Oleh: Arkan Muhammad Faizulhaq
Junior Consultant | Supply Chain Indonesia
Pasar Karbon
Katadata Insight Center dalam Indonesia Carbon Trading Handbook menyebut pasar karbon merupakan pasar yang menghitung pengurangan emisi suatu entitas atau perusahaan menggunakan unit kredit karbon. Pasar karbon terbentuk berdasarkan permintaan berupa pengurangan emisi dan penawaran berupa perdagangan emisi karbon.
Pasar ini menggunakan skema kuota untuk setiap entitas yang menghasilkan emisi karbon. Entitas dengan produksi emisi karbon melewati batas kuota, perlu membeli kredit pada entitas lain yang masih memiliki kuota atau produksi emisi karbonnya di bawah bata kuota yang telah ditetapkan.
Pada Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021, disebutkan bahwa perda-gangan karbon merupakan mekanisme pasar untuk mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui jual beli unit karbon. Secara inter-nasional, Perdagangan kar-bon telah disepakati melalui Kyoto Protocol dan Paris Agreement. Kesepakatan tersebut memberikan hak kepada negara untuk melakukan jual beli karbon.
Perdagangan karbon dianggap sebagai langkah maju dalam mencapai tujuan jangka panjang yang ditetapkan oleh Kyoto Protocol dan Paris Agreement. Konsep “pendekatan pasar” ini dianggap sebagai cara bagi pemerintah untuk mencapai target pengurangan karbon nasional mereka. Dengan menggunakan transaksi internasional dalam kredit pengurangan karbon, pendekatan pasar juga dapat mendorong sektor swasta untuk ikut serta dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pasar Karbon Wajib dan Sukarela
Berdasarkan Dewan Nasional Perubahan Iklim (2013), pasar karbon diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pasar karbon sukarela (voluntary carbon market/VCM) dan pasar karbon wajib (compliance carbon market/CCM).
VCM dibentuk atas keinginan masing-masing Perusahaan untuk mengurangi emisi GRK sehingga pasar ini dikembangkan oleh pihak swasta. VCM dapat mengarahkan investasi pihak swasta ke dalam proyek mitigasi iklim agar terciptanya perlindungan keanekaragaman hayati, pencegahan polusi, peningkatan kualitas, hingga menciptakan lapangan pekerjaan.
CCM terbentuk berdasarkan regulasi untuk mengurangi atau membatasi jumlah emisi GRK. Pasar karbon ini bergantung pada kebijakan yang diterapkan pada periode tersebut. Kebijakan yang aktif digunakan adalah United Clean Development Mechanism (UN CDM).
Nilai Ekonomi Karbon (Carbon Pricing)
Berdasarkan Indonesia Carbon Trading Handbook oleh Katadata Insight Center, salah satu landasan perdagangan karbon adalah penentuan nilai ekonomi karbon (carbon pricing). Carbon pricing memiliki beberapa mekanisme, bergantung pada tujuan ekonomi, keadaan sosial-lingkungan, dan kapasitas pihak yang terlibat. Mekanisme carbon pricing dibagi menjadi tiga, antara lain Sistem Perdangan Emisi (Emission Trading System/ETS), Pajak Karbon (Carbon Tax), dan Mekanisme Kredit (Credit Mechanism).
- Sistem Perdangan Emisi (Emission Trading System/ETS)
ETS menggunakan batas (cap) atau kuota emisi yang dijual ke pasar. Perusahaan diharuskan untuk memiliki kuota emisi dengan jumlah yang sama dengan emisi yang ditetapkan pada periode tertentu. Mekanisme ini tepat digunakan untuk perusahaan yang memiliki biaya mahal untuk pengurangan emisisnya sehingga memiliki alternatif untuk membeli kuata karbon dari perusahaan lain. - Pajak Karbon (Carbon Tax)
Mekanisme ini memberikan pembuat kebijakan untuk mengontrol harga emisi karbon. Pajak karbon dapat menciptakan harga yang stabil untuk investasi dalam pengurangan emisi, selama tarif pajak tersebut tidak berubah. - Mekanisme Kredit (Credit Mechanism)
Pada mekanisme ini, jumlah kredit ditentukan berdasarkan pengurangan emisi terhadap target atau baseline. Kredit ini dapat membantu Perusahaan untuk memenuhi kewajiban kuota emisi atau kewajiban pajak sehingga mekanisme ini lebih tepat digunakan pada sektor daerah atau diluar mekanisme ETS dan pajak karbon.
