Roma, Kompas – Kerja sama global dalam pemberantasan perikanan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur semakin kuat. Hal ini ditandai dengan pemberlakuan perjanjian negara-negara pelabuhan untuk tindakan kepelabuhan secara resmi.
Pemberlakuan perjanjian negara-negara pelabuhan untuk tindakan kepelabuhan (PSMA) itu dirayakan dalam sidang ke-32 Committee on Fisheries Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di kantor pusat FAO di Roma, Italia, Senin, (11/7) sore waktu setempat. Wartawan Kompas, Dewi Indriastuti, melaporkan, hingga kemarin, 35 negara FAO, termasuk Indonesia, sudah meratifikasi perjanjian ini.
Indonesia meratifikasi perjanjian ini dalam bentuk Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016 tentang persetujuan mengenai ketentuan negara pelabuhan untuk mencegah, menghalangi dan memberantas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur. Peraturan ini dikeluarkan pada 10 Mei 2016. Langkah ratifikasi ini sekaligus menunjukan komitmen kuat Indonesia untuk memerangi perikanan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU fishing). Indonesia sebenarnya sudah menandatangani perjanjian PSMA pada 22 November 2009 bersama 23 negara FAO lain.
Dengan pemberlakuan PSMA, negara-negara yang meratifikasi perjanjian itu bisa bekerja sama dalam memberantas IUU fishing, antara lain lebih mudah memantau dan mengendalikan kapal ikan asing. Sebab, kapal ikan asing harus mematuhi syarat penggunaan pelabuhan di negara pelabuhan tersebut. Perjanjian ini juga mendukung pertukaran antarnegara.
Indonesia melalui Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 18 Tahun 2009 menetapkan lima pelabuhan perikanan sebagai lokasi penerapan ketentuan PSMA. Lima pelabuhan itu adalah Pelabuhan Perikanan (PP) Samudera Bungus (Sumatera Barat), PP Nizam Zachman (Jakarta), PP Samudera Bitung (Sulawesi Utara), PP Nusantara Ambon (Maluku), dan PP Nusantara Pelabuhan Ratu (Jawa Barat).
Sumber dan berita selengkapnya:
Kompas, edisi cetak Rabu, 13 Juli 2016.
Salam,
Divisi Informasi