Oleh: Nova Indah Saragih
Dosen Program Studi Teknik Industri | Universitas Widyatama
Setengah dari jumlah populasi manusia yaitu 3,5 miliar orang tinggal di wilayah perkotaan. Jumlah tersebut diproyeksikan meningkat menjadi 5 miliar orang pada tahun 2030 (United Nations, 2020). Peningkatan jumlah populasi di wilayah perkotaan akan meningkatkan kebutuhan barang dan jasa yang harus dipenuhi. Permintaan barang tersebut selanjutnya berubah menjadi pergerakan barang perkotaan yang bertumpu pada jaringan jalan kota. Berbagai perusahaan yang mengirimkan barang ke wilayah perkotaan membuat pergerakan barang perkotaan terdiri dari berbagai aliran komoditas, berbagai rantai pasok, dan berbagai aktivitas transportasi (Anand dkk., 2012).
Peningkatan jumlah pergerakan barang tersebut pada akhirnya akan meningkatkan kemacetan, polusi, kecelakaan lalu lintas, dan kebisingan di wilayah perkotaan. Sejak awal tahun 1970-an, yaitu periode awal isu-isu transportasi barang di wilayah perkotaan mulai menjadi sorotan, sejumlah regulasi lalu lintas telah dibuat untuk menghindari adanya kendaraan berat di kota-kota dan membatasi dampak transportasi barang di wilayah perkotaan. Namun, regulasi lalu lintas itu tampaknya tidak mampu mengatasi masalah tersebut (Benjelloun dan Crainic, 2009). Wilayah perkotaan membutuhkan sistem logistik perkotaan yang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga yang tidak menambah tingkat kemacetan, polusi, kecelakaan lalu lintas, dan kebisingan di wilayah perkotaan.
Salah satu alternatif solusi yang dapat digunakan untuk merancang sistem logistik perkotaan yang efektif dan efisien serta tidak menambah tingkat kemacetan, polusi, kecelakaan lalu lintas, dan kebisingan di wilayah perkotaan adalah sistem transportasi maju (Taniguchi dkk., 2001). Sistem transportasi maju tersebut dapat berupa ICT (Information and Communication Technology) dan ITS (Intelligent Transport Systems). Aplikasi ICT dan ITS pada transportasi barang di wilayah perkotaan memungkinkan pengumpulan data yang akurat terkait pergerakan truk pickup delivery pada jaringan jalan di perkotaan dengan ongkos yang lebih rendah.
Data digital dapat sepenuhnya digunakan untuk mengoptimalkan perencanaan perutean dan penjadwalan kendaraan dalam sistem yang bersifat dinamis dan stokastik (Taniguchi dan Shimamoto, 2004; Ando dan Taniguchi, 2006 dalam Taniguchi, 2014). Dampak dari hal tersebut adalah pengurangan ongkos logistik, pengurangan emisi CO2, Nox, dan SPM, serta pengurangan kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu, baik perusahaan swasta maupun masyarakat dapat memperoleh manfaat dari aplikasi ICT dan ITS dalam hal efisiensi logistik serta pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan (Taniguchi, 2014).
Selama satu dekade terakhir, terjadi perkembangan yang signifikan dari teknologi informasi “pintar” untuk pengelolaan perutean kendaraan. Hal tersebut didukung oleh kemajuan teknologi dalam sistem informasi geografis yang lebih akurat, komputer generasi baru dengan kemampuan pemrosesan yang lebih cepat, dan pengembangan sistem serta teknik perencanaan yang lebih baik (Pillac dkk., 2011 dalam Cortes dkk., 2013).
Kementerian Pembangunan Spanyol (2013) dalam Cortes dkk. (2013) mendefinisikan ITS sebagai satu set aplikasi canggih di dalam teknologi informasi, elektronik, dan komunikasi yang dari sudut pandang sosial ekonomi dan lingkungan, dirancang untuk meningkatkan mobilitas transportasi, keselamatan, dan produktivitas, dengan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur yang ada, meningkatkan efisiensi energi, serta meningkatkan kapasitas sistem transportasi. ITS bertujuan untuk merespons dari perspektif multimodal terhadap kebutuhan transportasi dan menerapkan ICT.
Penggunaan ITS dapat membuat transportasi barang dilakukan secara optimal dalam hal arus lalu lintas, baik itu kecepatan maupun waktu. Jarasuniene (2007) dalam Cortes dkk. (2013), menyatakan bahwa aplikasi ITS memungkinkan pertukaran dan koordinasi informasi, akuisisi informasi, dan integrasi antara kendaraan dan infrastruktur jalan, pertukaran informasi dengan sektor swasta (penyedia layanan logistik), dan pertukaran dengan organisasi terkait nontransportasi, seperti lembaga pembayaran elektronik.
ITS adalah interkoneksi dari berbagai sistem informasi yang bertujuan untuk menangkap, berkomunikasi, menghitung, dan membantu pengambilan keputusan, serta memungkinkan pengelolaan aliran kendaraan dan sarana transportasi dengan tepat (Benjelloun dkk., 2010 dalam Cortes dkk., 2013). Untuk mengelola dengan tepat sistem transportasi, integrasi teknologi seperti internet, pertukaran data elektronik, komunikasi nirkabel, teknologi komputer, pemrograman, dan teknologi dirancang untuk menangkap dan menganalisis informasi yang diperlukan (Zapata dkk., 2010 dalam Cortes dkk., 2013).
Referensi:
- Anand, N., Quak, H., van Duin, R., dan Tavasszy, L. (2012): City Logistics Modeling Efforts: Trends And Gaps – A Review, Procedia – Social and Behavioral Sciences, 39, 101 – 115.
- Cortes, J. A. Z., Serna, M. D. A., dan Gomez, R. (2013): Information Systems Applied To Transport Improvement, Dyna rev.fac.nac.minas, Medellín, 80, 77-86.
- 3. Taniguchi, E., Thompson, R.G., Yamada, T. dan van Duin, R. (2001): City Logistics: Network Modelling And Intelligent Transport Systems, Pergamon, Oxford.
- Taniguchi, E. (2014): Concepts Of City Logistics For Sustainable And Liveable Cities, Procedia – Social and Behavioral Sciences, 151, 310 – 317.
- United Nations (2020): Goal 11: Make cities inclusive, safe, resilient and sustainable, United Nations.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Sistem Informasi Maju, Sebuah Alternatif Solusi bagi Tantangan Logistik Perkotaan Saat Ini (Bagian 1 dari 2 tulisan) (740.2 KiB, 170 hits)