Oleh: Rudy Sangian | Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia telah membuat regulasi untuk meningkatkan sistem logistik di Indonesia, yang telah disahkan dalam bentuk Peraturan Presiden No. 26/2009 tentang Pengembangan Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS).
Dengan adanya sislognas tersebut diharapkan Pemerintah Indonesia dapat menurunkan biaya logistik nasional. Dengan membangun infrastruktur-infrastruktur untuk menunjang kemudahan pendistribusian barang-barang antarwilayah di Indonesia, tentunya hal ini akan membantu perusahaan-perusahaan logistik di Indonesia untuk bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan logistik di negara-negara ASEAN.
Pada saat ini, biaya logistik di Indonesia adalah biaya yang paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, salah satu cara yang dapat menekan biaya logistik di Indonesia adalah dengan melakukan efisiensi birokrasi.
EFISIENSI BIROKRASI
Konsep Tol Laut sudah dicanangkan selama 2 tahun lebih, mulai dari konsep pendulum nusantara, dll, tetapi yang menjadi pembahasan hanya mengenai pengadaan proyek dan business process, tidak menyentuh lini birokrasi sama sekali yang pada kenyataannya cukup menyulitkan bagi para pengguna jasa dan telah menjadi permasalahan di pelabuhan selama bertahun-tahun dan menjadi Bureaucracy Cost yang tinggi.
Sebenarnya tidak memerlukan dana besar untuk upaya efisiensi birokrasi. Yang diperlukan adalah hanya sebuah rumusan efisiensi birokrasi di pelabuhan yang diperoleh dari diskusi formal lintas sektoral instansi pemerintah yang terkait (Bea Cukai, Karantina, Imigrasi, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan).
Maksud dari bureaucracy cost yang didasari oleh pointer high level di bawah ini:
- Apakah Pengguna Jasa Pelabuhan dalam hal ini yang terdiri dari agen pelayaran, agen kapal, freight forwarder, perusahaan truk, operator gudang lini pelabuhan, dan operator gudang penyangga yang berada di sekitar Pelabuhan itu bisa berkoordinasi secara cepat pada operasional berdasarkan rencana kedatangan kapal beserta muatannya yang telah ditetapkan sebelum kapal tiba di pelabuhan sehingga terjadi:
- Kenaikan BOR (berthing occupancy ratio) sehingga kapal dari posisi labuh dapat segera ditarik ke posisi tambatan untuk melakukan kegiatan bongkar muat;
- Penurunan YOR (yard occupancy ratio) sebagai dasar ketersediaan lahan bongkar dan muat bagi kapal yang sudah ditambatkan sehingga dapat mempengaruhi kenaikan BOR dimaksud di atas;
- Penurunan dwelling time sebagai akibat adanya peranan otoritas pelabuhan berkoordinasi dengan berbagai pihak Pengguna Jasa Pelabuhan dimaksud di atas yang dapat menurunkan YOR;
- Kenaikan BSH/ TGH (box shifted per hour/ tonnage gang per hour) sebagai akibat adanya penurunan YOR;
- Simplifikasi dokumen dan alur elektronik yang diterbitkan oleh berbagai pihak terkait mulai dari:
- Hanya ada satu pemberitahuan kedatangan kapal
- Saat ini ada PKK Kesyahbandaran, ada PKK Pelindo, ada RKSP Bea Cukai, ada PKK Karantina/ Imigrasi/ KKP yang disampaikan oleh agen kapal ke NSW dan berbagai portal instansi terkait.
- Hanya ada satu rencana penambatan kapal dan operation plan yang berkenaan dengan muatan kapal.
- Saat ini ada RPK/ OP terminal operator yang dipengaruhi oleh kontrak B2B antara pengelola terminal dengan PBM seleksi.
- Saat ini ada RPK/ OP terminal operator yang berdiri sendiri tanpa kontrak lumpsun B2B dimaksud di atas.
- Saat ini tidak ada info yang disampaikan kepada kantor otoritas pelabuhan mengenai realisasi tambatan kapal dan operasi bongkar muat sehubungan dengan kapal shifting (pindah dermaga), kegiatan bongkar labuh atau muat labuh.
