Liputan6.com, Jakarta – Pergerakan ekspor impor sebagai bagian aktivitas logistik terus tumbuh di Indonesia. Laporan terbaru Pelindo menyebut, per Triwulan III 2022, arus peti kemas mencapai 12,8 juta twenty-foot equivalent unit (TEUs) atau meningkat 2 persen dari periode sama di tahun sebelumnya.
Pada saat pandemi, tepatnya pada kuartal III-2021, tercatat 12,4 juta TEUs atau naik 6,9% dibandingkan periode sama pada tahun 2020.
Namun, kenaikan tersebut beriringan dengan bea logistik di Indonesia menjadi yang termahal se-ASEAN. Data Kementerian Keuangan tahun 2019 mencatat, biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB).
Jauh lebih tinggi dari Singapura (8%) dan Malaysia (13%). Jika lebih luas lagi, di Amerika Serikat hanya 8%, Uni Eropa (9%), Jepang (9%), Korea Selatan (9%), India (13%), dan China (15%).
Tarif mahal itu terdiri dari komponen 8,9% biaya inventori, 8,5% transportasi darat, 2,8% laut, 2,7% administrasi, dan 0,8% biaya lainnya.
Di sisi lain, kenaikan arus peti kemas juga didorong posisi Indonesia sebagai pasar terbesar di ASEAN, baik secara luring apalagi daring.
Sumber dan berita selengkapnya:
https://www.liputan6.com/tekno/read/5141940/menekan-biaya-logistik-lewat-digitalisasi
Salam,
Divisi Informasi