Berbagai upaya untuk mengurangi daya rusak infrastruktur jalan tol terus dilakukan beberapa pengelola jalan tol, mulai dari imbauan, peringat, hingga saksi denda sudah diterapkan, tapi apalah daya, sampai sekarang persoalan beban berlebih (overload) di jalan tol belum menemui solusi.
Bagi jalan arteri, perbaikan jalan harus menunggu siklus anggaran tahunan, atau bisa multi-tahun, tetapi bagi pengelola jalan tol harus menelan sendiri beban kerusakan prasarana.
Menurut Bambang Eko Hargianto, Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) wakil Kementerian PU, sekarang memang belum ada aturan lalu lintas berat masuk jalan tol. Namun, perlu diketahui sebenarnya jalan tol merupakan jalan nasional juga sehingga ketentuan jalan nasional non tol pasti berlaku di jalan tol.
“Law enforcement memang lemah, dan ketentuan jalan nasional non-tol pasti berlaku di tol, dengan aturan maksimum MST (muatan sumbu terberat) 10 ton, dan kendaraan yang melintas di atas itu sebetulnya sudah melanggar ketentuan,” tegas Bambang Eko, di Jakarta, baru-baru ini.
Lalu, lanjut Bambang Eko, yang membatasi hal tersebut adalah aturan. Sebenarnya tidak hanya di jalan tol saja, jalan nasional juga rusak parah karena dibebani kendaraan angkutan lebih 40 ton seperti kendaraan masuk keluar pelabuhan. “Termasuk pantura rusak, tetapi tol seperti Jakarta–Cikampek tetap baik, karena ada yang merawatnya. Kalau dia bisa dan mampu, kita senang,” tuturnya. “Ini sebenarnya dilema, butuh sinergi baik Kementerian Perdagangan, Perhubungan, Perindustrian dengan desain kendaraan dari hulunya.”
Sumber dan berita selengkapnya:
http://www.koran-jakarta.com/?18942-beban-overload%EF%BF%BD-mesti-ditekan