Bisnis.com, Jakarta – Dewan pemakai jasa angkutan laut Indonesia (Depalindo) mendesak agar kegiatan pindah lokasi penumpukan atau relokasi peti kemas impor dari lini satu pelabuhan/terminal peti kemas ekspor-impor di Pelabuhan Tanjung Priok agar mengacu pada utilisasi fasilitas, yakni jika yard occupancy ratio (YOR) di terminal peti kemas sudah mencapai 65%.
Ketua Umum Depalindo, Toto Dirgantoro mengatakan sejak adanya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No: 25/2017 tentang perubahan atas Peraturan Menhub No:116/2016 tentang pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan atau longstay di pelabuhan utama Belawan, Tanjung Priok , Tanjung Perak Surabaya, dan Pelabuhan Makassar, beban logistik yang ditanggung pemilik barang justru bertambah.
“Pasalnya dalam beleid itu disebutkan penumpukan barang impor hanya dibatasi maksimal tiga hari di pelabuhan, bahkan yang sudah clearance kepabeanan pun atau SPPB seperti diamanatkan dalam beleid itu mesti keluar dari lini satu. Menurut kami, ini tidak menyelesaikan masalah dwelling time, justru berpotensi menambah biaya logistik, Makanya Depalindo minta Permenhub 25/2017 dicabut atau setidaknya direvisi agar pemindahan petikemas mengacu YOR terminal 65%,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (7/11/2017).
Toto mengatakan, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menerbitkan beberapa kali peraturan yang sifatnya membatasi peti kemas impor untuk ditumpuk di lapangan penumpukan pelabuhan (lini satu). “Namun Depalindo justru mempertanyakan apakah hadirnya beleid itu telah memenuhi sasaran dalam menurunkan dwelling time dan menurunkan biaya logistik.,” tegasnya.
Depalindo menilai pengaturan peti kemas impor yang hanya boleh menumpuk selama tiga hari dan kemudian dipindahkan keluar terminal peti kemas menjadi tidak terukur secara tepat lantaran peti kemas yang sudah dipindahkan keluar justru tidak termonitor proses dwelling time-nya.
Sumber dan berita selengkapnya:
Salam,
Divisi Informasi