Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia
Pada bisnis ritel konvensional, customer mendatangi toko, kemudian melakukan transaksi pembeliaan, pembayaran, dan selanjutnya customer membawa barang yang dibelinya. Pengiriman barang dalam jumlah besar (bulky) hanya dilakukan dari gudang distributor ke toko-toko pengecer secara one-to-one. Tidak banyak alamat tujuan barang yang harus diantar. Transaksi dilakukan secara business-to-business (B2B).
Ini sangat berbeda dengan model bisnis e-dagang. Dalam e-dagang, pengiriman barang dilakukan dalam volume per kiriman (shipment) kecil, namun alamat tujuan sangat banyak. Umumnya, transaksi ritel e-dagang dilakukan secara business-to-consumer (B2C). Penjual melayani order penjualan yang dilakukan dalam market place. Pengiriman barang sesuai alamat pemesanan dilakukan segera setelah proses order penjualan dan verifikasi pembayaran selesai dilakukan. Bisnis ritel dengan menggunakan platform e-dagang menuntut pemenuhan pesanan penjualan (sales order) secara cepat dan akurat. Akses pasar yang dijangkau e-dagang sangat luas dengan waktu layanan pelanggan selama 24/7, memungkinkan volume transaksi order penjualan sangat besar.
Perusahaan e-dagang seperti Amazon, Alibaba, Tokopedia, Lazada, Blibli, dan blan-ja.com dalam sehari mereka memproses transaksi penjualan yang sangat besar dengan lead time yang sangat pendek. Lead time ini dihitung sejak customer melakukan order pembelian sampai barang diterima. Dalam hitungan jam penjual harus mengirim barang ke alamat penerima yang menjangkau ke seluruh penjuru nusantara, bahkan dunia.
Model bisnis e-dagang memerlukan sistem logistik yang cepat, akurat, dan andal. Dalam e-dagang, customer menginginkan barang diantar ke rumah, kantor, atau alamat tujuan sesuai yang mereka inginkan. Umumnya volume kiriman (shipment) sangat kecil, namun alamat tujuan sangat banyak dan tersebar. Ketersediaan inventory setiap saat untuk memenuhi pemesanan dari customer merupakan hal yang sangat penting dalam model bisnis e-dagang.
Logistik berperan penting dalam model bisnis e-dagang. Logistik yang andal memungkinkan pengelolaan inventory dalam jumlah item (SKUs) yang sangat banyak dan pengiriman kiriman ke customer ke berbagai alamat dalam jumlah sangat banyak secara akurat dan tepat waktu. Bagaimana mengelola sistem logistik e-dagang merupakan isu penting untuk keberhasilan bisnis e-dagang. Amazon merupakan salah satu contoh perusahaan e-dagang atau sering dikenal dengan e-tailing, yang telah berhasil mengelola sistem logistik untuk mendukung proses order penjualan berbagai barang dalam market place.
Pada tahun 1994, Amazon memulai bisnisnya dengan menjalankan model bisnis “virtual retailing” dalam arti yang sebenarnya. Saat itu, di Amazon tidak ada inventory, tidak ada warehouse, dan tidak ada pengantaran kiriman ke customer. Amazon memfokuskan pada pengelolaan bisnis ritel secara virtual dalam market place. Semua aktivitas kunci dalam bisnis ritel seperti pengelolaan inventory dan pengiriman inventory untuk memenuhi order pembelian dari customer dilakukan oleh pihak lain.
Amazon benar-benar hanya memfokuskan pada pengelolaan market place, utamanya pada penempatan produk di market place dan pengelolaan order pembelian dari customer. Ketika order pembelian dan pembayaran telah dilakukan oleh customer, Amazon menyerahkan pemenuhan pemesanannya ke pihak lain seperti pemilik produk atau brand, distributor pengelola warehouse, dan perusahaan kurir.
Semula tidak ada masalah dalam model bisnis e-dagang seperti ini karena skala bisnis Amazon ketika itu relatif masih kecil. Namun, manakala SKUs produk dan transaksi order pembelian customer per hari sangat banyak, Amazon tidak dapat lagi menjalankan model bisnis dengan cara seperti itu.
Tahun 1997 merupakan tonggak peristiwa penting bagi Amazon. Amazon mulai mengelola sendiri inventory dan pengantaran kiriman. Amazon mulai memberikan perhatian serius terhadap logistik untuk keberhasilan bisnis e-dagang yang dijalankan. Amazon pun membangun warehouse sebagai tempat pengelolaan inventory. Tidak tanggung-tanggung, Amazon menginvestasikan modalnya untuk pembangunan warehouse di Seatle dan Delaware dengan ukuran warehouse yang sangat besar dan dilengkapi dengan otomatisasi material handling equipment (MHE) bahkan menggunakan teknologi robotic.
