JAKARTA, KOMPAS-Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mendukung upaya pemerintha dalam menekan masa inap barang di pelabuhan (dwelling time). Pelabuhan harus dikembalikan fungsinya, yakni sebagai tempat bongkar muat barang dari dan ke kapal, bukan untuk kegiatan penimbunan.
Wakil Ketua Umum BPP GINSI Erwin Taufan di Jakarta, Senin (19/9), menyatakan, penurunan dwelling time yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, yang semula rata-rata 7-8 hari menjadi 3,2 hari saat ini, karena operator terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok sudah fokus pada bisnis utamanya, yakni bongkar muat. Operator terminal juga mengimplementasikan secara konsisten Permenhub Nomor 17 Tahun 2015 tentang Relokasi Barang Impor yang telah melewati batas waktu pengumpulan.
“Sayangnya, belum semua opertor terminal menjalankan peraturan itu sehingga ada barang yang dibiarkan lama di penumpukan dengan alasan yard ocupancy ratio masih rendah. Seharusnya praktik bisnis ini diterapkan di semua terminal pelabuhan yang melayani ekspor impor,” ujar Ervin.
Dia mengatakan, apabila ada impotir yang sengaja menimbun barangnya di pelabuhan terlalu lama, mereka perlu dipertanyakan dan patut dicurigai klasifikasi perusahaannya “Importir bahan baku justru ingin berangnya lebih cepat sampai di pabrik atau gudang importir,” ucap Erwin.
Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Elvyn G Masassya mengatakan, Pelindo II menerapkan tarif progresif ini berdampak cukup signifikan terhadap dwelling time karena pemilik tidak mau kena denda 300 persen pada hari ketiga, lalu naik lagi jadi 600 persen.
Sumber dan berita selengkapnya:
Kompas, edisi cetak Selasa, 20 September 2016.
Salam,
Divisi Informasi
Divisi Informasi