
Oleh:
- Dr. Tomy Perdana (Manajer Value Chain Center (VCC) LPPM Universitas Padjajaran)
- Kusnandar (Peneliti LIPI)
“Triple Helix Model” Untuk Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran dan Buah Yang Melibatkan Petani Kecil Dalam Memenuhi Permintaan Pasar Global.
Untuk mewujudkan daya saing sayuran dan buah segar Indonesia di pasar global diperlukan suatu pengembangan manajemen rantai pasok yang mampu menciptakan dan mendistribusikan nilai tambah diantara pelaku yang terlibat dalam agribisnis sayuran. Manajemen rantai pasok merupakan integrasi dari proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui para pemasok yang menyampaikan produk, jasa dan informasi yang memiliki nilai tambah bagi konsumen dan stakeholders yang lain (Mentzer et al., 2001).
Penciptaan nilai tambah merupakan upaya untuk mewujudkan efisiensi usaha, sedangkan distribusi nilai tambah adalah proses untuk mewujudkan keadilan berusaha (Bunte, 2006). Efisiensi dan keadilan merupakan syarat keharusan untuk mewujudkan daya saing karena karakteristik petani sayuran dan buah Indonesia memiliki skala usaha yang kecil dan tersebar di berbagai sentra produksi. Pelibatan petani kecil merupakan salah satu kata kunci selain daya saing dan berkeadilan dalam pengembangan rantai pasok agribisnis dan agroindustri di negara berkembang (Chowdury et al. 2005; Vorley and Proctor, 2008; Da Silva and Baker, 2009).
Petani kecil di negara berkembang umumnya memiliki keterbatasan dalam akses teknologi, pelayanan penyuluhan dan integrasi pasar (Ferroni and Castle, 2011). Kondisi tersebut terjadi pada petani kecil sayuran dan buah di Indonesia sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan pasar ekspor seperti kesinambungan kuantitas, kualitas, keamanan pangan dan harga yang bersaing.
Dalam pengembangan manajemen rantai pasok sayuran dan buah yang melibatkan petani untuk memenuhi permintaan pasar global diperlukan inovasi kelembagaan (institutional innovation) berupa suatu aturan main yang mampu mereduksi resiko dan biaya transaksi yang timbul akibat keterbatasan petani kecil tersebut. Inovasi kelembagaan tersebut dapat terbentuk karena interaksi antara petani kecil dan pasar, juga interaksi antara universitas, pihak swasta (private) dan pemerintah (Perdana, 2011). Interaksi antara universitas, pihak swasta atau industri dan pemerintah merupakan kunci untuk inovasi dan pertumbuhan di era ekonomi berbasis pengetahuan (Etzkowitz, 2008).
Dalam artikel ini akan dibahas studi kasus model “Triple Helix” interaksi antara universitas, eksportir, pemerintah dan lembaga pendukung pembangunan dalam membangun manajemen rantai pasok sayuran dan buah yang melibatkan petani kecil untuk memenuhi pasar global atau ekspor. Dalam model interaksi tersebut dihasilkan suatu inovasi kelembagaan yang mampu mereduksi resiko dan biaya transaksi yang harus ditanggung eksportir dan petani kecil. Selain itu, dalam model tersebut juga diperlihatkan upaya untuk mengatasi hambatan yang dihadapi petani kecil dalam akses teknologi, pelayanan penyuluhan dan integrasi pasar.
Pembahasan dalam artikel ini menggunakan Causal Loop Diagram (CLD) yang merupakan bagian dari System Dynamics,pendekatan yang menggunakan perspektif umpan balik informasi dan delays untuk memahami dinamika perilaku yang kompleks dari sistem fisika, biologis dan sistem sosial (Sterman 2000). CLD memperlihatkan interaksi yang kompleks berupa umpan balik dari berbagai variabel dalam model “Triple Helix” untuk pengembangan manajemen rantai pasok sayuran dan buah yang melibatkan petani kecil untuk memenuhi permintaan pasar global.