Sampai tahun 1999, Amazon banyak melakukan ekspansi pembangunan warehouse di berbagai negara, utamanya di kawasan Eropa dan Asia. Amazon memfungsikan warehouse-nya sebagai fulfillment center. Sebuah istilah baru dalam dunia logistik dan distribusi, karena sebelumnya di dunia logistik lebih mengenal warehouse sebagai distribution center yang memfasilitasi pengelolaan inventory antara produsen dengan konsumen.
Menarik untuk dipelajari, bagaimana Amazon mengelola warehouse yang diposisikan sebagai fulfillment center ini. Amazon menamakannya sebagai fulfillment center karena fungsi warehouse di Amazon untuk memenuhi order pembelian dan pengantaran kiriman ke alamat yang diinginkan customer. Bagaimana Amazon mengelola order pembelian dalam jumlah banyak setiap harinya secara efisien, akurat, dan cepat?
Proses bisnis fulfillment yang dijalankan Amazon sejatinya sederhana yang menggambarkan proses perjalanan customer mulai dari order pembelian, pembayaran, penerimaan kiriman, dan dalam beberapa case ada return kiriman. Model bisnis e-dagang yang dijalankan Amazon secara sederhana dijelaskan seperti berikut ini.
Manakala customer melakukan pemesanan, sistem komputer Amazon mengenali apa jenis produk yang dipesan, di mana order pembelian dilakukan, dan ke mana pengantaran kiriman dilakukan. Selanjutnya komputer akan menginformasikan dari lokasi atau distribution center mana pengiriman produk dilakukan.
Amazon terhubung dengan sistem komputer pemasok yang menjadi mitra usahanya (seller atau merchant). Integrasi sistem pengelolaan inventory seller dengan Amazon memungkinkan setiap order pemesanan barang dari customer selalu terhubung dengan informasi ketersediaan stok di sistem inventory seller. Amazon memasarkan setiap produk seller di market place amazon.com. Seller melakukan pengisian (replenishment) stok sesuai informasi kebutuhan stok dari sistem komputer Amazon. Seller memiliki pilihan, apakah pengiriman barang ke alamat pemesan langsung dilakukan dari lokasi seller atau fulfillment center-nya Amazon.
Proses pemenuhan order di fulfillment center Amazon dilakukan sesuai tahapan berikut. Setiap order diproses secara elektronik. Sistem komputer akan menginformasikan ke picker untuk mengambil stok sesuai lokasi penyimpanan. Setiap item stok (buku, fashion, CD, gawai, dll) disimpan di rak dengan tanda lampu merah. Bila suatu item barang harus diambil (picking), maka lampu merah tersebut menyala. Picker melakukan picking item barang tersebut. Bila item barang sudah diambil, maka picker akan mematikan lampu merah tersebut.
Selanjutnya, setiap item barang yang sudah diambil, kemudian ditaruh di keranjang yang ditandai barcode sesuai order pemesanan dari customer. Barcode menginformasikan alamat pengantararan. Barcode memberikan petunjuk untuk proses penyortiran paket sesuai delivery point. Pembacaan barcode menggunakan barcode reader. Petugas memastikan bahwa item dan box sesuai barcode pemesanan. Selanjutnya paket siap diantarkan ke alamat tujuan. Amazon bekerjasama dengan beberapa perusahaan kurir seperti UPS, Fedex, USPS, dan lain-lain.
Dengan pertimbangan perkembangan dan kompleksitas bisnis Amazon, sejak tahun 1997 Amazon mengelola logistik sendiri termasuk pengantarannya. Amazon juga melakukan riset dan inovasi secara intensif, baik teknologi material handling equipment di fulfillment center, dengan penggunaan automasi atau robotic, maupun teknologi pengantaran. Amazon telah melakukan riset dan inovasi penggunaan drone, terutama untuk pengantaran di daerah rural dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan kendaraan.
Saat ini Amazon memiliki beberapa infrastruktur dan fasilitas untuk logistik e-commerce seperti: fulfillment center dengan berbagai ukuran dan produk lengkap dengan fasilitas pengepakan; replenishment center untuk penerimaan produk dari pemasok; customer return center untuk pengelolaan produk return dari customer; sortation center untuk pemrosesan sortir paket dari fulfillment center kemudian diserahkan ke perusahaan kurir untuk last mile delivery; delivery stations untuk pemrosesan same day delivery; speciality sites untuk pemrosesan paket produk tertentu seperti textbooks, pakaian, perhiasan, dan sepatu; prime now & flexi hub untuk penanganan pengantaran produk premium dalam waktu 1 sampai dengan 2 jam di wilayah perkotaan (Del Rey, 2013).
Pembelajaran dari case keberhasilan Amazon dalam mengelola ritel online karena Amazon mampu mengintegrasikan dan mengendalikan supply chain mulai dari pemasok, perusahaan kurir, dan pelanggan. Aktivitas kunci proses bisnis Amazon adalah akuisisi pelanggan, penyimpanan, picking, pengepakan, dan pengantaran produk yang dipesan customer untuk dikirim ke alamat di seluruh penjuru dunia.
28 Juni 2018
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Order Fulfillment (Bagian 1 dari 2 tulisan) (755.2 KiB, 862 hits)