BATAM (Beritatrans.com)–Dengan ada asas cabotage yang diterapkan sejak 2008, penggunaan kapal asing berkurang. Namun biasanya proses pemindahan komoditi ekspor ini dilakukan di Selat Malaka atau di Singapura. Akibatnya, kegiatan eskpor impor itu kurang memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.
“Memang di wilayah Indonesia gunakan kapal (berbendera merah putih), tapi transhipment-nya di Selat Malaka atau di Singapura,” kata Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung dalam siaran tertulis di Batam, Jumat (12/8/2016).
Juda menyatakan, agar transhipment ini bisa dilakukan di Indonesia, maka pemerintah harus secara serius mengembangkan wilayah Batam. Pasalnya Batam Kepulauan Riau (Kepri) ini mempunyai potensi besar untuk menyaingi Singapura sebagai tempat favorit transhipment kapal asing.
“Batam ini bisa dikembangkan untuk transhipment, bisa menjadi pelabuhan besar yang bisa jadi gate Indonesia. Tapi sekarang pelabuhan-pelabuhan kurang dalam lautnya, sehingga kapal besar tidak bisa merapat. Pelabuhan kita hanya di bawah 10 meter, sedangkan Singapura sudah mencapai 15 meter,” tandas dia.
Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter BI Juda Agung itu menambahkan, banyaknya penggunaan kapal asing untuk ekspor komoditas Indonesia karena proses pengirimannya ditentukan oleh para importir di negara tujuan. Importir tersebut lebih memilih untuk menggunakan kapal asing karena dinilai lebih efisien.
Sumber dan berita selengkapnya:
Salam,
Divisi Informasi
Divisi Informasi