Oleh: Brigjen. Pol. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.
Direktur Keamanan dan Keselamatan | Korlantas Polri
Kemacetan lalu lintas semestinya menjadi masalah besar karena lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. Kemacetan parah bisa dikatakan stroke. Namun faktanya di kota-kota besar di Indonesia sering dianggap sebagai hal biasa. Kemacetan disebabkan adanya perlambatan. Sayangnya faktor perlambatan ini hampir tidak pernah dipikirkan solusinya secara holistik atau sistemik. Cara penangananya parsial konvensional bahkan manual. Secara strategis dan politis hampir tidak tersentuh.
Perlambatan arus lalu lintas dapat disebabkan faktor-faktor sebagai berikut:
- Kapasitas jalan yang tidak memadai
Kepadatan arus lalu lintas tidak pernah dipikirkan berapa jumlahnya dan berapa persen over kapasitas di jalur tersebut. Analisis petugas-petugas yang berada di back office mungkin sama sekali tidak memahami atau mungkin tidak pernah terpikir adanya aplikasi digital traffic count untuk mengetahui dan menjawab tingkat kepadatan arus. Tatkala kepadatan arus sudah melampaui batas maksimal atau potensi terjadinya kemacetan parah, sudah bisa diambil tindakan pengalihan arus atau setidaknya ada upaya memberi informasi kepada publik untuk dapat melalui jalan alternatif.
- Faktor jalan
Kondisi jalan yang bottle neck atau terjadi penyempitan ini perlu dilakukan upaya-upaya rekayasa untuk mengatasinya atau setidaknya ada tindakan pengaturan untuk mempercepat arus dengan mengatasi faktor perlambatan lainya.Faktor kerusakan jalan, tikungan, persimpangan sebidang, tanjankkan, traffic light, sistem-sistem, penerangan jalan, gerbang-gerbang tol yang belum mampu menggunakan sistem electronic toll collecting, dan berbagai faktor jalan lainya yang menyebabkan para pengemudi mengurangi kecepatannya. Sistem-sistem aplikasi pengawasannya juga boleh dikatakan mengedepankan indra manusia. Sistem-sistem aplikasi justru dibuat pihak swasta bahkan dari pihak asing.
- Faktor kendaraan
Standar operasional kendaraan ini sering diabaikan. Tatkala digunakan bisa macet, pecah ban, patah as, tidak memenuhi batas standar cepatan minimal, over loading, dan sebagainya. Ini semua menimbulkan perlambatan. Sistem kontrol kendaraan yang digunakan berlalu lintas hampir belum ada yang terintegrasi secara online untuk mengendalikan atau setidaknya bisa menjadi solusi pengurai.
- Faktor pengemudi
Pengemudi yang kelelahan dan mengurangi kecepatanya, kurang kompetensi, melakukan pelanggaran dan sebagainya. Ini semua berdampak terjadinya kemacetan.
- Adanya pembangunan jalan
Pembangunan atau perbaikan jalan ini sangat mempengaruhi terjadinya perlambatan. Sayangnya juga belum ada standar-standar yang menjadi SOP untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi tingkat perlambatan.
- Parkir kendaraan bermotor yang sembarangan
Sistem yang ada masih manual dan konvensional bahkan menjadi ajang perebutan sumber daya dan dikelola dengan cara manual.
- Sistem-sistem tata ruang
Tata ruang perkotaan yang mengabaikan dampak lalu lintas. Kebijakan dan pengaturan tata ruang seringkali dilanggar dan diabaikan. Analisis dan solusinya sebatas kelengkapan administrasi dan kepentingan seremonial.
- Kebijakan industri dan perdagangan kendaraan bermotor
Hal ini antara perindustrian dan perdagangan tidak mau tahu urusan kelancaran berlalu lintas dengan alasan tenaga kerja atau devisa negara. Padahal lalu lintas juga menjadi cermin budaya bangsa.
- Sistem angkutan umum yang tidak mampu menjadi ikon kebanggaan bagi seluruh warga
Angkutan umum yang buruk berdampak pada penggunaan kendaraan pribadi. Buruk disini yaitu sistem angkutan yang masanya tidak mampu menjangkau atau melayani kebutuhan publik sampai dengan minimal 90 persen atau setidaknya 80 persen. Belum lagi sistem dua pengawasan dan pengaturan pada interchange yang tidak profesional menyebabkan perlambatan.
- Kesadaran masyarakat yang rendah
Dari perilaku berlalu lintas yang melanggar, menggunakan jalan atau badan jalan yang bukan untuk lalu lintas, dan sebagainya.
Sepuluh poin di atas merupakan penyebab terjadinya perlambatan. Penanganan ada? Ya, pasti ada. Siapa yang dituding bersalah? Latah atau tidak pertanyaanya polisinya ke mana? Polisi pun tidak menganalisis terus menjawab dengan penjagaan pengaturan dan berbagai rekayasa terbatas. Hingga membentuk tim urai. Ini sama juga kematian mendadak yang dikatakan serangan jantung. Seakan jawaban itu sudah selesai tidak pernah dipikir lifestyle-nya, dan sebagainya.
