Oleh: Hadi Kuncoro
Group CEO at PowerCommerce.Asia
The Power Group Indonesia
Virus Corona (Covid-19) menyebabkan dampak yang signifikan tehadap perekonomian di negara-negara yang terdampak virus tersebut, termasuk Indonesia. Pada tahun 2020, proyeksi perekonomian Indonesia berpotensi akan terkoreksi.
Pada situasi terkait penyebaran Virus Corona seperti sekarang ini, beberapa negara termasuk Indonesia mulai memberlakukan langkah-langkah antisipatif guna meminimalisasi penyebaran virus tersebut. Beberapa langkah antisipatif yang bertujuan untuk menekan tersebarnya Virus Corona di antaranya adalah kebijakan menjaga jarak interaksi sosial (social distancing) dan bekerja dari rumah (work from home) bagi pegawai pada sebagian perusahaan.
Langkah-langkah preventif yang telah diimbau oleh pemerintah pusat maupun sejumlah pemerintah daerah untuk mengantisipasi semakin meluasnya penyebaran Virus Corona guna memutus mata rantai penularan virus ini memiliki beberapa implikasi pada sebagian sektor, khususnya pada sektor logistik.
Kebijakan mengenai pembatasan pergerakan di luar rumah tersebut pun turut berpotensi memicu perubahan pada beberapa sektor. Pada sektor ritel misalnya, kebijakan tersebut berimbas pada menipisnya pasokan bahan baku.
Penyebaran Virus Corona dan pemberlakuan lockdown atau pembatasan pergerakan baik itu manusia, barang, maupun uang, telah mempercepat penggunaan teknologi dan alat baru digital yang sudah dan belum digunakan oleh seluruh masyarakat dunia. Saat konsumen terkunci, jutaan orang dipaksa untuk bekerja dan beraktivitas dari rumah. Maka solusi dari hal tersebut adalah digital dan teknologi.
Pemberlakuan pembatasan pergerakan manusia secara otomatis membuat manusia akan lebih aktif mencari solusi yang memungkinkan teknologi untuk membantu dalam tugas sehari-hari, seperti berbelanja atau bekerja jarak jauh dari rumah. Untuk berbelanja misalnya, bagi sebagian konsumen mungkin merupakan perilaku yang sama sekali baru. Seperti berbelanja bahan makanan atau obat-obatan secara online untuk pertama kali, tetapi bagi yang lain, hal ini mungkin peningkatan penggunaan online atau penambahan teknologi, alat, dan perangkat lunak yang baru dalam mendukung aktivitas jarak jauh, seperti penggunaan Google Conference, Hangouts, Skype, Zoom, dan lain-lain.
Awalnya konsumen menggunakan teknologi untuk mencari informasi dan berita mengenai peredaran Virus Corona, namun hal ini menjadi jembatan atau katalis percepatan dari adopsi penggunaan digital dan teknologi secara lebih luas, termasuk cara berbelanja secara online atau e-commerce.
Peningkatan Belanja Online ke Seluruh Category Products
Secara umum, belanja online di pangsa pasar e-commerce, website, media sosial, dan reseller platform di PowerCommerce.Asia mengalami peningkatan berpuluh kali lipat sejak bulan Februari 2020 dan melonjak luar biasa setelah Presiden mengumumkan pasien pertama Virus Corona pada tanggal 4 Maret 2020.
Pada awalnya, adopsi penggunaan e-commerce ini dimulai dari produk kategori tersier seperti produk fashion, elektronik, perjalanan, dan hiburan bagi konsumen untuk memasuki bidang ritel e-commerce. Kemudian diikuti oleh kategori kecantikan dan perawatan pribadi. Namun, semenjak penyebaran Virus Corona semakin meluas, penjualan produk kategori e-commerce berubah menjadi produk kategori perlindungan diri, health care, produk sanitasi, dan bahan makanan. Bahkan sekarang, setelah kebijakan lockdown dan pembatasan berkumpul orang termasuk pada saat beribadah, produk-produk terkait perlengkapan ibadah menjadi meningkat tajam seperti sajadah baik yang berukuran normal atau sajadah untuk kebutuhan bepergian, mukena, hingga disinfektan untuk tempat ibadah.