Mekanisme Perdagangan ETS
Berdasarkan Asian Develop-ment Bank (2016), ETS disusun berdasarakan enam elemen kunci, antara lain sektor dan cakupakn GRK, target dan Batasan, alokasi kuota, pemantauan, pela-poran, dan verifikasi, kepatuhan, dan penegakan peraturan.
- Cakupan
Dalam menentukan desain ETS, perlu mempertimbangkan aspek-aspek seperti sektor, kegiatan, dan jenis emisi GRK. Dengan cakupan yang lebih luas, ETS mencakup berbagai sektor ekonomi, di mana sebagian besar emisi dari sektor-sektor tersebut memiliki potensi mitigasi yang signifikan.
Pentingnya menerapkan metode dan proses pemantauan yang sesuai juga harus diperhatikan untuk memastikan integritas lingkungan. Oleh karena itu, beberapa aspek kritis dalam ruang cakupan sistem melibatkan kapasitas teknis, ketersediaan data, metode pemantauan emisi yang tersedia, serta isu-isu politik dan kerjasama industri yang lebih luas. - Target dan Batas
Jumlah GRK yang diizinkan oleh pembuat kebijakan untuk setiap perusahaan diwakili dengan batas (cap). Namun, emisi yang dihasilkan tiap Perusahaan dapat naik atau turun, menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan efisiensi pada sektor tersebut. - Alokasi Kuota
Kuota dapat diberikan melalui sistem pelelangan ataupun didapatkan secara gratis. Sistem pelelangan memerlukan rancangan kerangka yang tepat dan tidak memerlukan data historis. Pemberian kuota secara gratis didasari oleh emisi historis sehingga memerlukan data emisi dasar yang terverifikasi. - Pemantauan, Pelaporan dan Verifikasi (MRV)
Pemantauan dilakukan untuk menentukan emisi yang dihasilkan. Pemantauan menggunakan metode pemantauan emisi secara langsung atau metode perhitungan pada parameter lain, seperti jenis bahan bakar atau karakteristik bahan bakar.
Pelaporan disediakan oleh perusahaan kepada regulator atau pembuat kebijakan. Pada pelaporan elektronik atau situs web, mekanisme pelaporan yang dapat digunakan adalah template. Pelaporan mencakup manajemen alur kerja antara regiulator, verifikator, dan operator.
Verifikasi dilakukan melalui pihak ketiga yang meninjau kebenaran metode pemantauan dan keakuratan jumlah emisi yang dilaporkan. Peninjau harus independen dan memiliki akreditasi untuk melaksanakan peninjauan sesuai standar dan protokolnya.
MRV memiliki peran yang sangat penting utnuk memastikan integritas antara perdagangan karbon dan lingkungan. MRV merupakan cara untuk Perusahaan menentukan emisi dan jumlah kuota yang harus diserahkan. Maka dari itu, MRV mendorong permintaan kuota emisi di pasar. - Kepatuhan
Untuk menjaga keikutsertaan mulai dari pemantauan, pelaporan, hingga penyerahan kuoata perlu diterapkan kepatuhan dan penalti pada prosesnya. Badan pengawas dibentuk agar proses kepatuhan dan penalti dapat berjalan dengan baik. Badan pengawas berperan untuk menetapkan sistem perizinan dan mengambil Tindakan atas ketidakpatuhan melalui sanksi keuangan atau pidanana ketika perusahaan gagal menyerahkan kuota sesuai dengan emisi.
Tantangan dan Peluang Pelaksanaan Carbon Trading
Perkembangan carbon trading di Indonesia menunjukkan beberapa tantangan dan peluang yang signifikan.
Berikut adalah beberapa tantangan dan peluang yang dihadapi:
- Pengembangan desain dan mekanisme perdagangan karbon: Perlunya penentuan desain dan mekanisme perdagangan karbon yang adil dan terjangkau.
- Pelaksanaan carbon pricing: Pelaksanaan harga karbon harus disertai kebijakan pendamping untuk memastikan perdagangan karbon yang adil dan terjangkau.
