JAKARTA-Pelaku usaha angkutan barang moda truk sangat keberatan untuk mengalihkan moda angkutan mereka dari truk yang berbahan bakar minyak ke truk berbahan bakar gas seperti imbauan pemerintah.
Bila itu dipatuhi, pebisnis angkutan barang akan terbebani terutama oleh tingginya nilai pajak truk BBG yang mencapai sekitar 45%.
Salah satu pencetus Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) atau Indonesian Trucking Association Kyatmaja Lookman mengatakan program konversi BBM ini dalam pelaksanaannya masih belum jelas realisasinya karena antara pemerintah dan pengusaha masih saling menunggu.
PERBANDINGAN
Sebagai perbandingan, ucapnya, truk merek Hino 6×2 berbahan bakar gas, saat ini dibanderol dengan harga sekitar Rp1,5 miliar per unit, sedangkan yang berbahan bakar minyak hanya Rp800 juta per unit. Dengan modal harga yang berselisih jauh, modal yang dihamburkan pengusaha akan lebih besar.
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menilai penggunaan BBG dapat mengurangi biaya transportasi dan lebih efisien. Saat ini, harga BBG lebih murah dibandingkan dengan BBM karena hanya setara dengan Rp3.100 per liter.
Selain itu, nilai positif dari penggunaan BBG diantaranya dapat mengurangi impor BBM, lebih ramah lingkungan, relative aman khususnya ketika terjadi kecelakaan atau kebakaran karena adanya ketersediaan safety valve.
“Namun, yang perlu diperhatikan adalah cara kerja mesin kendaraan BBG berbeda dengan kendaraan BBM. Oleh karena itu, para supir harus mengetahui teknisnya,” tuturnya.
Menurut Setijadi, selain beralih secara langsung ke kendaraan yang berbahan bakar gas, perusahaan transportasi juga bisa menggunakan konventer kit yang memungkinkan penggunaan kedua jenis bahan bakar tersebut.
Sumber dan berita selengkapnya:
Bisnis Indonesia, edisi cetak 23 Desember 2014