Layanan Tanjung Priok:
Relokasi Kargo Picu Biaya Tinggi
JAKARTA – Kegiatan pindah lokasi penumpukan kargo impor jenis breakbulk nonkontainer di terminal 2 dan 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara mulai memicu biaya tinggi jasa logistik di pelabuhan itu.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Sofian Pane mengatakan biaya pindah lokasi penumpukan (PLP) breakbulk nonkontainer yang ditagihkan oleh mitra PLP di Tanjung Priok kepada pemilik barang sangat tidak wajar.
Sampai saat ini, dia menyatakan pihaknya menerima keluhan perusahaan forwarder mengenai biaya tinggi kegiatan PLP breakbulk nonkontainer itu.
Sofian meminta semua pihak berkomitmen menghilangkan biaya tinggi di Tanjung Priok guna mendorong daya saing industri dalam negeri.
Dia mengungkapkan lapangan untuk menyimpan kargo impor jenis breakbulk nonkontainer di kawasan Tanjung Priok sangat terbatas, sehingga yard occupancy ratio (YOR) di lapangan lini 1 atau sisi dermaga seringkali mengalami kepadatan.
Akibatnya, kegiatan barang dari kapal yang sedang sandar dengan terpaksa kargo yang ada di lapangan yang belum mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) direlokasi ke lokasi penumpukan sementara. Seluruh biaya relokasi tersebut dibebankan kepada pemilik barang.
Sumber Bisnis Indonesia, edisi Senin 29 Juli 2013