Pertumbuhan permintaan yang sifatnya mendadak berdasarkan kategori produk terbagi menjadi empat kelompok di antaranya:
- Kelompok kategori terkait dengan kesehatan dan perlindungan diri seperti asuransi, produk suplemen imunitas daya tahan tubuh, hingga produk perlindungan diri sanitasi seperti hand sanitizer, obat-obatan, dan vitamin.
- Kelompok kategori kebutuhan rumah tangga dan dapur seperti stok makanan, di antaranya kebutuhan makanan dasar seperti gula, beras, mie instan, hingga makanan ringan untuk kebutuhan ketika kebijakan work from home diberlakukan. Kelompok produk fast moving consumer goods (FMCG) ini mengalami peningkatan di e-commerce channel.
- Kelompok kategori produk hiburan dan kebugaran. Pemberlakuan kebijakan social distancing dan WFH menyebabkan keluarga banyak mengambil keputusan untuk menghabiskan waktu bersama di rumah. Kelompok produk untuk hiburan keluarga seperti permainan konsol game hingga peralatan produk olahraga mandiri seperti perlengkapan fitness dan gym meningkat lebih dari dua kali lipat di bulan Maret ini.
- Kelompok kategori yang terkait dengan ibadah. Adanya pembatasan orang berkumpul termasuk untuk melakukan proses ibadah berjamaah mengakibatkan permintaan untuk perlengkapan ibadah semakin meningkat.
Tantangan Supply Chain Menjadi Perhatian Utama
Lonjakan eksponensial dalam beberapa kategori produk tersebut mengakibatkan strategi, perencanaan, serta eksekusi supply chain semakin tertantang bagaikan mengelola logistics disaster management.
Pada awal situasi seperti sekarang ini, banyak konsumen yang dihadapkan pada rak-rak kosong ketika mencari produk-produk dengan permintaan tinggi di toko offline. Hal seperti ini dapat memaksa beberapa konsumen untuk mencari sumber online alternatif agar menemukan produk yang mereka butuhkan. Bisnis direct-to-consumer (DTC) telah berkembang dengan pesat dalam beberapa minggu terakhir.
Tantangan tebesar ketika menghadapi situasi fluktuasi ini adalah bagaimana menghitung forecast number untuk produk-produk tersebut. Beberapa kali telah terjadi saat melakukan perhitungan forecast, hasil yang didapatkan adalah dalam hitungan jam produk sudah sold out. Sehingga harus dilakukan alokasi ulang stok dari forecast awal yang dibuat pada beberapa sales channel.
Sebagai contoh, PowerCommerce.Asia sebagai solution and services omnichannel platform harus melakukan forecast kalkulasi penjualan bukan hanya di salah satu channel market place saja, tetapi juga pada multi sales channel online, serta penjualan offline. Pada online multi channel forecast terbagi menjadi market places (beberapa market place), website commerce, social commerce, hingga reseller platform commerce serta offline channels.
E-Commerce akan Menjadi Kebiasaan BaruLebih Besar karena Virus Corona
Musibah wabah Virus Corona ini telah meningkatkan pengguna baru dalam berbelanja online dan tentunya pada masa yang akan datang berpotensi menjadikan industri e-commerce sebagai salah satu channel penjualan yang akan semakin bertumbuh dengan baik.
Namun karena kondisi wilayah Indonesia yang memiliki sebanyak 17.000 pulau, maka aspek logistik baik itu ongkos pengiriman maupun lead time lamanya pengiriman menjadi salah satu kunci utama dalam jangka panjang, sehingga konsep logistik e-commerce yang tersentralisasi seperti sekarang akan tetap menjadi hambatan pertumbuhan ketika masa Covid-19 mereda dan kondisi pasar kembali normal. Maka, desentralisasi logistik e-commerce adalah kunci utama dan omni channel solution menjadi solusi integrasi e-commerce Indonesia ke depan.
18 Maret 2020
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Dampak Wabah Virus Corona: Ketika Kita Dipaksa Lebih Digital (830.7 KiB, 4,514 hits)