Universitas Padjadjaran merupakan salah satu kampus yang terletak dekat dengan area sentra produksi sayuran dan buah di Jawa Barat. Dalam waktu 30 menit dari Universitas Padjadjaran, kita dapat menjangkau lembang yang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dan buah di Jawa Barat. Universitas Padjadjaran memiliki Pusat Rantai Nilai (Value Chain Center /VCC) yang didirikan sebagai hasil kerjasama dengan AMARTA (Agribusiness Market Support Activity) USAID pada pertengahan tahun 2009. Pendirian VCC tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan stakeholders pembangunan agribisnis Jawa Barat (petani, eksportir, supermarket, perbankan, pemerintah, asosiasi dan LSM) berupa keberadaan suatu lembaga yang mampu menjembatani kebutuhan petani dengan pelaku pasar serta pemerintah dalam meningkatkan daya saing agribisnis Jawa Barat.
VCC melakukan tiga aktivitas utama, yakni: (1) melakukan multistakehoders meeting untuk mengatasi hambatan petani kecil dalam mengakses teknologi, pasar, informasi dan pembiayaan; (2) melakukan berbagai pelatihan bagi para pelaku agribisnis, baik petani kecil, pelaku pasar maupun industri pendukung, juga untuk aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah; dan (3) melakukan penelitian berupa analisis dan simulasi kebijakan bagi para pengambil keputusan di tingkat pelaku usaha dan pemerintah. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan kebutuhan para stakeholder yang didanai dari kontribusi para stakeholders, seperti eksportir, asosiasi, pemerintah daerah, AMARTA USAID dan mandiri (internal VCC).
Pada akhir tahun 2009, VCC bersama dengan Asosiasi Eksportir Sayuran dan Buah Indonesia (AESBI) terlibat dalam kegiatan akselerasi peningkatan ekspor sayuran dan buah Indonesia ke Singapura bersama dengan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. VCC menjadi salah satu anggota taskforce ekspor sayuran dan buah Indonesia ke Singapura bersama dengan eksportir, asosiasi petani, Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Propinsi dan AVA (Agrifood and Veterinary Authority) Singapore.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan taskforce ekspor, pada awal tahun 2010 dilakukan kesepakatan kerjasama antara Rektor Universitas Padjadjaran dengan Direktur Utama PT Alamanda Sejati Utama, Eksportir Hortikultura, untuk membangun Manajemen Rantai Pasok Sayuran dan Buah untuk memenuhi Pasar Ekspor. Kesepakatan tersebut disaksikan juga oleh Direktur Sayuran Kemneterian Pertanian Indonesia, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat dan perwakilan AMARTA USAID. Dalam kerjasama tersebut, VCC menjadi pelaksana kegiatan.
Dalam implementasi kerjasama tersebut, VCC menerapkan model manajemen rantai pasok sayuran dan buah yang dikembangkan oleh tim VCC dengan menggunakan pendekatan System Dynamics. Dalam model tersebut, VCC berperan sebagai konsolidator rantai pasok yang memberikan pelayanan kepada eksportir dan petani kecil dalam aspek teknis, manajerial, kelembagaan serta akses pada teknologi, pembiayaan dan pasar. Lingkup kerjasama tersebut meliputi komoditas sayuran yang terdiri atas buncis, paprika, sayuran daun, zucchini, radish, jagung, bawang daun dan cabe merah. Sedangkan komoditas buah terdiri atas jambu merah (pink guava) dan mangga.
Dalam kerjasama tersebut, Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat mendukung dengan memberikan bantuan fasilitas rumah kemasan dan sistem rantai pendingin kepada kelompok tani yang menjadi mitra VCC dan eksportir. Sampai saat ini, telah dibangun empat rumah kemasan yang dilengkapi dengan gudang berpendingin untuk komoditas sayuran, yakni buncis, sayuran daun dan paprika, yang terletak di sentra produksi Bandung Barat dan Bandung. AMARTA USAID membantu dalam membiayai berbagai pelatihan yang terkait dengan budidaya dan pasca panen sayuran serta membangun beberapa demonstration plot pada kelompok tani mitra.
