Oleh: Rudy Sangian | Senior Consultant at Supply Chain Indonesia
Gagasan Tol Laut yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo diharapkan menjadi angin segar untuk bisnis kepalabuhan dan pelayaran di Indonesia.
Tol laut tersebut dimaksudkan untuk mengurangi disparitas harga antar pulau di Indonesia dan untuk menurunkan biaya logistik di Indonesia.
Dari hasil observasi dan wawancara langsung di wilayah lampung mengenai peluang bisnis pelabuhan dan kondisi umum bisnis logistik pelabuhan pada dua tahun yang lalu, adalah sebagai berikut:
- Utilisasi peralatan baru bongkar muat yang dikelola BUMN Operator Pelabuhan itu hanya 30% saja (tidak maksimum).
- Produksi maksimum bongkar muat rata-rata tidak lebih dari 9000 TEUS per bulan.
Lampung memiliki banyak pelabuhan yang dikelola sendiri dan yang menjadi pertanyaan adalah utilisasi peralatan baru BUMN Operator Pelabuhan itu hanya 30% (padahal alat-alatnya baru dengan harga puluhan milyar rupiah), sementara pelabuhan-pelabuhan kecil di sekitarnya ada kegiatan bongkar muat yang rutin setiap harinya.
Secara umum ini memberikan indikator bahwa pasar logistik pengiriman barang itu tidak dapat diserap 100% oleh pelabuhan yang dikelola BUMN Operator Pelabuhan tersebut.
Saya lanjutkan kegiatan penelitian tentang bagaimana tender pengiriman barang itu dilakukan dan dari info wawancara ditemukan bahwa kebanyakan Peserta Pemenang Tender pengiriman barang itu adalah perusahaan-perusahaan yang mengelola pelabuhan-pelabuhan kecil dimaksud. Dengan demikian kegiatan logistik pengiriman barang itu dapat dilakukan di pelabuhan yang dikelolanya sendiri dan tidak dikerjasamakan dengan pelabuhan yang dikelola oleh BUMN Operator Pelabuhan dimaksud.
Selanjutnya, saya pernah ke Gede Bage Bandung dan melakukan wawacara dengan Manajer Petikemasnya dan mendapatkan kesimpulan bahwa sekalipun totalitas biaya pengiriman logistik dari MTI Jakarta ke Bandung itu bisa diatur lebih murah namun beliau mengatakan tidak mudah menggeserkan perilaku serta hubungan yang eksklusif antara Manajer Ekspor Import Manufaktur dengan langganan perusahaannya yang sudah bertahun-tahun menjadi Mitra Logistik pengiriman barang antara Jakarta – Bandung yang menggunakan angkutan truk.
KELUWESAN PELAKU USAHA LOGISTIK
Dalam setiap tender pengiriman barang apalagi sudah terbangun secara “eksklusif” dan “tahu-sama-tahu” maka strategi merebut pasar logistik dengan harga yang termurah itu bukanlah suatu jaminan bahwa kita bisa menjadi leader dalam dunia logistik pengiriman barang.
Kemitraan perusahaan logistik dengan para Manajer Logistik perusahaan manufaktur itu lebih luwes, lebih friendly.
Sedangkan, BUMN Operator Pelabuhan atau BUMN Penyelenggara Logistik itu lebih kaku yang disebabkan tidak bisa menyediakan “buffer” karena sebagai BUMN itu selalu di-audit Laporan Keuangannya dengan cara yang sudah baku di BUMN.
PERDANA TOL LAUT LAMPUNG SURABAYA
Pada tanggal 6 Mei 2015 yang lalu telah diresmikan Proyek Tol Laut menggunakan KM Mutiara Persada III untuk menghubungkan logistik pengiriman barang dari Lampung ke Surabaya.
Tetapi walaupun ada proyek tol laut tersebut yang telah digagas oleh Pelindo II dan Pelindo III masih terjadi sepi muatan sebesar 50% dari kapasitas yang diharapkan.
Sekalipun ekonomi turun pada beberapa bulan ini tapi tetap saja kita melihat pada jalur Pantura ada saja truk-truk yang mengangkut barang dari Jakarta ke Surabaya dan sebaliknya.
CORE COMPETENCY DAN PERILAKU PASAR LOGISTIK PENGIRIMAN BARANG
Regulator Pelabuhan tetap dikelola oleh pemerintah/regulator. Dan BUMN Operator Pelabuhan tetap BUP (Badan Usaha Pelabuhan) yang berdasarkan UU 17/ 2008 mengelola pelabuhan secara komersil.
Core competency keduanya itu sudah statik dan tidak bisa merubah perilaku dunia pasar logistik pengiriman barang.
Regulator Pelabuhan tidak bisa menjadi Pelaku Usaha Logistik dan BUMN Operator Pelabuhan juga tidak bisa menjadi Regulator Pelabuhan atau menjadi Pelaku Usaha Logistik.
Definisi Reformasi Pelabuhan adalah memutuskan mata rantai politikus, birokrasi dan pebisnis sehingga semua yang ada sekarang dapat fokus berjalan sesuai dengan core competency-nya masing-masing; tidak ada yang monopoli di pelabuhan.
DORONGAN KEBUTUHAN KONSORSIUM AD-HOC
Penyelesaian permasalahan pelabuhan harus diselesaikan secara bersama antara pemerintah, asosiasi dan para pelaku usaha logistik. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan Konsorsium Ad-Hoc
Konsorsium Ad-Hoc kalau di ranah perhubungan udara itu ada wadahnya yang disebut dengan IASM (Indonesian Airport Slot Management), yang tupoksi-nya adalah mengalokasikan slot bagi Maskapai Penerbangan dengan cara tidak diskriminatif dan berlangsung secara transparan dan fair – first booking first service dan IASM melakukan koordinasi dengan Operator Bandara (AP I dan AP II) agar terjadi kelancaran kapal udara masuk bandara dan keluar bandara.
Mari kita duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan pelabuhan di Indonesia dan memajukan bisnis logistik kepelabuhanan dengan membentuk dewan kepelabuhanan yang bisa menjadi penengah seperti IASM di ranah perhubungan udara.
Download artikel ini:
Menelusuri Peluang Bisnis Logistik Kepelabuhanan (517.0 KiB, 979 hits)