Kehadiran instansi khusus dalam penyelenggaraan jalan tol di Indonesia sejatinya sudah muncul sejak 2005 silam. Harapannya instansi yang bernama Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) ini mampu menyelenggarakan pembangunan, pengusahaan, serta pengelolaan jalan tol secara luas. Salah satu produk pengawasan yang dihasilkan dalam penyelenggaraan jalan tol adalah penilaian standar pelayanan minimum (SPM) jalan tol.
Instrumen pengawasan SPM ini merupakan bagian melekat dari BPJT yang evaluasinya dilakukan setiap enam bulan. Hanya saja, terkadang persepsi penilaian antara pihak assessor dan pihak yang dinilai bisa saja bersilang pendapat karena standar yang digunakan berbeda (standar ganda). Pemerintah semestinya meletakkan kembali dasar penilaian layanan tidak hanya dari sisi pemerintah, tetapi juga suara konsumen pengguna tol.
Untuk itu, anggota Komisi V DPR RI, Nusyirwan Sudjono, meminta pemerintah, dalam hal ini BPJT, untuk melakukan pengawasan terhadap SPM jalan tol secara cermat. Demikian juga dalam penilaian layanan harus dihindari munculnya standar ganda.
KENYATAAN BERBEDA
Kententuan SPM ditetapkan berdasarakan Pemenpu No392/PRT/M/2005 dan ditindaklanjuti dengan SK Kepala BPJT No 03/KPTS/BPJT/2006. Secara sederhana, SPM jalan tol meliputi kondisi jalan, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan serta unit pertolongan atau penyelamatan.
Dalam pantauan Koran Jakarta, di lapangan secara visual dan sederhana untuk ruas jalan tol Kanci-Pejagan dan Surabaya-Gresik yang telah dinyatakan lulus SPM oleh pemerintah kualitasnya tidak sebaik dengan jalan tol yang belum lulus SPM.
Sumber dan berita selengkapnya:
http://www.koran-jakarta.com/?11431-standar%20layanan%20tol%20meragukan