JAKARTA: Pembangunan runway (landasan pacu) ke-3 Bandara Soekarno-Hatta yang diperkirakan menelan Rp4,25 triliun harus didanai sendiri oleh PT Angkasa Pura II, pasalnya, pemerintah tidak lagi memberikan dana dari APBN untuk pengembangan bandara yang sudah dikelola BUMN.
Ketentuan pendanaan bagi pengembangan bandara ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.40/2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Maret 2012.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti Singayuda Gumay mengatakan berdasarkan PP No.40/2012, operator bandara yang mau mengembangkan bandara yang dikelolanya, harus mengeluarkan dana sendiri.
“BUMN kan banyak duit, bisa bangun sendiri, devidennya besar. Uangnya itu untuk pengembangan,” tuturnya hari ini.
Dia menambahkan khusus untuk rencana pembangunan runway ketiga sebagai bagian dari grand desainpengembangan Bandara Soekarno—Hatta Jakarta, kalau menurut PP No.40 seharusnya memang dibiayai PT Angkasa Pura (AP) II selaku pengelola.
“Namun karena pengembangan bandara ini masuk dalam program MP3EI, akan dibahas kembali bersama-sama, apakah akan dibiayai sendiri oleh AP II ataupun oleh APBN,” tuturnya.
Meski demikian, menurut Herry, bisa jadi pembangunan runway ketiga Bandara Soekarno—Hatta ini tidak terealisasi mengingat kesulitan pembebasan lahan. Dengan demikian, pemerintah akan mencari alternatif untuk membangun bandara baru di kawasan Jakarta dan sekitarnya seperti Bandara Kertajati, Jawa Barat.
Direktur Bandara Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Ignatius Bambang Tjahjono mengatakan berdasarkan PP No.40, dana APBN mulai 2013 hanya digunakan untuk bandara di daerah yang berada di wilayah terisolasi, perbatasan, dan rawan bencana, serta bandara yang belum diusahakan yang diselenggarakan oleh unit penyelenggara bandara pemerintah.
“Sampai akhir tahun ini, pengembangan air side (sisi udara) di 25 bandara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I dan II masih didanai APBN meski PP No.40 sudah terbit pada Maret. Aturan itu baru efektif mulai Januari 2013. Nantinya, PT Angkasa Pura I dan II mandiri dan tak tergantung lagi dari APBN karena mereka sudah sangat untung dari mengelola bandara-bandara itu,” ungkapnya.
Dengan demikian, tutur Bambang, berdasarkan PP No.40 Pasal 27 ayat c, dana dari APBN hanya dapat digunakan untuk bandara yang belum diusahakan yang diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara Bandara Pemerintah. “Jadi bukan bandara yang sudah diusahakan oleh AP I dan II,” kata Bambang.
Dalam PP No.40/2012 tersebut, yang dimaksud air side atau sisi udara meliputi landasan pacu (runway),runway strip, runway end safety area (RESA), stopway, clearway, landas hubung (taxiway), landas parker (apron), marka, dan rambu.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri S. Sunoko mengatakan mengenai PP No.40/2012 khususnya pasal 27 memang menyebabkan AP II harus mengevaluasi lebih cermat lagi apabila akan mengembangkan suatu bandara.
“Biaya di air side cukup besar. AP II tentunya harus memperhitungkan dampak finansial sebagai BUMN. Tetapi dilain pihak, kami juga menyadari bahwa pemerintah juga harus memperhatikan pembangunan bandara UPT yang cukup banyak. Dampak detail sedang kami pelajari dulu,” tuturnya. (sut)