Oleh: Rudy Sangian | Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Dalam rangka untuk memperbaiki layanan kepelabuhanan, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 117/2015 tentang Relokasi Barang Impor yang Sudah Melewati Batas Waktu Penumpukan Tiga Hari di Lini Satu Pelabuhan.
Dengan mengimplementasikan peraturan tersebut secara konsisten diharapkan dwelling time bisa mencapai rata-rata tiga hari.
Perlu diketahui bersama bahwa berbagai masalah yang dihadapi oleh para business players (shipping lines, shipping agent, freight forwarder, importer) dan operator pelabuhan adalah bahwa tidak adanya informasi mengenai container yang terkena relokasi.
Maksud dari informasi ini adalah mereka senantiasa diberikan informasi mengenai apakah container yang direlokasi itu adalah container yang tergolong memang harus dipindahkan karena sudah lebih lama (long stay) berada di lini I quay yard dibandingkan dengan container lainnya.
Pada gambar di bawah ini, ada contoh 4 tier container di susun di lini I quay yard, maka yang patut di-relokasi adalah container yang berada di tier 1 dan bukan yang berada di tier 4, kecuali memang ada informasi bahwa yang ada di tier 4 adalah lebih lama dari container yang berada di tier lainnya.
Relokasi container itu harus seizin bea cukai, dalam hal relokasi yang dikeluhkan oleh para business players adalah apakah container tersebut memang patut dipindahkan sesuai dengan kebijakan Permen 117/2015 tentang long stay dan yard occupancy ratio (YOR) lini I quay yard.
Long stay yang dimaksud adalah upaya untuk memindahkan beberapa container ke lahan penyangga lainnya sehingga dwelling time dapat ditekan dan YOR senantiasa berada di kisaran 65%.
Container yang direlokasi itu seharusnya status container yang sudah lama berada di lini I quay yard (long stay) dan bukan yang baru dibongkar yang secara alamiah pasti diletakkan pada tier 4 sebagaimana gambar di atas.
Praktek di lapangan untuk mengambil container yang berada di tier 1 itu memerlukan alat untuk mengangkat container–container yang berada di tier atasnya untuk ditempatkan di sebelahnya lalu container di tier 1 tersebut segera di lift on ke atas haulage truk pengangkutnya untuk dibawa ke lahan penyangga lainnya.
MEKANISME PENGAMBILAN CONTAINER DI LINI 1 QUAY YARD
Jika kapal telah disepakati untuk disandarkan maka pastikan kegiatan bongkar muat dapat segera dilakukan, jika ternyata kesiapan alat bongkar muat dan ketersediaan tenaga operator alat bongkar muat serta ketersediaan lapangan lini I quay yard berpotensi YOR naik dan berpotensi dwelling time lama yang disebabkan oleh berbagai hal yang berkenaan dengan management coordination sesama business players untuk menyelesaikan berbagai administrasi yang berkenaan dengan clearance process ke berbagai pihak sebagaimana yang tertera pada gambar di bawah ini.
Maka, ekosistem terhadap jaminan kelancaran arus barang di pelabuhan menjadi terhambat. Jadi, tidak semata-mata barang harus segera direlokasi, kita harus melihat penyebab utama, akar permasalahan dwelling time dan YOR di pelabuhan.
Ada pendekatan lain, yaitu kapal lebih baik berada di area labuh daripada menciptakan dwelling time dan YOR di pelabuhan dan tidak perlu mengalami relokasi barang yang konon biayanya sangat tinggi yaitu sekitar 1 juta-an per TEUs.
Namun di sisi lain, bagaimana kapal boleh lebih baik berada di area labuh sementara tidak ada koordinasi semua pihak di pelabuhan, yang mana semua data perencanaan kegiatan berjalan secara alamiah dan tidak pernah dikendalikan perencanaan tersebut untuk melihat berbagai potensi dwelling time dan YOR di pelabuhan.
DWELLING TIME dan YOR vs BIAYA RELOKASI
Jika setiap hari ada sebanyak 3000 TEUs s//d 5000 TEUs container yang terkena relokasi maka 3000 x Rp. 1 juta = Rp. 3 milyar per hari atau 5000 x Rp. 1 juta = Rp. 5 milyar per hari. Jika dikalikan dengan 360 hari maka ada Biaya Relokasi Rp. 1 T s/d hampir Rp. 2 T per tahun yang mana sudah setara dengan net profit laporan tahunan sebuah BUMN Operator Pelabuhan.
Harus diingat bahwa dwelling time yang di informasikan pada media masa itu dwelling time lini I quay yard dan tidak termasuk hitungan dwelling time container di lini penyangga. Jika fokusnya adalah YOR dan dwelling time lini I quay yard maka volume ribuan TEUs container yang terkena relokasi dapat mengkondisikan YOR quay yard 65% dan dwelling time pendek.
Perlu diketahui bahwa untuk mengambil container di tier 1 sebagaimana disebutkan di atas maka biaya bahan bakar sebuah alat top loader atau reach taker itu berkisar 50 liter per jam.
Tarif progressive yang berkesinambungan mulai dari container berada di lini I quay yard dan seterusnya berada di lini penyangga, yang sudah pasti turut menambahkan biaya relokasi trilyunan rupiah dimaksud di atas dan akhirnya tidak akan menekan totalitas biaya logistik yang sudah ada.
Indikator dwelling time dan YOR di Indonesia belum menunjukkan perubahan, hal ini disebabkan oleh adanya efek domino biaya relokasi, tarif progressive di lini penyangga dan biaya bahan bakar peralatan relokasi lini I quay yard.
Dwelling time dan YOR lini I quay yard membaik itu bukan berarti totalitas biaya logistik sudah membaik.
Download Artikel ini:
Dwelling Time dan Yard Occupancy Ratio YOR vs Biaya Relokasi (746.3 KiB, 1,450 hits)