VCC menempatkan staf pada beberapa kelompok tani yang menjadi mitra. Staf VCC tersebut disebut sebgai konsolidator lapangan yang bertugas setiap hari untuk mendampingi petani kecil dalam memenuhi permintaan eksportir. Staf VCC bersama-sama dengan kelompok tani dan eksportir membuat perencanaan produksi bersama berdasarkan permintaan pasar ekspor yang telah disepakati dalam kontrak antara kelompok petani dan eksportir. Staf VCC tersebut dibiayai dari imbalan yang diperoleh VCC dari setiap volume sayuran dan buah yang terkirim dan memenuhi persyaratan untuk diekspor ke Singapura.
Dalam interaksi VCC-eksportir-pemerintah mengalami menghadapi berbagai permasalahan yang berdampak pada kinerja pasokan sayuran dan buah dari petani kecil di bawah target yang telah ditetapkan. Permasalahan tersebut diantaranya adalah kurang solidnya kelompok tani, pembayaran tunda dari eksportir selama dua minggu atau lebih, pembatalan pesanan dari eksportir, produk cacat yang tinggi karena proses bisnis eksportir yang tidak tepat, ketidakmampuan staf lapangan dalam menyelesaikan dinamika kelompok tani dan perubahan iklim yang tidak terduga.Berbagai permasalahan tersebut menimbulkan resiko bagi petani kecil, eksportir dan VCC, karena model yang dikembangkan menerapkan sistem umpan balik antar pihak. Penurunan kinerja salah satu pihak akan menyebabkan penurunan kinerja pihak lain.
Berdasarkan hasil evaluasi terdapat dua tipe resiko yang dihadapi pihak dalam interaksi antara petani kecil-VCC-eksportir. Pertama adalah resiko yang bisa diatasi oleh interaksi petani kecil-VCC-eksportir, seperti kurang solidnya kelompok tani, produk cacat yang tinggi karena proses bisnis eksportir yang tidak tepat dan ketidakmampuan staf lapangan. Kedua adalah resiko yang tidak bisa diatasi oleh interaksi petani kecil-VCC-eksportir seperti pembatalan pesanan, pembayaran tunda dan perubahan iklim yang tidak terduga.
Dalam mengatasi resiko yang tidak bisa diatasi oleh interaksi petani kecil-VCC-eksportir, VCC bekerjasama dengan pihak lain seperti perbankan (Bank Indonesia, Bank Agro dan Badan Musyawarah Perbankan Daerah), Syngenta Foundation, pelaku pasar lain (supermarket dan agroindustri) serta meningkatkan peran dari pemerintah daerah. Dengan intraksi multipihak tersebut resiko-resiko tersebut dapat dikurangi sehingga terjadi peningkatan kinerja pasokan sayuran dan buah dari petani kecil.
Kesimpulannya, interaksi multipihak yang dilakukan oleh VCC Universitas Padjadjaran telah mampu melibatkan petani kecil dalam rantai pasok sayuran dan buah global dan mengurangi berbagai resiko yang timbul dalam pengembangannya. Implikasi kebijakan dari interaksi yang terjadi adalah replikasi model pada daerah lain yang dilakukan oleh pemerintah. Penelitian lanjutan yang dapat dikembangkan adalah mengembangkan sistem informasi untuk pengukuran kinerja interaksi yang terjadi antara multipihak dalam rantai pasok sayuran dan buah.
Sumber:
http://tomyperdana.blogspot.co.id/2012/01/triple-helix-model-untuk-pengembangan.html
Download Artikel ini:
Triple Helix Model, untuk Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran dan Buah yang Melibatkan Petani Kecil dalam Memenuhi Permintaan Pasar Global (542.1 KiB, 1,217 hits)