalinnya jejaring kerjasama antar pemangku kepentingan untuk mewujudkan peningkatan daya saing melalui logistik.
Kalau ketiga misi di atas digambarkan ke dalam suatu diagram di bawah ini, maka terlihat bahwa nilai tambah yang ditawarkan oleh MLI adalah terjadinya advokasi, edukasi, dan inovasi dalam memajukan logistik di Indonesia.
Agenda MLI
Pemangku kepentingan yang bersinggungan dengan bidang logistik adalah pemerintah, bisnis atau industri, perguruan tinggi, komunitas, dan warga. Pemerintah merupakan penentu kebijakan dan pengembangan prasarana dan sarana. Bisnis adalah perusahaan termasuk perusahaan yang memberikan jasa logistik. Perguruan tinggi adalah lembaga yang mendidik para calon profesional dan melakukan penelitian dan pengembangan bidang logistik.
Lembaga ini juga termasuk lembaga penelitian lainnya. Komunitas adalah kelompok afiliasi dengan minat yang sama. Sementara warga adalah warga negara secara individu. MLI diharapkan dapat menjangkau semua pelaku untuk turut memajukan perkembangan logistik di Indonesia.
Jangkauan pelayanan MLI dapat digambarkan pada Gambar 2. MLI turut mendidik komunitas dan warga melalui advokasi publik. Sementara dengan pemerintah, MLI diharapkan dapat memberikan advokasi kebijakan. MLI bermitra dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk mengembangkan keilmuan, pendidikan, dan penelitian.
Sementara dengan pihak perusahaan, MLI dapat berkiprah untuk meningkatkan kompetensi profesional, menawarkan gagasan pemecahan masalah, serta jejaring komunikasi dengan anggota MLI.
Agenda kegiatan MLI antara lain forum diskusi, penguatan organisasi dan keanggotaan, penulisan buku logistik bagi para awam dan pendidik, sertifikasi bagi para pendidik logistik, pengembangan situs MLI sebagai perpustakaan maya dan wahana interaksi, pengembangan pusat informasi logistik, advokasi publik dan kebijakan terhadap isu-isu mutakhir tentang logistik di Indonesia, sertifikasi profesional bidang logistik, penyelenggaraan konferensi nasional Logistik Indonesia, dan diseminasi hasil-hasil kajian melalui media Forum Logistik dan Jurnal Kajian Logistik Indonesia.
Salah satu contoh advokasi terhadap pembangunan logistik yang perlu disampaikan kepada pemerintah antara lain:
• Penyelarasan Sistem Logistik Nasional dengan MP3EI.
• Pendidikan logistik di tingkat perguruan tinggi perlu mendapat perhatian.
• Logistik bukan untuk dirinya sendiri tetapi sebagai katalisator pembangunan terpadu: sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan.
• Logistik untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan menghindarkan perdagangan manusia: logistik perkotaan/pedesaan/maritim.
• Logistik bukan hanya untuk kemandirian pangan dan kesehatan tetapi juga untuk mendorong ekspor ke negara tetangga dan peningkatan investasi asing.
• Logistik bukan hanya berkaitan dengan prasarana tetapi pencarian kombinasi yang tepat antara produksi, penyimpanan, dan transportasi untuk melayani komunitas dengan biaya yang lebih efisien.
Penutup
Logistik selama ini sudah dilaksanakan secara rutin dalam kegiatan sosial dan ekonomi. Tetapi peran logistik belum mendapatkan perhatian dalam pembangunan sehingga Indonesia mengalami ketertinggalan bidang logistik. Bidang logistik merupakan multi disiplin dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Suatu wadah sosial dan intelektual diperlukan dalam mendorong partisipasi profesional dan ilmuwan dalam bidang logistik untuk memajukan daya saing baik tingkat spasial maupun tingkat perusahaan. Masyarakat Logistik Indonesia dibentuk sebagai suatu asosiasi profesional dan ilmuwan yang bertekad memajukan logistik di Indonesia. Ada tiga misi yang dipegang oleh anggota MLI yaitu: sumbangan pemikiran, peningkatan kompetensi, dan jejaring kerjasama. Pelaksanaan ketiga misi tersebut diharapkan dapat memajukan logistik dengan indikator terlaksananya kegiatan advokasi, edukasi, dan inovasi bidang logistik. Semoga MLI bisa menjalankan misinya dengan baik di masa mendatang.
Bandung, 9 September 2011