Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri | Universitas Widyatama
Pertumbuhan urbanisasi yang pesat dalam beberapa dekade terakhir ini menyebabkan transportasi perkotaan menjadi salah satu permasalahan utama di wilayah perkotaan. Peningkatan perjalanan pribadi di sebagian besar kota menyebabkan kepadatan lalu lintas meningkat dan berakibat pada waktu perjalanan yang lebih lama, pengurangan kecepatan rata-rata, peningkatan konsumsi bahan bakar, tingkat polusi yang lebih tinggi, dan ketidaknyamanan pengguna jalan. Semua hal tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan dan bahaya kesehatan. Masalah kemacetan lalu lintas memburuk dari hari ke hari. Hal tersebut membuat permasalahan kemacetan lalu lintas semakin penting untuk diperhatikan oleh pembuat kebijakan.
Literatur-literatur ekonomi menyarankan bahwa salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan memperkenalkan ongkos transportasi yang optimal untuk mengurangi eksternalitas negatif dari transportasi dengan membuat pengguna jalan membayar ketika berkendara pada peak periode. Teori ekonomi kesejahteraan menunjukkan bahwa salah satu syarat untuk mencapai efisiensi ekonomi maksimum adalah bahwa semua ongkos di seluruh kegiatan ekonomi ditetapkan sama dengan ongkos sosial marjinal. Kata “sosial” mengindikasikan bahwa semua ongkos harus diperhitungkan, termasuk semua eksternalitas. Hal ini berarti bahwa ongkos optimal harus mencakup semua ongkos sumber daya dan ongkos eksternal. Ongkos-ongkos eksternal tersebut antara lain adalah ongkos kemacetan, ongkos polusi udara, ongkos kecelakaan, ongkos kebisingan, dan lain-lain.
Memperkirakan ongkos eksternal marjinal dari transportasi jalan perkotaan sangat penting untuk menghitung ongkos sosial marjinal. Ongkos sosial marjinal adalah jumlah ongkos sumber daya swasta marjinal yang dibayar oleh pengguna jalan. Ongkos eksternal marjinal berkaitan dengan kemacetan, polusi udara, kebisingan, dan kecelakaan. Literatur-literatur ekonomi menyarankan bahwa ongkos eksternal marjinal penggunaan transportasi bersesuaian dengan ongkos yang disebabkan oleh pengguna transportasi tambahan yang tidak ditanggung oleh pengguna itu sendiri, tetapi oleh orang lain. Ongkos eksternal marjinal tidak hanya terdiri dari ongkos dalam arti moneter, tetapi juga kerugian waktu, polusi, kebisingan, kecelakaan, dan lain-lain. Hal tersebut dibuktikan dalam literatur-literatur transportasi ongkos berdasarkan ongkos sosial marjinal lebih baik dari pada yang berdasarkan ongkos sosial rata-rata (O’Mahony dan Kirwan, 2001).
- Ongkos Kemacetan
Perkiraan ongkos ekonomi untuk kemacetan adalah bervariasi dan belum ada yang sudah lengkap. Sebagian besar berfokus pada nilai-nilai yang mudah diukur seperti waktu yang hilang, bahan bakar yang terbuang, meningkatkan premi asuransi karena kecelakaan, dan sebagian besar tidak memperhitungkan ongkos pengereman mendadak, stres mengemudi, dan kerusakan lainnya (Mackenzie dkk., 1992 dalam Sen dkk., 2010). Ongkos kemacetan muncul ketika tambahan kendaraan pada jaringan transportasi jalan mengurangi kecepatan pengguna transportasi lain dalam jaringan. Ongkos kemacetan menjadi penting karena hasil pengurangan kecepatan mempengaruhi waktu dan ongkos operasional kendaraan dari pengguna jalan lain, meningkatkan resiko kecelakaan, dan ongkos-ongkos lingkungan yang lain. Ongkos kemacetan diwakilkan oleh waktu yang hilang dari pengguna jalan lain karena pengurangan kecepatan oleh tambahan kendaraan di jalan.
