AKURAT.CO Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Ekonomi, Lutfiyah Hanim berpendapat, bahwa perjanjian pemerintah dengan sejumlah negara internasional dianggap tak mampu menyelesaikan permasalahan negara. Terutama dari sektor perdagangan.
Selama ini Indonesia masih lemah dari sisi ekspor. Nilai ekspor Indonesia Januari 2019 mencapai USD13,87 miliar atau menurun 3,24 persen dibanding ekspor Desember tahun lalu. Data Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan ekspor nonmigas Januari 2019 mencapai USD12,63 miliar, naik tipis 0,38 persen dibanding Desember 2018.
“Maka saat pemerintah mau naikkan ekspor, lakukan perjanjian internasional. Ini absurd karena nggak akan menjawab. Saat melakukan perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa. Kita nggak punya apa-apa dengan Uni Eropa. Eropa produsen pertanian besar, gandum, daging, produk susu, buah buahan, produk peternakan. Mereka kuat di situ,” kata Lutfi ditemui di Kode Inisiatif, Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Begitu pula, perjanjian pemerintah dengan Afrika yang produk-produknya lebih banyak diimpor dari Uni Eropa. Sehingga perjanjian Indonesia-Afrika dianggap tidak memecahkan masalah. Kritikan lainnya, dengan perjanjian bilateral Indonesia, yakni membuka keran impor begitu besar.
“Perjanjian dagang diyakini akan tingkatkan ekspor. Tapi begitu pintu dibuka, impor juga naik. Tahun lalu, impor nggak ada kenaikan. Lebih bukan karena nggak ada impor, tapi industri juga turun sehingga nggak ada yang impor. Ini masalah besar soal perjanjian perdagangan, nggak hanya soal impor ekspor, tapi soal regulasinya,” ujarnya.
Sumber dan berita selengkapnya:
https://akurat.co/ekonomi/id-588943-read-perjanjian-dagang-internasional-tidak-mampu-selesaikan-masalah-ekspor-impor-indonesia
Salam,
Divisi Informasi