Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) berharap agar penurunan tarif transhipment tidak menjadi jebakan bagi industri kepelabuhanan di Indonesia yang berujung pada semacam kebijakan “menggorok leher” mereka. Sehingga perlu kajian yang matang untuk memastikan hal itu tidak akan terjadi.
“Perlu perhitungan yang cermat untuk menentukan besaran penurunan tarif transhipment ini agar investasi pelabuhan di Indonesia tetap bisa balik modal,” kata Ketua Forum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bidang Transportasi Laut Ajiph Razifwan Anwar di Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Meskipun demikian, Ajiph menilai kebijakan penurunan tarif transhipment sangat baik untuk mendorong daya saing pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Upaya menarik perusahaan pelayaran asing untuk menjadikan pelabuhan di Indonesia sebagai hub memang dapat dilakukan dengan mendekati perusahaan pelayaran asing besar dan menawarkan insentif, termasuk tarif transhipment yang rendah, seperti yang dilakukan Pelabuhan Tanjung Pelepas, Johor, Malaysia yang menawarkan tarif lebih murah dari Pelabuhan Singapura.
“Selain itu, pelayaran asing besar juga dapat diajak untuk ikut mengembangkan pelabuhan yang selanjutnya mereka diminta untuk menjadikan pelabuhan tersebut sebagai hub,” kata Ajiph seperti dikutip beritasatu.com.
Demikian pula, Indonesia bisa menawarkan integrasi vertikal dan horizontal pelabuhan untuk mendorong pelayaran asing mau menjadikan pelabuhan di Indonesia sebagai hub. Integrasi vertikal dapat dilakukan dengan mengembangkan kerja sama pelabuhan dengan moda transportasi di daratan, seperti kereta api, truck, dan tongkang. Sedangkan integrasi horizontal dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pelabuhan-pelabuhan hub lain, seperti Pelabuhan Singapura dan Tanjung Pelepas Malaysia.
Sumber dan berita selengkapnya:
Salam,
Divisi Informasi
Divisi Informasi