Di era digital maka penanganan perlambatan mau tidak mau dilakukan secara terintegrasi. Pilar utama era digital adalah: 1. Adanya back office sebagai call and comand centre yang mampu memberikan informasi, komunikasi, komando dan pengendalian, serta solusi; 2. Adanya sistem-sistem aplikasi yang menjadi bagian penting pengaturan dan pengawasanya secara virtual maupun aktual dalam IT for road safety; 3. Ada sistem urai dan quick response-nya. 4. Ada sistem call centre.
Dari sisi kepolisian sistem IT for road safety yang telah sedang dan akan dibuat adalah untuk mendukung smart city sehingga dapat terjaminnya keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Di dalam smart city IT bukanlah sebagai tujuan utama melainkan sebagai sarana. Dalam konsep smart city meningkatnya kualitas hidup masyarakatlah tujuanya. Kota yang humanis, aman, nyaman, dan asri termasuk lalu lintasnya yang aman, selamat, tertib, dan lancar. Sejalan dengan hal tersebut program IT for road safety merupakan langkah mendasar untuk memetakan, membuat model, penanganan secara holistik atau sistemik, pendekatan berbasis pada scientific, dan teknologi. Terbangunnya big data dalam back office yang diinput melalui berbagai aplikasi dan juga akan dikaji melalui riset secara ilmiah. Hal-hal yang dilakukan inputing data adalah membuat kategori untuk mengidentifikasi akar masalah penyebab dari setiap permasalahan terkait road safety.
- Tahapan identifikasi akar masalah penyebab sebagai berikut:
a) Merumuskan model automatisasi system inputing data yang diperoleh dari berbagai sumber (laka, langgar, traffic attitude record, jalan, kendaraan, alam, lingkungan dan masalah sosial kemasyarakatan dan penyebab lain yang mungkin menjadi menjadi penyebab). Semakin banyak sumber data masuk maka semakin akurat dalam hal hasil analisis.
b) Accident data analysis, adalah proses pendalaman data data terhimpun menuju kesimpulan terkait penyebab. Hipotesis yang dihasilkan dari accident data analysis perlu diuji melalui penelitian (research).
c) Traffic Accident Research Centre (TARC), merupakan proses pengujian kebenaran dari hipotesis yang dihasilkan dari data analysis. TARC merekonstruksi hipotesis dan Traffic Accident Analysis (TAA) dalam sebuah skenario uji teknis.
d) TARC menghasilkan kesimpulan tentang penyebab dan membangun rumusan strategi pemecahan dalam ruang lingkup:
1. Edukasi/pencerahan
2. Law enforcement
3. Standard procedur penyelesaian (preventif dan post-crash).
- Implementasi strategi (edukasi atau law enforcement).
Strategi yang diterapkan berdasar cakupan masalah yang dihadapi (relatif). Landasan yang dipakai adalah hasil dari TARC yang juga dikaitkan pada sistem uji SIM dan pola penindakan pelanggaran penyebab fatalitas korban laka (helmet, speed, drink driving, seat belt, child restraint, penggunaan HP saat berkendara, dan melawan arus).
- Kapasitas tim
Kapasitas tim penting untuk menguasai dan memahami kemampuan internal guna mendapatkan informasi rasio perbandingan antara besaran masalah dengan tim yang menangani. Kapasitas tim ini juga termasuk dalam kemampuan terkait penggunaan alat bantu IT. Selain dari standar kemampuan dan pengetahuan tentang road safety dan core bussines proses. Implementasi IT dalam setiap pos penyelesaian masalah road safety melalui smart management dengan catatan core bussines prosesnya jelas, alurnya nyambung dan logic sebagai kontruksi dan rekonstruksi secara konseptual maupun implementasinya sehingga dapat ditemukan model dan pola-polanya.
- Sistem-sistem inputing data terintegrasi dengan satu basis data (output dari TARC), IRSMS, traffic attitude record (TAR), Electronic Registration and Identification (ERI), Safety and Security Centre (SSC), dan Safety Driving Centre (SDC).
Data laka menjadi fokus perhatian akan dikembangkan kajiannya melalui TARC untuk dapat mengumpulkan dari berbagai sumber yang salah satunya laka, data TAA, dan sumber external. Selanjutnya melakukan proses pengkajian dan pengujian dengan melibatkan berbagai disiplin pengetahuan sehingga hasil dari TARC tingkat akurasinya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah maupun secara hukum dan fungsional kepolisian.
9 Maret 2018
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan/atau sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, serta tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI_-_Artikel_Sistem_Penanganan_Kemacetan_Lalu_Lintas_Bagian_1_dari_2_tulisan-.pdf (816.2 KiB, 873 hits)