- Saat ini pengelolaan lebih ke arah tujuan first in first service ketimbang mengatur window berthing secara berkala agar terjadi keserasian gerak kapal & barang antara weekly closing time schedule mother vessel port singapore authority dengan feeder vesselnya yang mengangkut barang-barang ekspor impor dari dan ke Port Singapore Authority sehingga mulai hari Kamis, Jumat dan Sabtu terjadi kepadatan luar biasa di Pelabuhan Priok untuk mengejar closing time Port Singapore Authority
- Hanya ada satu dokumen olah gerak kapal
- Saat ini ada SPOG yang diterbitkan kantor syahbandar untuk alur inbound/ oubound/ shifting
- Saat ini ada SPK pandu/ tunda yang diterbitkan Pelindo untuk alur inbound/ outbound/shifting
- Saat ini ada SPB yang diterbitkan kantor syahbandar untuk alur outbound
- Saat ini ada PPKB Keberangkatan yang diterbitkan Pelindo untuk alur outbound
- Hanya ada satu portal yang menerima manifest yang disampaikan oleh agen kapal
- Saat ini manifest disampaikan ke instansi Bea Cukai
- Manifest disampaikan ke instansi karantina
- Manifest disampaikan ke kantor kesehatan pelabuhan
- Manifest disampaikan ke BKI (Badan Klarifikasi Indonesia)
- Gerakan barang inbound
- Saat ini tidak info yang disampaikan kepada kantor otoritas pelabuhan mengenai tanggal jam barang dibongkar
- Tidak ada info mengenai tanggal dan jam barang ditempatkan di lini I quay yard
- Tidak ada info mengenai tanggal dan jam barang dikeluarkan dari lini I quay yard
- Gerakan barang outbound
- Saat ini tidak ada info mengenai early stacking receiving good
- Saat ini tidak ada info tanggal dan jam barang diterima di lini I quay yard
- Tidak ada info tanggal dan jam barang ditempatkan di lini I quay yard
- Tidak ada info tanggal dan jam barang on board loading
- Pemerintah seharusnya mengundang para pihak terkait di atas untuk merumuskan pola simplifikasi proses sehingga TRT (turn round time) Kapal dan TRT Truk menjadi naik maksimal yang berpengaruh terhadap BOR, BSH/ TGH, YOR dan dwelling time.
- Rumusan pola simplifikasi proses dimaksud tidak memerlukan biaya yang besar karena hanya mengundang rapat formal dan disepakati secara bersama dan dikuatkan dengan SKB (Surat Keputusan Bersama).
SYSTEM FOLLOWS THE PROCEDURE OR PROCEDURE FOLLOWS THE SYSTEM??
Menjahit program aplikasi untuk konsep Tol Laut seyogianya mengikuti prosedure yang telah disepakati oleh para pihak terkait dan dipayungi dengan kebijakan SKB dimaksud di atas.
Demikian menurut hemat pandangan saya selama bertahun-tahun di ranah pelabuhan yang menjadi skala prioritas untuk membangun Konsep Tol Laut.
Ego sektoral harus diselesaikan pada meeting dimaksud di atas sehingga pola birokrasi kepelabuhanan dan kepabeanan di Indonesia itu:
- Tidak hanya Customs (Bea Cukai) NSW yang sudah ada perangkat hukum yaitu Perpres RI No. 10/ 2008 Tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka National Single Window
- Atau membangun Sistem Kepelabuhanan yang berjalan sendiri mengacu pada perangkat UU 17/ 2008 Tentang Pelayaran
- Dan ada lagi Sislognas – Perpres RI No. 26/ 2012
Yang akhirnya membingungkan pengertian single window di mata pengguna jasa pelabuhan.
FILOSOFI MENEKAN BIAYA LOGISTIK
Konsep Tol Laut itu tidak bisa dikatagorikan sebagai solusi menekan Biaya Logistik jika masih menggunakan dana PSO atau subsidi lainnya. Mengapa demikian ? Jika masih ditunjang oleh dana PSO atau subsidi lainnya maka sebenarnya itu hanya me-nol-kan atau mengurangi biaya operasional logistik yang ada dan tidak menggeser totalitas Biaya Logistik menjadi turun.
Contoh lain:
Pemberian diskon 50% Biaya Kepelabuhanan sebagaimana yang dilakukan oleh Pelindo II dan Pelindo III untuk short sea shipping (SSS) konsep tol laut itu kemungkinan besar diambil dari dana CSR kedua BUMN Operator tersebut.
Program ini yang dimulai tanggal 25 mei 2015 untuk angkutan murah Jakarta Surabaya menggunakan kapal kargo dengan biaya ocean freight per container juga murah yaitu Rp. 2 juta per boks container mengalahkan biaya ongkos angkut menggunakan kendaraan truk sebesar Rp. 7 juta per boks container.
Saat ini gagasan tersebut sudah berjalan dengan hasil 50 boks container per kapal sekali jalan. Padahal targetnya adalah 580 boks per kapal sekali jalan. Pelaku Usaha Logistik masih lebih suka menggunakan truk, jalur pantura untuk Jakarta – Surabaya sekalipun Biaya Logistik Rp. 7 juta per boks.
