JAKARTA. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menuntut pemerintah mengalokasikan dana bea keluar (BK) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) untuk petani sawit. Dengan nilai BK sekitar Rp 80 triliun, para petani mengaku belum merasakan manfaat dari pungutan tersebut.
Asmar Arsyad, Sekretaris Jenderal Apkasindo mengatakan, sejak pertama kali bea keluar diterapkan tahun 1994 hingga sekarang, para petani belum merasakan manfaatnya. Padahal pengenaan bea keluar CPO telah menggerus harga jual tandan buah segar (TBS) di tingkat petani.
Menurut Asmar, pemberlakuan BK CPO secara progresif telah mengganggu pendapatan petani. Sebab, eksportir CPO selalu mentransfer beban bea keluar kepada petani, sehingga harga TBS di tingkat petani lebih rendah. Oleh karena itu, Asmar mengaku keberatan dengan kenaikan BK CPO menjadi 18% yang akan berlaku April 2012.
Dia bilang, kenaikan bea keluar CPO menjadi 18% dari periode sebelumnya sebesar 16,5% akan menurunkan harga jual TBS sekitar Rp 200 per kilogram (kg) di tingkat petani. Penurunan harga jual TBS sebesar itu dipastikan bakal menurunkan pendapatan pekebun sawit.
Empat tuntutan
Penurunan pendapatan itu menurut Asmar sangat tidak adil. Apalagi Asmar menghitung, semenjak diberlakukan pada 1994 hingga 2011, dana yang telah diperoleh dari BK CPO mencapai Rp 80 triliun. Agar petani sawit mendapatkan keadilan, Apkasindo telah mengajukan surat tuntutan kepada pemerintah pada awal Maret lalu.
Dalam surat itu, Apkasindo menuntut pemerintah mengalokasikan dana senilai Rp 31 triliun dari hasil BK CPO untuk peningkatan kesejahteraan petani sawit rakyat.
Menurut Asmar, ada empat poin yang dituntut Apkasindo dari pemerintah. Pertama, peremajaan perkebunan sawit seluas 1 juta hektare (ha). Kedua, bantuan sertifikasi lahan milik petani seluas 3,8 juta ha. Ketiga, program pelatihan dan bimbingan. Dan keempat, perbaikan infrastruktur di sentra perkebunan sawit rakyat di 21 provinsi.
Perbaikan infrastruktur ini penting bagi petani sawit rakyat karena harga TBS tergantung dari fasilitas yang ada. Asmar menjelaskan, saat ini harga TBS sawit bervariasi. Misalnya, untuk wilayah Sumatera Utara harganya mencapai Rp 1.800 per kg, sedangkan di Jambi Rp 1.820 per kg , dan di Kalimantan sekitar Rp 1.400 hingga Rp 1.500 per kg.
Harga TBS terendah di wilayah Papua Rp 980 per kg. “Harga tergantung infrastruktur, di Papua harganya sangat murah karena mahalnya biaya transportasi dari perkebunan ke pabrik pengolahan,” kata Asmar, Selasa (27/3).
Dia menuntut agar pemerintah memberikan alokasi khusus kepada petani sawit dari BK CPO mulai tahun ini dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2012. Dia mengancam jika tuntutannya tidak diperhatikan pemerintah, maka petani sawit akan menggelar unjuk rasa.
Namun Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan), mengatakan, pemerintah setiap tahun telah mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kesejahteraan petani. Alokasi dana itu lewat dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Tanpa menyebut jumlah dan sasaran program, Gamal mengaku dana yang dianggarkan memang masih sangat minim.
Walau tidak bisa menjamin terpenuhinya tuntutan, menurut Gamal, surat tuntutan Apkasindo ini sudah diteruskan ke Kementerian Keuangan. “Mekanismenya melalui APBN dan dialokasikan untuk pos yang sedang membutuhkan. Jadi tidak harus ke sumber pendapatan itu,” katanya.