Jakarta: Pemerintah didesak untuk mengembangkan infrastruktur terutama pelabuhan di kawasan Selat Malaka guna menarik kegiatan perekonomian yang lebih besar masuk ke Indonesia. Saat ini, di Selat Malaka, jumlah pergerakan yang tercatat mencapai lebih dari 100 ribu kapal dengan mengangkut 90 juta TEUs kontainer per tahun.
Singapura dan Malaysia, mampu menyedot sekitar 40 juta TEUs, Thailand 10 juta TEUs, sedangkan Indonesia tidak lebih dari satu juta TEUs.
“Padahal Indonesia punya garis pantai terpanjang di Selat Malaka yakni sampai 600 mil. Ini jelas harus dibenahi ke depannya,” ujar pengamat transportasi publik Bambang Haryo dikutip dari Media Indonesia, Minggu, 17 November 2019.
Dia mengungkapkan selama ini kapal asing tidak tertarik untuk transshipment di pelabuhan-pelabuhan Indonesia di sepanjang Selat Malaka karena belum memiliki fasilitas bongkar muat kontainer yang memadai. Itu membuat pelayanan tidak optimal dan tarif menjadi mahal.
Kedalaman alur pelabuhan Indonesia di Selat Malaka juga belum memadai untuk sandar kapal besar sehingga tidak bisa menjadi pelabuhan hub domestik maupun internasional.
Bambang mengatakan pengembangan pelabuhan dan industri masih terfokus di Jawa, yang justru tidak dilalui banyak kapal-kapal dunia. Sebagai contoh adalah Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat.
“Pemerintah harusnya menyediakan kawasan industri terintegrasi dengan pelabuhan guna menarik ribuan investasi dari Asia Timur, Eropa, Amerika, dan Australia,” ujar mantan Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.
Sumber dan berita selengkapnya:
https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/GbmXzR3N-pemerintah-perlu-kembangkan-pelabuhan-di-kawasan-selat-malaka
Salam,
Divisi Informasi