BANDUNG, KOMPAS-Potensi ekonomi sektor kelautan lebih dari tujuh kali lipat APBN, tetapi baru menyumbang 20 persen terhadap produk domestik bruto. Bahkan, nelayan tetap miskin. Karena itu, manajemen input kelautan perlu segera dibenahi agar berkembang menjadi lokomotif perekonomian.
Hal itu diungkapkan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri pada Konferensi Kerja Sama Program Tol Laut dan Jalur Sutra Maritim Dunia, Senin (7/11), di Bandung. Konferensi yang digelar Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) itu, selain mengundang para pengusaha dalam negeri, juga menghadirkan para pengusaha dari Republik Rakyat Tiongkok.
Menurut Rokhmin, secara ekonomi potensi kelautan mencapai 1,2 triliun dollar AS per tahun yang bisa menyerap tenaga kerja minimal 40 juta orang. Namun, kenyataannya, masih banyak nelayan miskin. Sumbangan ekonomi kelautan pun baru 20 persen terhadap PDB. Ini karena input pendukung belum terdistribusikan ke sektor kelautan.
Di Bali, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, pemerintah serius menggarap tol laut untuk meningkatkan produktivitas masyarakat dan mengurangi disparitas harga antara bagian timur dan bagian barat RI. Pemerintah berencana membangun tempat pembangunan dan pendistribusian di sejumlah daerah yang pelabuhannya dilalui angkutan laut berjadwal.
Pemerintah akan menambahkan tiga rute tol laut, yakni Sumatera bagian barat; rute diantara Kalimantan sebelah timur dan Sulawesi sebelah barat; dan rute ke Maluku. Sebelumnya, ada enam rute tol laut, baik dari Tanjung Perak (Surabaya) maupun Tanjung Priok di Jakarta. “Tol laut ini tujuannya mengurangi disparitas harga antara di barat dan di timur,” kata Budi.
Sumber dan berita selengkapnya:
Kompas, edisi cetak Selasa, 8 November 2016.
Salam,
Divisi Informasi