Oleh: Arkan Muhammad Faizulhaq
Junior Consultant
Supply Chain Indonesia
Menurut Schmied (2014), green freight, sebagai bagian dari green logistics, memiliki empat elemen utama yang merupakan strategi yang berfokus pada transportasi darat/jalan raya. Elemen pertama, avoid merupakan strategi yang berfokus pada pengurangan volume muatan dan jarak angkut kendaraan, menghindari perjalanan dengan muatan kosong, dan menyesuaikan besar kendaraan.
Shift merupakan elemen kedua mengenai peralihan moda transportasi jalan raya menjadi kendaraan lalu lintas tidak bermotor, peralihan moda transportasi jalan raya menjadi kereta api atau pun kapal. Lalu, improve sebagai stategi untuk mengembangkan teknologi untuk mengefisiensikan bahan bakar dan elemen trakhir, yaitu fuel sebagai strategi untuk menggunakan bahan bakar alternatif.
Salah satu strategi pengimplementasian green freight adalah dengan avoid, yaitu mengoptimalkan beban dan rute perjalanan, menyesuaikan jenis kendaraan dengan muatan dan improve, yaitu menggunakan teknologi yang dapat mengefisiensikan penggunaan bahan bakar (Schmied, 2014). Dengan memerhatikan dua elemen tersebut, eco-driving merupakan metode yang tepat untuk mewujudkan green freight pada transportasi jalan raya. Eco–driving yang berfokus pada bagaimana proses pengiriman barang dapat menghasilkan emisi kendaraan dan biaya bahan bakar yang minimum.
Eco–driving merupakan sebuah metode untuk mengubah gaya berkendara yang tidak efisien dan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi kendaraan. Implementasi dari eco–driving memiliki biaya yang relatif rendah karena metode ini tidak memerlukan investasi terhadap bahan bakar terbarukan ataupun terhadap inovasi kendaraan ramah lingkungan, serta dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar hingga 45% (Sivak & Schoettle, 2012).
Safety dan Eco-driving sebagai Sebuah Keputusan Pengemudi
Safety dan Eco–driving merupakan sebuah keputusan yang dapat dibuat oleh pengemudi untuk dapat memengaruhi penghematan bahan bakar dari penggunaan transportasi yang digunakan. Keputusan tersebut mencakup pembelian kendaraan hingga keputusan-keputusan pasca pembelian.
Secara umum, keputusan tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu keputusan strategis (strategic decisions) yang mencakup pemilihan dan perawatan kendaraan, keputusan taktis (tactical decisions) yang mencakup perencanaan rute dan bobot pengiriman, dan keputusan operasional (operational decisions) yang mencakup gaya berkemudi (Huang dkk, 2018).
1. Strategic Decision
Strategic Decision merupakan sebuah keputusan yang berorientasi pada pemilihan dan kondisi kendaraan. Salah satu faktor yang memengaruhi pemilihan kendaraan adalah jumlah gandar dari kendaraan tersebut. Kendaraan gandeng dengan jumlah gandar 5-6 memilik kapasitas 82 meter kubik dengan kapasitas muatan maksimal 40-44 ton. Berbeda dengan truk dengan 2-3 gandar yang hanya memiliki kapasitas 30-40 meter kubik dan kapasitas muatan maksimal 9 ton (2 gandar) dan 25 ton (3 gandar).
Pemilihan kendaraan yang memiliki gandar lebih sedikit akan menghasilkan +25-60% emisi gas karbondioksida per ton kilometer. Hal tersebut disebabkan kendaraan dengan gandar yang lebih banyak memiliki area permukaan yang lebih besar sehingga tekanan yang dihasilkan akan lebih sedikit (Mckinnon, 2012). Pemilihan kendaraan juga perlu didasari oleh infrastruktur jalan, struktur sektor logistik, sistem mengemudi, dan multimoda.
2. Tactical Decision
Perencanaan rute merupakan faktor yang memengaruhi konsumsi bahan bakar dan emisi kendaraan. Pemilihan rute yang didasari dengan eco–driving bukan merupakan pemilihan rute yang terdekat atau tercepat. Pemilihan rute yang terdekat atau tercepat bukan selalu pilihan yang tepat untuk mengurangi penggunaan bahan bakar, 8,2% konsumsi bahan bakar dapat dihemat dengan menggunakan fuel–optimised navigation system dalam eco-routing navigation system (Ericsson dkk., 2006).
Pemilihan rute dengan eco-routing navigation system didasari dengan informasi historis dan real time dari kondisi lalu lintas tersebut. Penggunaan eco-routing navigation system akan memberikan penghematan bahan bakar sebesar 12-14%, tetapi memerlukan waktu 16-22% lebih lama dibandingkan dengan pemilihan rute tercepat (Boriboonsomsin dkk., 2012). Sistem ini memertimbangkan percepatan kendaraan, perubahan jalur, dan persimpangan yang mengakibatkan pemberhentian untuk menemukan jalur tempuh dan konsumsi bahan bakar yang optimal.
3. Operational Decision
Operational decision merupakan keputusan yang diambil oleh pengemudi saat proses pelaksanaan kegiatan. Kendali yang dimiliki pengemudi selama perjanalanan merupakan salah satu keputusan yang dapat memengaruhi konsumsi bahan bakar dan produksi emisi kendaraan. Faktor yang memengaruhi hal tersebut, antara lain kecepatan mengemudi, akselerasi, deselerasi, dan pemberhentian. Faktor tersebut penting dan mendasar dasar, serta dapat dengan mudah diimplementasikan.
