Tingginya biaya logistik dan juga lamanya dwelling time di Indonesia bukan hanya kesalahan pihak pengelola pelabuhan. Direktur Utama Pelindo II (IPC) RJ Lino mengatakan ada beberapa instansi yang bertanggung jawab terhadap lamanya proses dwelling time saat ini.
“Ketidakpastian dwelling time ini bukan hanya karena pelabuhan, tapi juga karena instansi lain seperti Bea Cukai, Badan Karantina, BPOM, kementerian perdagangan, kementerian perindustrian, dan juga kementerian perhubungan,” kata RJ Lino dalam diskusi yang diselenggarakan di kantor PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Senin (29/12/2014).
Masa waktu bersandar kapal untuk bongkar muat (dwelling time) barang-barang impor di Indonesia masih membutuhkan waktu 5,2 hari. Sementara untuk dwelling time domestik memerlukan waktu 2 hingga 14 hari. “Dwelling time menurut saya dapat ditekan menjadi 4 hari. Tapi itu harus dilakukan oleh pemerintah karena melibatkan tujuh instansi terkait,” ucapnya, sebagaimana dilansir metrotvnews.com.
Sementara itu, terkait tingginya biaya logistik, Lino mengatakan bahwa ada pemahaman yang salah dengan mengatakan bahwa tingginya biaya tersebut karena lamanya proses dwelling time di pelabuhan. “Pelabuhan hanya berkontribusi sebesar 2,6 persen dari total biaya logistik saat ini. Biaya logistik saat ini sebesar 24,6 persen terhadap PDB,” tukasnya.
Faktor terbesar penyebab tingginya biaya logistik adalah lamanya proses pengadaan barang atau inventory yang menyumbang 8,7 persen dari total biaya logistik. Kemudian, lanjut Lino, faktor berikutnya adalah proses pengiriman barang di Indonesia yang masih lebih banyak menggunakan angkutan darat. Sekitar 90 persen pengiriman barang masih melalui angkutan darat, dan 1 persen menggunakan kereta api.
Sumber dan berita selengkapnya:
http://suaracargo.com/2014/12/30/sistem-logistik-nasional-semerawut-bukan-hanya-salah-pelabuhan/