Menghitung ongkos kemacetan yang umum digunakan untuk mengukur kondisi lalu lintas adalah homogen untuk semua jenis jaringan jalan dan jaringan jalan diwakili oleh sistem satu link. Menambah satu kendaraan ke dalam arus lalu lintas, berpotensi memperlambat semua kendaraan yang menggunakan jaringan jalan yang sama pada saat tersebut. Hubungan arus waktu mewakili pengaruh dari arus lalu lintas pada waktu yang dibutuhkan untuk berkendara sejauh 1 km atau disebut juga hubungan arus kecepatan. Arus lalu lintas diukur dalam PCU (passenger car unit) kilometer per jam yang menunjukkan dampak kemacetan yang lebih baik pada jenis kendaraan daripada jumlah kendaraan (Sen dkk., 2010). - Ongkos Polusi Udara
Polusi udara didefinisikan sebagai perubahan persentase gas ambien dan partikel yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Transportasi jalan raya menyumbang sebagian besar dari semua aktivitas polusi udara melalui emisi kendaraan bermotor. Kontribusi transportasi jalan raya dihasilkan baik dari emisi langsung dari polutan, maupun dari reaksi kimia polutan yang dihasilkan dengan polutan lain yang sudah ada di atmosfer (Ozbay dkk., 2001). Ongkos polusi udara diperoleh dengan mengalikan jumlah polutan yang dihasilkan oleh kendaraan dan nilai ongkos dari setiap polutan. Polutan utama termasuk senyawa organik volatil (VOC), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan zat-zat partikulat (PM10) (Ozbay dkk., 2007). - Ongkos Kecelakaan
Selain ongkos kemacetan dan ongkos polusi udara dari transportasi, ongkos eksternal lain yang penting dari transportasi adalah ongkos kecelakaan yang melibatkan kematian, luka-luka, kerusakan kendaraan, serta kerusakan infrastruktur. Ketika seorang pengemudi mengemudikan kendaraannya di jalan, pengemudi tersebut menghadapi dua risiko eksternalitas yang berbeda di masyarakat (Jones-Lee, 1990 dalam Sen dkk., 2010). Risiko pertama adalah risiko pengemudi tersebut mungkin terbunuh atau mengalami cacat berat, dalam hal ini keluarga dan teman-teman pengemudi akan menanggung ongkos psikologis berupa kesedihan dan penderitaan. Selain itu, masyarakat luas akan menanggung ongkos kerusakan kendaraan, polisi, ongkos medis, dan juga akan kehilangan kontribusi pengemudi untuk masa sekarang dan masa depan. Risiko kedua adalah risiko pengemudi mungkin membunuh atau melukai orang lain, seperti pejalan kaki, pengendara sepeda, sepeda motor, atau menyebabkan kerusakan pada kendaraan atau properti orang lain (Deb Choudhury, 2003 dalam Sen dkk., 2010). - Ongkos Kebisingan
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mendefinisikan kebisingan dalam rentang numerik sehingga setiap sumber kebisingan dapat diperiksa apakah dapat didengar oleh telinga manusia. Secara umum, itu diterima bahwa sebuah suara menjadi menjengkelkan jika berada di atas 50 dB. Setiap suara di atas batas tersebut pasti membebankan ongkos pada masyarakat (Ozbay dkk., 2001). Biaya kebisingan diperkirakan sebagai penyusutan nilai unit perumahan di sepanjang jalan raya. Semakin dekat sebuah rumah dengan jalan raya, semakin nilainya akan terdepresiasi. Meskipun ada faktor lain yang menyebabkan depresiasi nilai perumahan, ”kedekatan” merupakan faktor yang paling sering digunakan sebagai variabel utama yang menjelaskan kebisingan (Ozbay dkk., 2007).
Referensi:
- O’Mahony, M. dan Kirwan, K.J. (2001): Speed–flow relationship and feasibility of road-pricing technology. Dalam: De Borger, B. dan Proost, S. (Eds.), Reforming transport pricing in the european union: a modelling approach, Edward Elgar Publisher.
- Ozbay, K., Bartin, B., dan Berechman, J. (2001): Estimation and evaluation of full marginal costs of highway transportation in New Jersey, Journal of Transportation and Statistics, 4, 81 – 103.
- Ozbay, K., Bartin, B., Yanmaz-Tuzel, O. dan Berechman, J. (2007): Alternative methods for estimating full marginal costs of highway transportation, Transportation Research Part A, 41, 768–786.
- Sen, A.K., Tiwari, G., dan Upadhyay, V. (2010): Estimating marginal external costs of transport in Delhi, Transport Policy, 17, 27–37.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Ongkos Eksternal Marjinal dari Transportasi (261.0 KiB, 220 hits)