Kecepatan mengemudi yang stabil merupakan kecepatan yang paling optimal untuk meminimalisir konsumsi bahan bakar berlebih untuk berbagai kondisi jalan. Berbagai studi mengatakan bahwa kecepatan kendaraan untuk konsumsi bahan bakar dan emisi kendaraan yang optimal berada pada kisaran 60-90 km/jam (eco driving speed). Konsumsi bahan bakar akan meningkat secara signifikan pada kecepatan lebih dari 90 km/jam sehingga kendaraan akan menggunakan lebih dari 25% lebih banyak bahan bakar di kecepatan >90 km/jamdibandingkan pada kecepatan optimumnya (Huang dkk, 2018).
Penerapan Eco-driving di Indonesia
Pertumbuhan layanan logisitik bertambah pesat seiring dengan bertumbuhnya pasar e-commerce. Pertumbuhan tersebut mengakibatkan bertambahnya volume kendaraan barang di daerah perkotaan sehingga memperburuk kondisi jalan raya, menciptakan kemacetan lalu lintas, dan berkontribusi pada kerusakan lingkungan.
Berdasarkan kajian ALICE (Alliance for Logistics Innovation through Collaboration in Europe), emisi yang dihasilkan oleh angkutan barang di perkotaan mencapat 25% CO2 dan 30-50% NOx. Implementasi eco-driving yang tidak maksimal menjadi salah satu penyebab tingginya emisi yang dihasilkan oleh angkutan barang. Berdasarkan Disbub Kabupaten Indramayu, truk yang overdimension dan overload (ODOL) menyebabkan waktu tempuh perjalanan menjadi lama karena beban yang berat dan besar mengharuskan truk bergerak dengan kecepatan diluar kecepatan eco-driving speed, yaitu berada pada kisaran 60-90 km/jam. Truk yang berkecepatan diluar eco-driving speed akan membutuhkan konsumsi bahan bakar yang lebih besar dan emisi yang dihasilkanpun akan lebih banyak.
Driving Training Program, Upaya Perwujudan Eco-Driving
Sebagai sebuah upaya yang mempertimbang-kan faktor internal dari eco-driving, driving training program memiliki efek jangka pendek yang signifikan untuk dapat mengubah kebiasaan pengemudi dalam kinerja mengemudinya. Program pelatihan eco-driving dapat memberikan pengetahuan yang tepat dan masuk akal untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar.
Berdasarkan Fuel Efficient Eco Driver Training dari Cardinus Risk Management, Pengemudi akan mendapatkan pelatihan dan pengetahuan mengenai bagaimana antisipasi berbagai kondisi jalan yang beragam, bagaimana penggunaan pendingin udara dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar secara signifikan, bagaimana kondisi mesin yang tepat untuk melakukan perjalanan, dan bagaimana batas kecepatan, tekanan angin, dan putaran mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
Program ini memper-timbangkan beberapa parameter, yaitu rata-rata dan maksimum RPM (Revolution Per Minute), kecepatan rata-rata, akselerasi, dan perlambatan. Pengemudi dilatih untuk mengemudi dengan berakselerasi dan memperlambat dengan tidak terlalu agresif, serta menghindari pemberhentian yang tidak diperlukan (Wang & Marzet, 2018).
10 Juli 2023
Referensi:
M. Sivak, B. Schoettle. 2012. Eco-driving: Strategic, tactical, and operational decisions of the driver that influence vehicle fuel economy. Transport Policy. 96-99.
E. Ericsson, H. Larsson, K. Brundell-Freij. 2006. Optimizing route choice for lowest fuel consumption – Potential effects of a new driver support tool. Transportation Research Part C: Emerging Technologies. 369-383.
K. Boriboonsomsin, M.J. Barth, W. Zhu, et al. 2012. Eco-Routing Navigation System Based on Multisource Historical and Real-Time Traffic Information. IEEE Transactions on Intelligent Transportation Systems. 1694-1704.
Schmied, Martin. 2014. A Systematic Approach Towards Efficient Logistics and Green Freight. 8-12.
Wang, Yang & Marzet, Alessandra B. 2018. Evaluation of Eco-Driving Training for Fuel Efficiency and Emissions Reduction According to Road Type. 1-2.
Huang, Y., Zhou, J., Yin Ng, E. C., & Surawski, N. 2018. Eco-Driving Technology for Sustainable Road Transport: A Review. 4-11.
Dishub Kab. Indramayu. Edukasi Dampak Negatif Kendaraan Bermotor Over Dimensi Over Load (ODOL) kepada pemilik Kendaraan di Kabupaten Indramayu. Diakses pada 7 juli 2023 melalui https://dishub.indramayukab.go.id/2022/09/14/edukasi-dampak-negatif-kendaraan-bermotor-over-dimensi-over-load-odol-kepada-pemilik-kendaraan-di-kabupaten-indramayu/
Cardinus Risk Management. Eco-Driver Training to Improve Fuel Efficiency. Diakses pada 9 Juli 2023 melalui https://www.cardinus.com/fuel-efficient-eco-driving/
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Perilaku Safety dan Eco-driving sebagai Implementasi Green Logistics (1.0 MiB, 117 hits)