Oleh: Setijadi | Chairman Supply Chain Indonesia
Untuk menekan penyebaran wabah Covid-19, pergerakan barang dan manusia memang harus dibatasi sekaligus dikendalikan, baik pada wilayah yang telah maupun belum/tidak menetapkan status tanggap darurat bencana.
Namun, barang kebutuhan pokok tetap harus terpenuhi sehingga diperlukan sistem logistik yang menjamin pendistribusiannya dengan meminimalkan potensi penyebaran wabah. Pengendalian pergerakan ini dilakukan dalam proses pengiriman barang dari sumber pasokan ke dalam kota maupun dalam penyampaian barang ke pelanggan.
Langkah awal dalam membangun sistem logistik tanggap darurat bencana adalah pemetaan rantai pasok, baik permintaan maupun pasokannya. Pemetaan permintaan mencakup: penentuan batas wilayah dan jumlah penduduk masing-masing wilayah, serta penentuan barang yang dibutuhkan (jenis dan volume). Pemetaan pasokan mencakup: identifikasi dan penentuan sumber-sumber pasokan masing-masing jenis barang berikut kapasitasnya.
Dalam pemetaan juga harus diidentifikasi sistem distribusi yang akan digunakan, termasuk penentuan para pelaku (perusahaan-perusahaan) yang akan terlibat beserta jumlah, jenis, dan sebaran fasilitas-fasilitas distribusinya.
Frekuensi pembelian dan pengiriman dapat dikurangi dengan volume pemesanan yang tinggi. Namun harus dipertimbangkan kemampuan penyediaan pasokan. Jika stok terbatas, volume pembelian justru harus dibatasi.
Penentuan volume pembelian ini juga harus mempertimbangkan kelompok masyarakat yang terbatas dananya. Pertimbangan lain adalah kapasitas penyimpanan rumah tangga dan ketahanan bahan pangan, seperti sayur, juga terbatas.
Membangun sistem logistik baru membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang berikut pendanaan yang besar. Sebaiknya, upaya itu dibarengi pemanfaatan sistem distribusi yang sudah berjalan, misalnya sistem distribusi pasar modern.
Sistem itu berikut fasilitas distribusi (pusat distribusi dan jaringan toko) dan sistem operasionalnya sangat memungkinkan untuk mendukung sistem logistik pada situasi tanggap darurat bencana.
Pemanfaatan Sistem Ritel
Sistem logistik itu harus meminimalkan kedatangan, pertemuan, dan kerumunan pembeli di toko ritel (minimarket dan supermarket) yang berpotensi meningkatkan penyebaran wabah Covid-19.
Sistem ini memposisikan jaringan toko ritel sebagai pusat distribusi di masing-masing wilayahnya dan menjalankan proses konsolidasi dan in-transit mixing. Toko ritel beroperasi seperti gudang tanpa kedatangan pembeli dengan driver transportasi online sebagai kurir.
Proses pemesanan dan pembayaran dilakukan secara online yang sudah ada dalam aplikasi transportasi online seperti Grab dan Gojek. Prosedur yang perlu dikembangkan mencakup proses pengepakan dan pengantaran dengan potensi penyebaran wabah minimal.
Minimalisasi interaksi juga harus dilakukan dalam proses penyerahan barang kepada pemesan. Misalnya, driver cukup menaruh barang belanjaan di teras rumah pemesan.
Proses pengiriman barang harus memperhatikan keamanan operator pengiriman (supir truk, driver transportasi online, dll.) dari risiko penularan wabah. Mereka harus dilengkapi masker, hand sanitizer, dan bahan pembersih armada dan barang bawaan. Keamanan operator pengiriman ini sangat penting tidak hanya untuk mereka namun juga bagi petugas toko ritel, konsumen pembeli, dan masyarakat umum.
Sistem pembelanjaan online ini dapat mengurangi potensi penularan wabah terhadap pegawai toko ritel. Sistem ini juga akan dapat mengurangi penurunan pendapatan driver transportasi online akibat penurunan jumlah penumpang karena dampak wabah ini.
Diperlukan sosialisasi sistem belanja itu secara masif dan segera, baik oleh pemerintah maupun pelaku bisnis (perusahaan ritel dan transportasi online) terkait.
Bandung, 22 Maret 2020
Setijadi
Chairman | Supply Chain Indonesia
E-mail : setijadi@SupplyChainIndonesia.com
www.SupplyChainIndonesia.com
Download Catatan ini:
Catatan SCI - Sistem Logistik dalam Situasi Tanggap Darurat Wabah Covid-19 (782.5 KiB, 230 hits)