JAKARTA: Harmonisasi rancangan peraturan pemerintah tentang pos masih alot menyusul terjadinya perbedaan pemahaman mengenai kegiatan logistik yang ditangani pelaku usaha jasa kurir dengan jasa pengiriman.
Perbedaan itu menyangkut batasan volume barang yang boleh diangkut oleh perusahaan pengiriman ekspres meskipun tidak diatur di dalam UU No.38/2009 tentang Pos.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan instansinya masih harus melakukan harmonisasi dengan Kemenhub terutama terkait dengan kegiatan logistik pada industri jasa kurir.
Dia menjelaskan perbedaan antara jasa kurir dan logistik sangat tipis sehingga perlu dilakukan pemahaman yang mendalam agar tidak terjadi pemahaman yang keliru. “Jasa kurir dan logistik itu beda tipis saja,” katanya, kemarin.
Menurutnya seluruh anggota asosiasi jasa kirim ekspres atau Asperindo dan PT Pos sudah sepakat dengan RPP yang sedang diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Ham. “Karena itu, akhir tahun ini kami targetkan rampung.”
Pihaknya mengakui pembahasan RPP tersebut sangat alot sehingga penetapannya menjadi peraturan pemerintah molor dari jadwal yang diamanatkan di dalam UU Pos. “Namun, tahun ini kami targetkan sudah rampung,”
Asperindo sendiri mengakui PP tentang Pos hingga kini masih terkatung-katung akibat belum terjadinya kesepakatan mengenai pembatasan kegiatan kurir dengan logistik serta nominal denda bagi operator yang tidak melaksanakan interkoneksi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Syarifuddin mengatakan pembahasan materi RPP yang belum tuntas terkait dengan dua isu krusial yang diatur di dalam UU.
Keduanya mencakup pasal yang mewajibkan interkoneksi antaroperator dalam kerangka melaksanakan layanan universal serta denda yang belum dipastikan nominalnya bagi operator yang tidak melaksanakan koneksi.
Adapun perdebatan yang paling sengit terjadi pada batasan kegiatan jasa kurir dengan logistik bahkan masalah tersebut sempat dipertanyakan oleh Uni Eropa. “UU sudah jelas menyebutkan kegiatan jasa kurir termasuk kegiatan logistik,” tegasnya.
Pasal 5 UU No. 38 tahun 2009 tentang Pos menyebutkan lima kegiatan pos, termasuk mencakup kegiatan logistik tanpa membatasi berapa volume dan berat barang yang boleh diangkut.
Di dalam penjelasan, layanan logistik disebutkan sebagai kegiatan perencanaan, penanganan dan pengendalian terhadap pengiriman dan penyimpanan barang, termasuk informasi, jasa pengurusan dan administrasi terkait yang dilaksanakan penyelenggara pos.
Pangsa pasar
Sementara itu, Asperindo memperkirakan pangsa pasar jasa kurir di Indonesia menembus Rp60 triliun per tahun dan diproyeksikan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring stabilitas ekonomi domestik yang tetap terjaga.
Ketua Umum Asperindo M. Kadrial mengatakan perhitungan pangsa pasar pengiriman jasa ekspres itu dilihat dari biaya pengiriman barang atau freight, termasuk kegiatan pengiriman yang ditangi PT Pos.
Dia menjelaskan pangsa pasar pengiriman ekspres itu akan lebih berkembang karena kegiatan jasa kurir termasuk kegiatan logistik. “Nilai freight termasuk PT Pos mencapai Rp60 triliun per tahun,” ujarnya.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan industri jasa kurir, pihaknya meminta agar PP tentang Pos segera terbit. “PP itu sangat penting agar industri ini dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan amanat UU itu.”
Sebelumnya, Kadrial meminta agar interkoneksi dapat dilakukan agar pengguna jasa tidak lagi melihat branding perusahaan yang akan digunakannya, tetapi percaya kepada sektor ini.
Di sisi lain, katanya, peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan untuk merespon era liberalisasi perposan. “Untuk itu, kami ingin mendirikan lembaga standardisasi profesi untuk mendukung operator pos.”
Di sisi lain, operator jasa kiriman ekspres mengusulkan agar pemerintah tidak memungut dana PSO atau LPU kepada pengusaha kecil dengan modal di bawah Rp50 juta.
Kadrial mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan secara sungguh-sungguh nasib pengusaha jasa titipan ekspres berskala kecil jika dikenakan pungutan dana layanan pos universal.
Dia menjelaskan pungutan untuk layanan pos universal yang dibebankan kepada pelaku usaha berskala kecil dan menengah (UKM) serta bermodal cekak dipastikan baka) memberatkan mereka.”
Oleh karena itu, pengenaan pungutan layanan pos universal agar mempertimbangkan kondisi pengusaha berskala kecil karena mereka yang biasanya melayani pengiriman dalam kota bakal terbebani,” katanya. (faa)