- Regulasi yang kuat dan adil: Diperlukan regulasi yang kuat dan adil, sistem pemantauan dan verifikasi yang akuntabel, serta penetapan tarif pajak karbon dan penetapan cap perdagangan karbon yang efektif.
- Pengembangan infrastruktur: Diperlukan investasi besar untuk mengubah sistem perdagangan karbon dan memastikan sistem pemantauan dan verifikasi yang efektif.
- Kolaborasi antara pihak-pihak: Penting bagi semua pihak untuk berkolaborasi dan melihat apa yang bisa dilakukan antara negara-negara dalam mengembangkan perdagangan karbon.
- Pengembangan inovasi dan pertumbuhan: Perdagangan karbon di Indonesia memiliki potensi besar, terutama dari sektor lahan dan energi. Implementasinya memiliki sejumlah tantangan, tetapi juga membawa peluang untuk pengembangan inovasi dan pertumbuhan.
- Pengembangan pasar karbon: Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai landasan pembangunan. Peraturan ini menjadi respon terhadap Pasal 6 Persetujuan Paris yang memperbolehkan para negara untuk mengembangkan perdagangan karbon (Tumiwa dkk., 2023).
- Pengembangan bursa karbon: Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan OJK No. 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Bursa karbon diperlukan untuk mengurangi emisi karbon dan membantu mencapai komitmen Indonesia mengenai ekonomi hijau (Wahyuni, 2023).
Implementasi Carbon Trading terhadap Green Logistics
Zaroni (2017 ) menjelaskan bahwa green logistics adalah konsep pengelolaan rantai pasok yang bertujuan untuk mengurangi dampak ling-kungan dari aktivitas logis-tik. Salah satu cara untuk menerapkan green logistics adalah dengan mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari aktivitas transportasi.
Dalam hal itu, perusahaan yang menghasilkan emisi karbon lebih sedikit akan terdorong untuk mengurangi emisi karbon mereka, sementara perusahaan yang menghasilkan emisi karbon lebih banyak akan terdorong untuk mengurangi emisi karbon mereka. Implementasi carbon trading pada green logistics dapat membantu perusahaan untuk mengurangi emisi karbon mereka dan meningkatkan efisiensi operasional mereka secara keseluruhan.
Sektor logistik di Indonesia telah mulai menerapkan green logistics. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain peningkatan kualitas bahan bakar, peningkatan jumlah dan ketersebaran fasilitas pengisian bahan bakar ramah lingkungan, pemberian insentif peremajaan armada perusahaan transportasi, dan pemberian insentif bagi penyedia jasa logistik yang menerapkan green logistics (Setijadi, 2015).
Referensi:
Asian Development Bank. (2016). Emission Trading System and Their Linking: Challenges and Opportunities in Asia and the Pacific.
Dewan Nasional Perubahan Iklim. 2013. Mari Berdagang Karbon! Pengantar Pasar Karbon untuk Pengendalian Perubahan Iklim.
Setijadi (2015) “Penerapan Green Logistics: untuk Menghadapi MEA 2015” diakses pada 26 Januari 2024 melalui https://supplychainindonesia.com/penerapan-green-logistics-untuk-menghadapi-mea-2015/
Tumiwa, Fabby, Vianda, Farah, dan Swandana, W. A. (2023) “Menilik Pasar Karbon Indonesia: Tantangan, Peluang dan Jalan untuk Masa Depan” diakses pada 27 Januari 2024 melalui https://iesr.or.id/menilik-pasar-karbon-indonesia-tantangan-peluang-dan-jalan-untuk-masa-depan.
Katadata Insight Center (2022) “Indonesia Carnbon Trading Handbook.”
Wahyuni, Willa (2023) “Peluang dan Tantangan Implementasi Bursa Karbon di Indonesia” diakses pada 27 Januari 2024 melalui https://www.hukumonline.com/berita/a/peluang-dan-tantangan-implementasi-bursa-karbon-di-indonesia-lt65437f4e87bc9/ Zaroni (2017) “Jalan Panjang Implementasi Green Logistics di Indonesia” diakses pada 26 Januari 2024 melalui https://supplychainindonesia.com/jalan-panjang-implementasi-green-logistics-di-indonesia/
29 Januari 2024
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Carbon Trading dan Implementasinya dalam Green Logistics (227.8 KiB, 170 hits)