Pada contoh di atas yang menggunakan SSS konsep tol laut dengan sistem diskon 50% biaya kepelabuhanan serta Rp. 2 juta kontainer per boks itu tidak berhasil menarik minat pelaku usaha yang disebabkan:
- BSH/ TGH pada kegiatan Bongkar Muat pelabuhan di bawah standard 30 boks per jam
- TRT Truck rendah sehingga butuh waktu lama untuk keluar atau masuk lini I quay yard karena keterbatasan alat lo–lo (lift on – lift off) atau kemacetan lalu lintas mulai dari order truck sampai ke lini I quay yard pelabuhan setempat
- dwelling time direct demurrage cost progressive dan detention cost menjadi un-predictable yang disebabkan TRT Truck butir 2 di atas
- Dengan demikian hitungan economic scale-nya untuk Rp. 2 juta per boks itu sudah melebihi atau lebih kurang sama dengan Rp. 7 juta per boks
Ini semua disebabkan birokrasi kepelabuhan yang berkenaan dengan butir 1 s/d butir 3 di atas tidak berjalan efektif untuk menekan atau memberikan kepastian Biaya Logistik yang berkenaan uraian penjelasan butir 4 di atas.
Kondisi di atas itu baru berjalan di dua pelabuhan yaitu Priok (Jakarta) dan Perak (Surabaya).
Sungguh sudah dapat dibayangkan untuk 24 Pelabuhan yang akan dijalankan pada Konsep Tol Laut dari Wilayah Indonesia bagian Barat ke Timur dan sebaliknya itu seperti apa jadinya jika efisiensi birokrasi kepelabuhan yang tidak memerlukan biaya besar itu tidak disentuh untuk dibahas/diperbaiki.
TOL LAUT DAPAT MEMPERBAIKI JALUR DISTRIBUSI LOGISTIK??
Seperti yang saya sudah ungkapkan di atas, bahwa pola pikir para pihak yang terkait untuk mewujudkan konsep tol laut itu mulai dari instansi pemerintah terkait sampai dengan Bappenas itu selalu dan selalu diwarnai dengan Pengadaan Proyek pembangunan infrastruktur pelabuhan, kapal perintis, serta penggunaan dana subsidi.
Memperbaiki pendistribusian komoditi produk suatu daerah agar melalui konsep tol laut terjadi efisiensi distribusi logistik dari wilayah Barat ke wilayah Timur itu pemerintah selalu mengambil contoh sebagai berikut: Misal harga semen di Jawa ketika dikirim ke Papua menjadikan harga semen per sak itu jutaan rupiah.
Dengan demikian ocean freight harga semen per sak itu harus dibantu melalui subsidi dana pemerintah, dana PSO dsbnya sehingga terjadi perbaikan distribusi logistik. Ini suatu bukti bahwa esensi perbaikan distribusi logistik melalui Konsep Tol Laut itu belum bisa menekan biaya logistik secara totalitas karena pada dasarnya Biaya Logistik itu tinggi adanya dan seakan-akan turun padahal dibantu oleh dana subsidi.
Dalam konteks ini, sekalipun birokrasi kepelabuhan sudah efisien, perbaikan distribusi logistik pengiriman barang sudah jalan melalui aspek konektivitas konsep tol laut tetapi kesemua hal itu belum bisa menurunkan Biaya Logistik.
KEKAYAAN HINTERLAND KEPULAUAN INDONESIA BAGI PELAKU USAHA LOGISTIK DOMESTIK MAUPUN INTERNASIONAL
Hampir tidak pernah ada ulasan konsep tol laut yang memberdayakan kekayaan Hinterland Kepulauan Indonesia diwujudkan agar digunakan oleh pelaku usaha logistik domestik dan internasional.
Mereka mendefinisikan koridor basis ekonomi daerah itu berdasarkan kekayaan PAD setempat dan untuk itu diperlukan pelabuhan yang mutakhir; sementara produk komoditi daerah tersebut tidak dapat bersaing dengan produk luar negeri.
Mahathir dan Lew Kwan Yew dalam mengolah pelabuhan menjadi sumber pendapatan negara itu tidak mengacu pada koridor basis ekonomi daerah sebagaimana dimaksud di atas. Tetapi pada kenyataannya kita dapat melihat sekarang bahwa para pelaku usaha logistik internasional memiliki representative office di kedua negara tersebut untuk memperlancar distribusi logistik pengiriman dunia dan distribusi logistik pengiriman barang ekspor impor Indonesia.
Sekarang ini karena terlalu banyaknya konsep, diharapkan konsep tersebut dapat dilengkapi dengan pemberdayaan kekayaan hinterland kepulauan Indonesia dan untuk itu diperlukan tenaga-tenaga expertise yang menguasai bidang tersebut seperti yang dilakukan oleh Mahathir dan Lew Kwan Yew.
Kesemuanya harus dapat mengefisiensikan birokrasi kepelabuhanan dan efisiensi jalur distribusi logistik domestik maupun internasional yang mengandalkan elastisitas dana PSO secara bertahap dan akhirnya menjadi mandiri (terlepas 100% dari dana PSO).
Download Artikel ini:
Sislognas, Tol Laut dan Efisiensi Birokrasi di Pelabuhan (541.5 KiB, 1,233 hits)