Jakarta, JMOL ** Geliat industri perkapalan untuk bidang offshore akan menjadi primadona dalam dua hingga lima tahun mendatang. Diperkirakan, sumur minyak dan gas mulai mencapai puncak produksi. Apalagi, sekitar 65 persen dari pengembangan lapangan baru migas tersebar di kawasan timur Indonesia dan sebagian besarnya adalah proyek lepas pantai (offshore).
SKK Migas memperkirakan, hingga 2015, industri hulu minyak dan gas bumi membutuhkan tambahan armada baru sebanyak 235 kapal berbendera Indonesia dari berbagai jenis, kapasitas, dan ukuran untuk menunjang segudang aktivitas yang terjadi di sektor offshore.
Dhany Marlen, Head of Marine CNOOC, mengatakan, bisa dibilang, pihaknya merupakan salah satu yang berhasil membuat terobosan solutif di bidang ini, karena mendapatkan perizinan untuk terminal khusus offshore. Menurutnya, hal tersebut sebagai implementasi Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran.
“Pelabuhan khusus offshore untuk perusahaan migas kami mendapatkan izin dari Kementerian Perhubungan melalui SKK Migas. Pelabuhan khusus itu adalah fasilitas yang memang harus disediakan oleh PSC (KKKS) untuk menunjang operasinya secara mandiri. Sehingga kami bisa menjaga keamanan dan keselamatan kerja. Jika memakai pelabuhan umum, secara operasi akan tidak mudah untuk mengirimkan logistik, karena akan bergabung dengan yang lain,” ungkap Dhany.
Pelabuhan ini sudah lama ada sejak tahun 1970 ketika CNOOC masih bernama Maxus. Lokasinya di daerah Kalijapat, Tanjung Priok, Jakarta Utara untuk bongkar muat logistik, bahan bakar, personel, dan menjadi penghubung bagi lapangan-lapangan produksi CNOCC di lepas pantai. Saat ini, hanya CNOOC yang memiliki fasilitas khusus tersebut di Tanah Air.
Sumber dan berita selengkapnya:
http://jurnalmaritim.com/2014/6/2458/mendesak-pelabuhan-khusus-untuk-offshore